Review Buku
“Sains
Qur’ani : Produk Integrasi Sains dan Agama”
(Tinjauan atas Buku Dr. Hartono, M.Si “Pendidikan Integratif”)
Oleh
Abd. Qohin
A.
Identitas Buku
Judul : Pendidikan Integratif
Pengarang : Dr. Hartono M.Si.
Penerbit : STAIN Press bekerjasama dengan Penerbit Litera
Buku, Yogyakarta
Tahun Terbit : Cetakan I tahun 2011
Kota Terbit : Purwokerto
ISBN :
978-602-99074-0-7
Jumlah
Halaman : 256
B. Sekilas tentang
Penulis[1]
Dr. Hartono, M.Si. adalah staf
pengajar tetap STAIN Purwokerto sejak tahun 2005 untuk mata kuliah Psikologi
Belajar, Filsafat Pendidikan Islam, dan Filsafat Ilmu. Mulai tahun 2010 menjadi
staf pengajar luar biasa di STKIP Islam Bumiayu. Dilahirkan di Lamongan, 1 Mei
1972, ia memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Filsafat Universitas Gadjah
Mada (UGM) tahun 1997 dan gelar Magister Sains diperoleh dari program Studi
Psikologi Perkembangan Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung tahun 2001-2004
serta gelar Doktor Ilmu pendidikan diraih dari Program Studi Pendidikan Nilai
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Bandung tahun 2007-2010.
Meskipun ia kuliah di Kampus PTN, ia
selalu menulis tugas akhir dengan tema ke-Islam-an. Dia menggunakan analisis
filosofis Barat untuk membedah teologi Islam (skripsi), Psikologi sosial untuk
membedah dinamika kepatuhan dan kemandirian saantri di Pesantren (tesis), dan
menggunakan teori-filsafat pendidikan dan psikologi belajar untuk mengembangkan
pendidikaan Islam (disertasi).
C. Bahasan
Buku dan Analisa
Buku
Pendidikan integratif, karya Hartono ini merupakan modifikasi
disertasi penulis yang berjudul “Pengembangan Model Pendidikan Nilai dalam
Pembelajaran Integrasi Sains dan Agama di MA Unggulan Darul Ulum Jombang Jawa
Timur”. Fokus bahasan buku ini, sebagaimana tercantum dalam katalog adalah
pembelajaran sains dan agama yang dipadukan (integrasi), dengan ilustrasi
gambar dalam sampul buku seorang perempuan bule yang sedang belajar sains,
hasil sains modern dan seorang ibu yang mengajari dua orang putrinya membaca Al
Qur’an.[2]
Latar belakang penulisan buku ini didasari ungkapan kegelisahan
penulis buku melihat dikotomi ilmu yang terus melanda pendidikan kita akibat
pengaruh sekulerisasi sains barat. Hal itu juga amini oleh Mulyadi Kartanagara,
bahwa gejala deislamisasi ilmu pengetahuan diakibatkaan oleh gerakan
sekulerisasi di Barat. Para Saintis Barat tidak membawa-bawa agama ke dalam
ilmu pengetahuan. Mereka memandang bahwa yang betul-betul ilmu pengetahuan
hanyalah sains, sementara pengetahuan tentang Tuhan atau lebih luasnya lagi
agama bukanlah berupa ilmu.[3]
Di
samping itu, buku ini juga lahir juga dari kegelisahan penulis buku tentang
tujuan pendidikan nasional dalam UU No.20 tahun 2003 yang sangat sempurna untuk
bahasa manusia.[4]
Mungkinkan hal itu dapat diwujudkan oleh pendidikan kita? Penulis buku agaknya
sedikit ragu melihat potret pendidikan Indonesia yang sejak lama mengalami
dikotomi ilmu dan khususnya Madrasah yang merupakan representasi pendidikan
Islam di negeri ini mampu mewujudkan tujuan mulia tersebut. Keraguan itu
sebenarnya cukup beralasan karena secara yuridis formal materi pembelajaran di
sekolah tidak mencerminkan substansi UUD 1945 pasal 31 ayat 31, yaitu: “pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan tehnologi
yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama…”. Menurut Omar Bakar pengembangan
sains dan tehnologi yang menjunjung tinggi nilai-nilai juga sejalan dengan
tuntutan dan tantangan terbesar abad ke-21 yang dihadapi oleh umat Islam yaitu
imperialisme ekonomi dari adidaya ekonomi dunia.[5]
Di samping itu, tak kalah pentingnya problem pendidikan kita adalah pendidikan
modern kita selama ini adalah hasilnya
sangat menekankan dan mengunggulkan kualitas intelektual atau kepandaian yang
dilambangkan dengan IQ.[6]
Melihat
gejala di atas penulis buku menyuguhkan solusi berupa perlunya pengembangan
lembaga pendidikan yang dalam proses pembelajarannya yang memadukan sains dan
tehnologi yang berbasis struktur muslim yang menjunjung nilai-nilai agama. Inilah
yang ia sebut sebagai pembelajaran integratif. Pendidikan integrasi merupakan Pendidikan
yang mengintegrasikan dan mengkaitkan satu mata pelajaran dengan pelajaran
lain, bukan hanya dibatasan implikasi (seperti yang biasa dilakukan sekolah),
tetapi di dalam relasi konsep, sehingga anak-anak dibangun dalam pemikiran yang
konsisten antara satu konsep pelajaran dengan konsep lainnya. Integrasi
kurikulum bukanlah metode baru untuk mengorganisir instruksi. Pendidikan
pertama kali dieksplorasi dengan konsep mengintegrasikan kurikulum dilakukan pada
tahun 1890. Selama bertahun-tahun, telah ada banyak peneliti pendidikan,
misalnya, Susan Drake, Heidi Hayes Jacobs, James Beane dan Gordon Vars, yang telah
menggambarkan berbagai penafsiran tentang integrasi kurikulum dengan mengacu
pada kurikulum sebagai sesuatu yang terjalin, terhubung, tematik,
interdisipliner, multidisiplin, berkorelasi, terkait dan holistik.[7]
Sejalan dengan hal tersebut,
Integrasi pembelajaran adalah menunjukkan kemampuan untuk menghubungkan
informasi dari konteks yang berbeda dan perspektif. Ini termasuk kemampuan
untuk menghubungkan domain ide dan filsafat ke dunia yang nyata, dari
satu bidang studi atau disiplin yang lain, dari masa lalu sampai sekarang, dari
satu bagian ke keseluruhan, dari abstrak ke konkret dan sebaliknya. [8]
Integrasi
sains dan agama merupakan upaya untuk mengaitkan antara perspektif teoritik dan
wahyu (kitab suci Al Qur’an atau hadits) atas fenomena tertentu (objek
pengetahuan tertentu). Dalam konteks ini, penulis buku lebih condong dalam
dalam mengambil objek kajian dalam konteks integrasi (memadukan) sains dan
nilai agama. Menurut
Feisal Yusuf Amir bahwa pendidikan integratif merupakan pendidikan pendidikan
umum (Public School) yang berorientasi pada nilai, ajaran, dan
prinsip-prinsip syariat, baik dalam pengertian agama sebagai wahyu maupun agama
sebagai kultur Islami.[9]
Paradigma rancang bangun pendidikan yang dimaksud oleh penulis buku adalah
paradigma integratif sebagaimana yang disebutkan dalam definisi tersebut.
Dengan
demikian, menurut Hartono jika pembelajaran tersebut dilaksanakan dan berhasil
maka akan melahirkan saintis-saintis dan tehnolog-tehnolog “Jenis baru” yang
dibutuhkan dalam proses pendidikan sains dan tehnologi yang integral dan holistik[10],
bukan saintis dan tehnolog yang picik. Salah satu lembaga yang melakukan
pengembangan desain kurikulum dalam proses pembelajaran yang memadukan sains
dan tehnologi dengan nilai-nilai agama (Integrasi) adalah MA Darul Ulum Jombang
sebagaimana yang beliau teliti. Menurut Moh. Roqib, dalam merancang desain
kurikulum dalam pendidikan Islam minimal ada tiga prinsip yang harus
dipengangi:[11] pertama,
pengembangan pendekatan relegius kepada dan melalui semua cabang ilmu
pengetahuan; kedua, isi materi pelajaran yang bersifat relegius
seharusnya bebas dari ide dan materi yang jumud dan tak bermakna; dan ketiga,
pembuatan kurikulum harus memperhitungkan setiap komponen yang oleh Taylor yang
sering disebut tiga prinsip : Kontinuitas (kesinambungan), Sekuensi dan
Integrasi. Dalam konteks yang lebih operasional bahan pelajaran perlu disajikan
pula dalam bentuk Sekuensi, Gradasi, kuantitas dan berbagai pendukung
lain yang sesuai dengan tujuan pendidikan.[12]
Jika melihat rancang bangun desain kurikulum tersebut cukup menarik melihat
visi dari MA Darul Ulum Jombang yaitu “…Mencetak santri yang Berotak London
dan Berhati Masjidil Haram”. Visi inilah yang menjadi inspirasi dalam
proses pengembangan pembelajaran di MA Darul Ulum Jombang.
Dalam buku ini menyuguhkan banyak
teori-teori relasi dunia sains, agama, nilai dan manusia dalam pembelajaran.
Dalam kaitannya hubungan agama dan sains, penulis buku melihat ada titik temu
antara agama dan sains modern dan keduanya merupakan dua hal yang tidak
terpisahkan. Dengan demikian maka hubungan sains dan agama tidak lagi pada
tahap konflik, independensi, atau dialog, tetapi telah masuk pada tahap
integrasi berupa dialog antara sains dan agama. Pada bab ini juga banyak
membahas tentang pilar-pilar integrasi sains dan agama dengan berpijak pada
tiga pilar. Tiga pilar sains Islam jelas harus dibangun dari prinsip tauhid
yang tersari dalam kalimat Laailaha illaallah dan terdeskripsi dalam
rukun iman dan rukun Islam.[13] Pertama,
Ontologi yaitu bahwa objek integrasi sains dan agama adalah dualistik yang
holistik yaitu realitas yang
nyata (material) dan tidak nyata (immaterial). Kedua,
Epistimologi artinya integrasi sains dan agama menempatkan mata, telinga, dan hati
sebagai sumber pengetahuan dengan menempatkan entitas fisik dan non fisik
sebagai objeknya. Ketiga, Aksiologi yang
menekankan pada aspek nilai untuk menghindari krisis. Sains mestinya
direkonstruksi dan dikembangkan untuk membantu manusia menjadi orang yang
pandai bersyukur.
Buku ini juga banyak mengupas
tentang implementasi integrasi sains dan agama dalam pembelajaran beserta contoh-contoh
model integrasi sains dan agama. Diantaranya adalah, pertama, pada kasus materi pembelajaran kelas X
pembahasan tentang Gerhana. Selain dengan teori sains juga diintegrasikan
dengan ayat Al Qur’an surat An Nahl 16 dan Hadist Nabi. Kedua,
Pembahasan tentang fenomena hujan dengan menggunakan pendekatan sains dan agama.
Ketiga, Pembahasan Biologi dalam Al Qur’an tentang keanekaragaman
kehidupan hewan. Disamping itu juga kasus materi kelas XI tentang penciptaan manusia, minyak bumi dan panca
indera. Integrasi sains dan agama sebagai model pembelajaran untuk mata pelajaran
IPA atau Pendidikan Agama Islam (PAI) tentu memiliki efek-efek pembelajaran.
Tentunya, efek-efek positif dan produktiflah yang mestinya dicari dalam
integrasi sains dan agama. Sesuatu yang positif dan produktif inilah yang
penulis buku ia sebut pendidikan nilai. Menurut Fraenkel, nilai adalah “…is
a idea a concept about what some one thinks is important in life”.[14] Nilai adalah sebuah ide. Ide mengenai konsep yang dipikirkan orang
banyak dan sesuatu penting itu dalam hidup. Efek-efek positif dari pembelajaran
integratif dari hasil penelitian tersebut antara lain: bertambahnya keimanan
dan ketaqwaan, munculnya “sains baru” (wujud sains Qurani),[15]
membangkitkan rasa syukur, membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan meningkatkan
rasa percaya diri siswa.
Bertolak
dari hal tersebut, maka pendidikan Islam akan dihadapkan pada tantangan yang
tidak ringan dalam rangka mewujudkan pendidikan integratif yang mencoba secara
maksimal mengembangkan ketiga potensi manusia tersebut. Terlebih dalam kondisi
sekarang di mana tuntutan kepada sumber daya manusia yang unggul menjadi hal
yang tidak dapat diabaikan.
Dari
hasil penelitian buku ini menghasilkan model pendidikan nilai dalam
pembelajaran integrasi sains dan agama dan merekonstruksi ranah keilmuan berupa
“wujud sains qurani”. Pilar-pilar Rekonstruksi ranah keilmuan dalam sains baru
meliputi metafisika dalam sains qur’ani, reasoning (Pembentukan) sains
qur’an, sistem epistimologi sains qur’an, dan aksiologi sains qur’an. Sedangkan
rekonstruksi pada ranah pembelajaran ia jelaskan dari hasil simpulan dari
penelitian yang berupa produk integrasi sains qur’ani yang ia sebut sebagai
“sains qur’ani”. Dari hasil produk itulah lahirlah pemahaman tentang pengakuan
atas kekuasaan Allah, kekaguman atas kerja alam ini, pengakuan diri lemah dibanding
kuasa Allah, dan sebagainya selalu terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran. Subhanaallah,
Allahu Akbar, Innalillahi wa innailaihi rajiun, Alhamdulilah dan lain-lain
menjadi ekspresi spontan peserta didik selama dan setelah proses pembelajaran
integrasi tersebut yang selalu mengagungkan Allah SWT. Dan ujung dari pemahaman
terhadap materi integrasi adalah kepribadian yang penuh rasa syukur. Dengan
pendidikan demikian, akan memproduksi rasa syukur sebagai akibat dari produk
pengetahuan integratif, yaitu kompeten secara keilmuan dan kepribadian
yang penuh syukur.
Pembahasan tentang pendidikan
integratif dalam buku ini menggunakan pisau bedah dan pendekatan teori-teori
filsafat, menjadikan buku ini berbobot dan lebih mendalam pembahasannya. Sehingga
pembaca betul-betul dapat memahami dengan tajam tentang maksud dari penulis
buku. Di samping itu, dengan menghadirkan beberapa contoh dalam integrasi
beberapa materi sains dalam buku
tersebut, menjadikan kekuatan lebih dari buku tersebut. Pembaca akan langsung
dapat melihat contoh riil dari model pembelajaran integratif.
Suatu kritik untuk buku ini adalah
bahwa pemabahasan diawali langsung dengan beberapa contoh materi sains yang di
integrasikan. Pada aspek pengembangan kurikulum integrasi sains justru tidak
nampak pada pembahasan buku ini. Ini menjadikan pembahasan integrasi kurikulum
sepertinya terpisah dari materi integrasi sains. Padahal keduanya merupakan
bagian dari kurikulum secara keseluruhan (komprehensip).
Dan terakhir, Keseluruhan isi buku merupakan
ungkapkan gagasan terkait format baru pendidikan yang lebih komprehensif dengan
membidik manusia yang tidak terpisah dengan Tuhan dan alam (antropologis)
sebagai paradigmanya. Bukan sekedar gagasan, melainkan potret pendidikan ideal
di masa depan. Realisasi lebih bagus daripada konsep dan design, semoga
suatu saat nanti ditemukan lembaga pendidikan semacam ini.
D. Penutup
Akhirnya, terlepas dari kelebihan
dan kekurangannya buku karya Hartono ini setidaknya telah memberi kontribusi
positif bagi pengembangan disiplin ilmu pendidikan Islam, terutama memperkaya
khazanah kajian Pendidikan Nilai. Tentu sangat
menarik untuk dibaca karena diharapkan setelah membaca buku ini dapat
memberikan inspirasi dan energi positif bagi guru maupun pembaca dalam menyusun
materi ajar dan dalam pembelajaran dengan bingkai dan nuansa integratif.
Contoh-contoh materi yang diintegrasikan dalam pembelajaran sains terasa
berbeda dan menjadi ruh dalam proses pembelajaran dengan perpaduan sains modern
dan dibingkai dengan ayat-ayat Al Qur’an.
Dan yang paling penting dari itu
semuanya, model yang ditawarkan dalam buku ini dapat diadopsi dan
diimplementasikan pada lembaga-lembaga pendidikan Islam. Sebagai buku edukatif,
buku ini sangat layak dijadikan salah satu referensi yang sangat penting bagi
pengembangan kurikulum dan pembelajaran di lembaga pendidikan Islam atau bagi
kalangan yang ingin menambah wawasan dibidang kajian pendidikan nilai.
DAFTAR PUSTAKA
Alberta
Education Team, (2007), Primary
Programs Framework for Teaching and Learning, Curriculum Integration: Making
Connections, Canada: Alberta.
Bakar,
Omar, (2008), Tauhid dan Sains: Perspektif Islam tentang Agama dan Sains,
Bandung : Pustaka hidayah.
Barber,
James Patrick, (2009), Integration of
Learning: Meaning Making For Undergraduates Throught Connection, Aplication,
and Synthesis, Dissertation, The
University of Michigan
Doll,
Ronald C, (1974), Curriculum Improvement: Decition Making and Process,
Boston: Allyn and Bacon,Inc.
Feisal,
Jusuf Amir, (1995), Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani
Press.
J.R,
Frainkel, , (1977), How to Teach about Values: An Analityc Approach, New
Jersey: Prentice-Hall,inc.
Mahmudah,
Siti, (2009), “Mengembangkan Kecerdasan Manusia Melalui Pendidikan Islam”,
dalam Jurnal Nizamia, vol 12, no.1
Musafah,
Jejen, (2012), (ed),Pendidikan Holistik, Pendekatan Lintas Perspektif,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Purwanto,
Agus, (2008),Ayat-Ayat Semesta, Sisi Al Qur’an Yang Terlupakan, Bandung:
Mizan.
Roqib,
Moh, (2009), Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif di
Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, Yogyakarta: LKis.
Saryono,
Djoko, (2003), “Pendidikan Sekolah sebagai Wahana Pembentukan Karakter dan
Intelektual Pelajar untuk Menyongsong Abad Pengetahuan”, dalam Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran, vol. 2 no. 8
Tim
Pengembang Ilmu Pendidikan UPI,( 2007), Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan, Bagian III Pendidikan Disiplin Ilmu, cet II, Jakarta: PT
Imperial Bhakti Utama.
Undang-Undang
No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[2] Ilustrasi gambar sampul buku
ini cukup mewakili judul buku. Artinya bahwa seorang perempuan bule yang sedang
belajar sains seolah-olah mewakili Barat yang sekuler dan lepas dari nilai
agama, sehingga menghasilkan produk-produk sains modern yang canggih. Sedangkan
gambar seorang ibu yang sedang mengajari putrinya membaca Al Qur’an
menggambarkan seolah-olah Agama terpisah dari dunia sains. Judul “Pendidikan
Integratif” inilah yang menjadi solusi yang ditawarkan penulis buku dalam mendamaikan
Agama dan Sains sehingga menghasilkan saintis-qur’ani.
[3]Tim
Pengembang Ilmu Pendidikan UPI,(
2007), Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III Pendidikan Disiplin
Ilmu, cet II, Jakarta: PT Imperial Bhakti Utama, hal. 14.
[4]
Tujuan
Pendidikan Nasional adalah …bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Lihat Bab II pasal 3
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[5] Lihat Omar Bakar, (2008), Tauhid
dan Sains: Perspektif Islam tentang Agama dan Sains, Bandung : Pustaka
hidayah, hal. 34
[6] Pendidikan
hanya mengedepankan kecerdasan otak dengan sejumlah materi pelajaran yang harus
dikuasai dan dipahami oleh peserta didik, dan profil hasil belajarnya hanya
diukur dari nilai-nilai akademik. Lihat dalam Djoko Saryono, “Pendidikan
Sekolah sebagai Wahana Pembentukan Karakter dan Intelektual Pelajar untuk
Menyongsong Abad Pengetahuan”, dalam Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran,
vol. 2 no. 8, 2003, hal.133-134. Akibatnya dikhawatirkan akan menghasilkan peserta didik
yang pintar tetapi buta hati. Yang demikian ini terbukti betapa banyak orang
berpendidikan tinggi, dengan sejumlah gelar di depan dan di belakang, tetapi
masih tetap melakukan korupsi, kolusi, dan manipulasi. Banyak lulusan
pendidikan yang tidak dapat berkiprah di dunia pekerjaan sehingga terjadilah
pengangguran intelektual. Apabila populasi pengangguran meningkat, akan
menimbulkan masalah sosial, seperti krisis moral yang dapat berbuntut pada
multikrisis. Lihat Siti Mahmudah, “Mengembangkan Kecerdasan Manusia Melalui
Pendidikan Islam”, dalam Jurnal Nizamia, vol 12, no.1, 2009, hal.88
[7] Alberta Education Team, (2007), Primary Programs Framework
for Teaching and Learning, Curriculum Integration: Making Connections,
Canada: Alberta, hal.1. Didownload tanggal 1 Juli 2013, pukul 09.00
[8] Dalam beberapa tahun terakhir, istilah-integrasi
telah semakin banyak digunakan untuk menggambarkan ide untuk pembelajaran
terhubung atau terpadu, dan telah memperoleh perhatian sebagai hasil penting
dari pendidikan tinggi di Amerika Serikat. Lihat Kendall Brown, Lindsay, & VanHecke dalam James Patrick Barber, (2009), Integration of Learning: Meaning Making
For Undergraduates Throught Connection, Aplication, and Synthesis,
Dissertation, The University of
Michigan, hal.13. Didownload tanggal 1 Juli 2013, pukul 09.00
[9] Jusuf Amir Feisal, (1995), Reorientasi Pendidikan
Islam, Jakarta: Gema Insani Press, hal. 19. Lebih lanjut setiap satuan
pelajar dan seluruh struktur kurikulumnya berwawasan Islami sehingga tidak ada
satu kegiatan pun yang terlepas dari pendidikan syariat.
[10] Pendidikan holistik merupakan
pendidikan yang memberikan pemahaman terhadap problem-problem global seperti
Hak Azasi Manusia (HAM), Keadilan Sosial, Agama, Integrasi, pemanasan global
dan lain-lain, sehingga mampu melahirkan peserta didik yang berwawasan dan
berkarakter global serta mampu memberikan solusi terhadap problem kemanusiaan.
Lihat Jejen Musafah, (2012), (ed),Pendidikan Holistik, Pendekatan
LintasPerspektif, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 4-5.
[11] Moh. Roqib, (2009), Ilmu
Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan
Masyarakat, Yogyakarta: LKis, hal.77-78.
[12] Ronald C Doll, (1974), Curriculum
Improvement: Decition Making and Process, Boston: Allyn and Bacon,Inc, hal.
139. Prinsip integrasi dalam pandangan Moh.Roqib merupakan sebuah prinsip yang
memandang adanya wujud kesatuan kehidupan dunia-akherat. Kehidupan di dua ala
mini dipandang sebagai suatu perjalanan yang tidak terputus. Dunia diletakkan
sebagai jembatan menuju alam akherat yang abadi. Lihat, Moh. Roqib, Ilmu
Pendidikan Islam, hal.84.
[13] Agus Purwanto, (2008), Ayat-Ayat
Semesta, Sisi Al Qur’an Yang Terlupakan, Bandung: Mizan, hal.189.
[14] Frainkel, J.R, (1977), How
to Teach about Values: An Analityc Approach, New Jersey: Prentice-Hall,inc,
hal.6.
[15] Yang ia maksud sains baru
adalah hasil perpaduan (integrasi) sains dan agama dalam pembelajaran sains
yang menjadikan Al Qur’an dan Hadist sebagai rujukan utama.