Minggu, 17 Januari 2010

Makna Maulid Nabi

“Makna Maulid Nabi; Meneladani Muhamad Sebagai Pendidik”

Masih Sebatas Seremonial
Kelahiran seorang manusia sebetulnya merupakan perkara yang biasa saja. Bagaimana tidak? Setiap hari, setiap jam, bahkan setiap menit dunia ini tidak henti-hentinya menyambut bayi-bayi manusia yang baru lahir. Karena perkara yang biasa-biasa saja, tidak terasa bahwa dunia ini telah dihuni lebih dari 6 miliar jiwa.
Karena itulah barangkali, Nabi kita, Rasulullah Muhammad saw., tidak menjadikan hari kelahirannya sebagai hari yang istimewa. Demikian juga keluarga maupun para sahabat beliau. Wajar jika dalam Sirah Nabi saw dan dalam sejarah otentik para sahabat beliau, sangat sulit ditemukan tentang adanya fragmen Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw., baik yang dilakukan oleh Nabi saw. sendiri maupun oleh para sahabat beliau. Sebab, sebagaimana manusia lainnya, secara fisik atau lahiriah, memang tidak ada yang istimewa pada diri Muhammad sebagai manusia, selain beliau adalah seorang Arab dari keturunan yang dimuliakan di tengah-tengah kaumnya
Fenomena di Indonesia menunjukkan antusiasme masyarakat dalam memperingati maulid Nabi Muhammad SAW sangat luar biasa, di satu sisi memang perlu diapresiasi paling tidak mereka ingat akan Nabi yang menurut mereka membawa pesan Allah dalam rangka memerdekakan manusia. Namun, di sisi lain atusiasme tersebut harus tetap dicermati mengingat kesemarakan di balik antusiasme memperingati kelahiran manusia yang mereka anggap pembawa risalah ketuhanan itu sudah terduksi sedemikian sehingga melupakan aspek mendasar dari kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut.Akibat tereduksinya nilai-nilai mendasar dari makna maulid tersebut tidak sedikit kemudian dijumpai praktik-praktik yang menyimpang dan bisa dikatakan berlawanan dengan peringatan kelahiran Nabi terakhir itu.
Untuk itu, ketika umat Islam ketika memperingati maulid Nabi layak mencermati apakah dari peringatan akan menjadi sebagai momentum untuk merefleksikan diri setiap individu umat Islam atau umat Muhammad sejauh mana mereka telah menjalankan ajaran yang dibawa beliau. Refleksi setiap individu itu sangat mendasar guna mengevaluasi sejauh mana setiap individu dari kita selaku umat Muhammad telah beramaliah sesuai dengan tuntunan syariah yang dibawa beliau ke dunia ini.
Namun, menurut Mahmudi Asyari jika setiap momentum hanya sebatas seremonial, jangankan peringatan maulid Nabi yang tidak ada kaitan secara langsung dengan ibadah, ibadah mahdah yang memerintahkan setiap pelakunya untuk mengimplementasikan kebaikan, tidak akan banyak mempengaruhi perilaku muslim. Dan, fenomena tersebut menemukan contoh kongkritnya di negeri kita yang meskipun penghuni mayoritasnya adalah muslim, korupsi justru sangat marak. Ini, sungguh ironi di mana semestinya melalui ajaran sholat yang dibawa Nabi Muhammad menghindari korupsi, karena hal itu merupakan perbuatan keji dan mungkar, malah masuk kelompok negara terkorup di dunia yang sudah barang tentu muslim lah sebagai grup yang memimpin korupsi. Fenomena tersebut juga menunjukkan bahwa ibadah yang mereka lakukan baru sebatas seremonial tanpa pemaknaan. Begitu juga dengan peringatan hari-hari besar Islam seperti Maulid Nabi yang semestinya dijadikan sebagai momentum peningkatan pemaknaan ibadah dalam rangka menebar kebaikan dan keadilan, akan tereduksi ke dalam bentuk acara kolosal dan pesta yang kesemuanya bermuara kepada satu hal, yaitu konsumerisme. Itu pun jauh lebih baik dibandingkan praktik yang menjurus kepada aspek mistik dan syirk.
Kelahiran Nabi saw : Kelahiran Masyarakat Baru
Sebagaimana diketahui, masa sebelum Islam adalah masa kegelapan, dan masyarakat sebelum Islam adalah masyarakat Jahiliah. Akan tetapi, sejak kelahiran (maulid) Muhammad saw. di tengah-tengah mereka, yang kemudian diangkat oleh Allah sebagai nabi dan rasul pembawa risalah Islam ke tengah-tengah mereka, dalam waktu hanya 23 tahun, masa kegelapan mereka berakhir digantikan dengan masa ‘cahaya'; masyarakat Jahiliah terkubur digantikan dengan lahirnya masyarakat baru, yakni masyarakat Islam.
Sejak itu, Nabi Muhammad saw. adalah pemimpin di segala bidang. Ia memimpin umat di masjid, di pemerintahan, bahkan di medan pertempuran. Ia tampak seperti seorang dokter jiwa yang mengubah jiwa manusia yang biadab menjadi jiwa yang memancarkan peradaban
Ia juga seorang politikus yang berhasil mempersatukan suku-suku Arab hanya dalam waktu kurang dari seperempat abad. Ia juga pemimpin ruhani yang melalui aktivitas ibadahnya telah mengantarkan jiwa para pengikutnya ke alam kelezatan samawiah dan keindahan suasana ilahiah.
Karena itu, kita bisa menyimpulkan bahwa makna terpenting dari kelahiran Nabi Muhammad saw. adalah keberadaannya yang telah mampu membidani kelahiran masyarakat baru, yakni masyarakat Islam; sebuah masyarakat dengan tatanan kehidupannya diatur seluruhnya oleh aturan-aturan Islam yang di bawa oleh Nabi Muhamad.
Meneladani Rosululloh sebagai Pendidik

Sesungguhnya Rasulullah SAW adalah seorang pendidik yang mampu membentuk manusia hingga menjadi manusia yang diridhai Allah SWT. Kebersamaan beliau selama ini dengan kita sesungguhnya adalah pendidikan yang beliau berikan kepada kita.

Menurut Tadjuddin Noor Lc Mencari ilmu, memahami ilmu, dan mengamalkan ilmu adalah ciri seorang guru yang berkualifikasi sebagai mu’alim. Guru yang seperti ini sangat haus akan ilmu dan berusaha mencarinya. Setelah menguasai ilmu, guru ini menebarkan ilmu itu ke lingkungan sekitarnya. Dengan tuntunan wahyu Allah SWT, Rasulullah SAW menebarkan ilmu kepada lingkungan sekitarnya hingga ke seluruh dunia melalui lisan para pengikutnya. Sang guru mengikat mereka dengan pengawasan dan pendekatan yang ketat sehingga amal murid-muridnya berdasarkan ilmu dan ilmu yang diperoleh murid-muridnya dapat diamalkan.


Di sinilah guru membentuk karakter yang islami murid-muridnya. Diperkenalkan kepada muridnya adab-adab atau perilaku yang islami sehingga tampaklah keindahan ajaran Islam dalam diri murid-muridnya. Ia memberi peringatan dan mewanti-wanti agar murid-muridnya tidak terjerumus ke jurang kehinaan, kesengsaraan, dan kekalahan. Ia juga mempersatukan mereka dengan satu tatanan sosial masyarakat atau kelompok sebagai kontrol terhadap perilaku yang dilakukan masing-masing muridnya. Di sini guru sedang membentuk manusia beradab hingga peradaban Islami yang dicita-citakan terwujud, sebuah masyarakat yang di idam-idamkan semua orang yaitu masyarakat madani.

Mendidik dengan Kasih Sayang

Mendidik anak adalah menumbuhkembangkan kepribadian sang anak dengan memberikan kehormatan kepadanya, sehingga Nabi SAW sangat menghormati anak-cucunya. Bila memang sejak kecil ia sudah memiliki perasaan, maka jangan sampai ada perlakuan yang menjadikannya merasa terhina.
Ada sebuah riwayat, seorang anak lelaki digendong oleh Nabi dan anak itu pipis, lantas ibunya langsung merebut anaknya itu dengan kasar. Nabi kemudian bersabda, "Hai, bajuku ini bisa dibersihkan oleh air, tetapi hati seorang anak siapa yang bisa membersihkan". Riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi berkata, "Jangan, biarkan ia kencing hingga ia selesai". Dari hal ini, muncul ketentuan, bila anak laki-laki kencing cukup dibasuh, sedangkan bila anak perempuan dicuci dengan sabun. Riwayat tadi memberi pelajaran bahwa sikap kasar terhadap seorang anak dapat mempengaruhi jiwanya sampai kelak ia dewasa.


Namun sisi lain, ada satu hal di mana Nabi SAW sangat hati-hati dalam persoalan anak. Ketika Nabi SAW sedang berada di masjid, ada orang yang mengirim beliau kurma, kemudian cucunya (Hasan) datang dan naluri anak-anak,Hasan mengambil sebuah kurma lalu langsung memakannya. Nabi bertanya kepada Fatimah ibunya, "Cucuku tadi mengambil kurma dari mana?" Sampai akhirnya, dipanggilnya Hasan dengan penuh kasih sayang dan diambil kembali kurma dari mulutnya. Ini maknanya apa? Nabi tidak mau anak cucunya itu memakan sesuatu yang haram, walaupun ia masih kecil dan tidak ada dosa baginya, karena itu akan memberikan pengaruh kepadanya kelak ia besar.
Sebuah Renungan
Dari paparan di atas, jelas bahwa Peringatan Maulid Nabi saw. sejatinya dijadikan momentum bagi kaum Muslim untuk terus berusaha melahirkan kembali masyarakat baru, yakni masyarakat Islam, sebagaimana yang pernah dibidani kelahirannya oleh Rasulullah saw. di Madinah. Sebab, siapapun tahu, masyarakat sekarang ini masih jauh dari tuntunan dari nlai-nilai islami.
Rasulullah tidak hanya menyeru manusia agar beribadah secara ritual kepada Allah dan berakhlak baik, tetapi juga menyeru mereka seluruhnya agar menerapkan semua aturan-aturan Allah dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Sejak awal, bahkan para pemuka bangsa Arab saat itu menyadari, bahwa secara politik dakwah Rasulullah saw. akan mengancam kedudukan dan kekuasaan mereka. Itulah yang menjadi alasan orang-orang seperti Abu Jahal, Abu Lahab dan para pemuka bangsa Arab lainnya sangat keras menentang dakwah Rasulullah saw.