Senin, 11 Agustus 2008

Elegi

Elegi Esok Pagi

“Kepada jiwa yang bergolak karena penindasan
Pencari sinar kehidupan yang terpendam
Diantara cinta dan perasaan
Yang mencari kerinduan cinta dan kasih sayang
Dan mencari perahu agar sampai ke dermaga kenangan
Tempat berlabuh jiwa yang hilang nan tersesat
Agar selamat dari belenggu dan kekejaman
Untuk mencari dan terus mencari tanpa bisa memiliki
Selain “Tetesan Air Mata”
(samiroh)

Tepat tanggal 29 November 2006, genap sudah 27 tahun kujalani hidup dan konon aku di lahirkan pada hari itu, meskipun aku tak pernah tahu pasti antara tahun 79 atau 80. Tak terasa genap pula setahun aku di Purwokerto. Masih teringat masa setahun yang lalu, masa yang begitu pahit dalam kehidupanku, masa yang begitu suram dalam perjalananku. Setahun telah ku lewati dengan tertatih-tatih mengembalikan retakan hati yang patah.
Matahari pagi hari ini rasanya seperti bersinar lebih cerah dalam kehidupanku, bunga-bunga pun bermekaran kembali. Aku merasa mendapat kehidupan baru disini, kota yang asing bagiku. Aku merasa semua orang mencurahkan kasih yang tulus dan mudah-mudahan ihlas. Bu Sri Murtiyah seperti kuanggap ibuku sendiri, Beliau adalah sosok yang bijak yang sewaktu-waktu dapat membagi pengalaman hidupnya untuk referensi buatku, beliau juga tempat berbagi semua keluh kesahku. Kang Sun haji, yang selalu memberiku satu kekuatan untuk bertahan sejenak disini. Ustad Kuswanto, sosok yang enak untuk bercengkerama, sering mengisi saat kepenatan berpikir yang acap kali menggoda ruang dan waktuku. Syukron atas senyumnya, tiap aku bersamamu pasti kulihat sunggingan senyummu yang tulus tanpa tendensi apapun. Kang aris LPP, yang kadang masih terkesan pendiam rupanya memendam begitu banyak persoalan dan misteri hidup yang rumit. Meski terkesan kurang sosialisasi diri, namun dalam prinsip-prinsip hidup selalu tegas. Mestinya aku banyak belajar dari beliau. Gus Luq, meski terkesan celelekan, tapi kuhargai niatanmu yang tulus untuk kebahagiaanku. Singgih Muallim, sosok kyai yang sangat soleh, jujur dan polos. Ustadah Lilik, temen seperjuanganku disini, meski engkau masih terbaring sakit dirumah (moga cepet sembuh). Meski terkesan aku agak cuek, bukan maksudku untuk cuek. Tapi aku masih bingung dengan kaidah dan norma yang berlaku disini. Sosok K5 ( Kang Sutiman, Riswanto, agus dan Bang Qodir) yang selalu bersahaja. Kalian semua adalah orang-orang terbaikku disini pasca kepergian kang Nasir, kang Ridho dan kang Chandra.
Aku merasa mendapat ketenangan dan kebahagiaan berada di antara kalian. Kendati kenangan pahit masa silam sesekali datang mengganggu angan. Jika kenangan masa lalu muncul kembali dalam ingatanku, aku akan berusaha menyembunyikan agar tidak diketahui siapa pun, termasuk pada kalian.
Hari bergilir hari, siang berganti malam, semuanya silih berganti. Kenangan pahit masa lalu, berlahan mulai redup dan mulai aku kikis dari ingatan. Walaupun rasanya berat. Kini aku harus belajar tentang kenyataan hidup. Kini rasanya daya ingatanku mulai kembali normal dan kesehatanku mulai beranjak pulih seperti sediakala. Kini aku dapat merasakan ketenangan dan kedamaian, meski terkadang kenangan masa silam datang menghantui. Kerap ditengah malam yang sunyi dan tak kala semua penghuni kos terlelap dalam bunga tidur masing-masing, bayangan masa silam sering menari-nari indah dibenakku. Kejadian demi kejadian berjalan laksana sebuah episod drama sedih yang diputar kembali. Dalam keadaan seperti ini, maka tak terasa kedua mata ini menitikkan air mata.
Waktu terus berjalan dan tak kenal kompromi, siapa yang tidak melangkah pasti akan tergilas roda waktu dan sepertinya pula tak ada yang berubah dalam diriku. Aku masih seperti dulu. Rasanya tak ada kata-kata yang layak untuk menggambarkan suasana dan kecantikan pagi ini, bahkan kata-kata pujian akan menghindar karena malu tidak mampu menyebut pesona pagi ini. Seandainya para penyair dan pujangga yang terkenal diminta untuk mengubah syair untuk memujanya, tentu pena mereka akan menjadi tumpul.
Biarlah api cinta mengalir melalui tatapan mata karena bahasa mata lebih bermakna dari kata-kata. Melalui pancaran cahaya mata akan terbaca hakekat cinta. Hati adalah cermin, yang memancarkan cahaya kedalam mata. Oleh karena itu, orang yang berjiwa lembut akan sanggup membaca gelora cinta dalam tatapan mata. Cinta itu laksana tetesan hujan rintik-rintik hujan, jika ia jatuh diatas tanah yang subur, maka air cinta akan menebarkan rahmat, kasih dan sayang. Sementara jika ia jatuh kedalam tanah yang kering nan gersang, maka ia akan menumbuhkan rasa kebencian, kemurkaaan dan dendam kesumat. Hanya Pada-Mu lah wahai Rob sandaran sesungguhnya segala Orientasi

Tidak ada komentar: