Rabu, 05 November 2008

“Supercamp : Pembelaran berbasis pengalaman dan life skill”

“Supercamp : Pembelaran berbasis pengalaman dan life skill”

Abd Qohin

Supercamp dan pembelajaran

Fenomena menarik di bidang pendidikan saat ini adalah lahirnya berbagai model pendidikan yang menjadikan alam sebagai tempat dan pusat kegiatan pembelajarannya. Pembelajaran tidak lagi dilakukan di dalam kelas yang dibatasi oleh ruang dan waktu an sich, tetapi lebih fokus pada pemanfaatan alam sebagai tempat dan sumber belajar. Belajar di alam dengan alam yang telah menyediakan beragam fasilitas dan tantangan bagi peserta didik akan sangat menyenangkan. Tinggal kemampuan kita bagaimana "mengekploirasi" sumber daya alam menjadi media, sumber dan materi pembelajaran yang sangat berguna.

Dalam buku Quantum Learning Bobbi De Porter mengatakan "Dengan mengendalikan lingkungan Anda, Anda melakukan langkah efektif pertama untuk mengendalikan seluruh pengalaman belajar Anda". Bahkan sekiranya saya harus menyebutkan salah satu alasan mengapa program kami berhasil membuat orang belajar lebik baik, saya harus menyebutkan karena kami berusaha menciptakan lingkungan optimal, baik secara fisik maupun emosional.
Bobbi De Porter juga yang pertama kali mengenalkan model pendidikan Quantum secara terprogram dengan nama Super Camp yaitu sebuah program pembelajaran dan pelatihan bagi siswa agar kecerdasannya bertambah dua kali lipat dari sebelumnya. Supercamp menggabungkan Neuro Linguistik Programming (NLP), sugestologi, accelerated learning (teori pemercepatan belajar), dan beberapa metode yang diciptakan sendiri oleh Bobbi DePorter. Ia menjadikan alam sebagai tempat pembelajaran. Peserta didik dengan bebas "mengeksploirasi" apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan di alam. Guru menempatkan dirinya sebagai mitra peserta didik dalam berdiskusi menyelesaikan problem yang ditemukan di alam. Out put dari model pendidikan Quantum ini terbukti memiliki keunggulan kompetitif lebih baik dibandingkan out put model pendidikan konvensional yang dilakukan di dalam kelas. Melalui Super Camp peserta didik lebih leluasa memanifestasikan subyektifitasnya yang sangat jarang ditemukan dalam praktik pendidikan konvensioal dalam kelas di sekolah.


Jika di dalam kelas subyektifitas peserta didik tertekan oleh otoritas guru, maka di alam, guru dan peserta didik dapat dengan leluasa menciptakan hubungan yang lebih akrab satu sama lain. Dari hubungan yang akrab ini lebih lanjut terjadi hubungan emosional yang mendalam antara guru dengan peserta didiknya. Dalam kondisi seperti ini, subyektifitas peserta didik dengan sendirinya akan mengalir dalam diskusi dengan guru di mana telah tercipta suasana belajar yang kondusif.


Menyatunya para siswa dengan alam sebagai tempat belajar dapat memuaskan keingintahuannya (curiousity), sebab mereka secara langsung face to face berhadapan dengan sumber dan materi pembelajaran secara riil. Hal yang sangat jarang terjadi pada pembelajaran di dalam kelas. Di alam mereka akan melihat langsung bagaimana sapi merumput, mereka mendengar kicau burung, mereka juga merasakan sejuknya air, mencium harum bunga, memetik sayur dan buah yang semuanya merupakan pengalaman nyata tidak terlupakan. Mereka belajar dengan nyaman, asyik dan berlangsung dalam suasana menyenangkan, sehingga informasi terekam dengan lebih baik dalam otak para siswa. Melalui proses eksploratoris seperti di atas, para siswa telah melakukan apa yang dikenal dengan istilah global learning (belajar global), sebuah cara belajar yang begitu efektif dan alamiah bagi manusia.

Kurikulum dan Game

Kurikulum di supercamp adalah kombinasi dari berbagai unsur yang di kembangkan dari suatu falsafah belajar dapat dan harus menyenangkan. Artinya yang mendasari kurikulum ini adalah falsafah belajar efektif dan belajar menyenangkan, dengan kata lain bahwa proses belajar adalah seumur hidup yang dapat dilakukan dengan menyenangkan dan berhasil.
Kurikulum dalam supercamp setidaknya menyangkut tiga hal yaitu : ketrampilan akademis, ketrampilan hidup (life skill) dan tantangan fisik serta memadukan dengan nilai-nilai fitri agama. Dengan kombinasi itu di harapkan akan menghasilkan pribadi yang kuat secara fisik, akademik maupun secara moral. Ketiga kurikulum itu merupakan campuran yang menghasilkan perbedaan besar dalam kehidupan ribuan siswa. Karena setiap program terdiri dari gabungan para siswa dan para Pembina yang benar-benar baru, maka masing-masing merupakan pengalaman yang unik. Pelajaran dan game dalam lapangan di ajarkan secara bervariasi.

Biasanya penerapan metode yang banyak di gunakan dalam supercamp adalah penggunaan model Quantum learning. Oleh karena itu dalam menerapkan model quantum learning pada program supercamp, games dan diskusi serta lingkungan belajar harus betul-betul ditata sedemikian rupa agar membuat peserta supercamp menjadi senang mengikuti semua materi yang disampaikan. Karena pada dasarnya proses pembelajar di supercamp itu adalah usaha untuk membuat belajar menjadi menyenangkan, baik oleh pembelajar maupun terhadap pebelajar, maka semua metode yang dirancang atau pun lingkungan belajar harus ditata agar membuat pebelajar menjadi senang. Berdasarkan pemantauan penulis dalam observasi di lapangan dan didukung oleh intervieu terhadap pembelajar dan pebelajar, dalam menerapkan model quantum learning, pola komunikasi yang paling dominan dilakukan adalah pola komunikasi multi arah. Pada proses pembelajarannya, khususnya dalam games dan diskusi pembelajar saling berinteraksi dengan para pebelajar, demikian juga para pebelajar saling berinteraksi dengan sesama pebelajar.Pelaksanaan supercamp dirancang sedemikian rupa, sehingga selama pebelajar berada di lokasi supercamp selama itu pula proses pembelajaran berlangsungsBentuk-bentuk komunikasi yang banyak diterapkan pada Quantum Learning adalah bentuk komunikasi kelompok.
Menurut Yoga Kuswandono Ada tiga fase besar digunakan belajar di alam terbuka. Fase pertama dinamakan Challenge SoulBrain. Selama dua hari mereka diajak untuk berada di alam bebas (boleh di sekitar lokasi sekolah atau di luar sekolah). Mereka disadarkan sebagai bagian dari lingkungan, ajaklah untuk melihat pencemaran yang terjadi.
Mereka diharuskan dapat melakukan sesuatu (tentunya tidak harus saat itu juga) sebagai respon terhadap masalah itu. Kemudian disajikan berbagai permainan yang menantang fisik (outbond dan lainnya) tidak peduli mereka berhasil atau tidak melewati permainan demi permainan yang diberikan.
Tanamkan pada dirinya bahwa sebenarnya tidak ada yang tidak bisa dilakukan asal ada kemauan dan usaha keras walaupun hasilnya ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi pengalaman pada saat melakukannya dapat menjadi pelajaran berharga untuk digunakan di kemudian hari.
Dibuat kelompok-kelompok kecil dan diciptakan iklim kompetitif dan kerjasama. Ini berguna untuk melatih dan mengembangkan semangat bekerjasama dalam tim. Sistem evaluasi hasil kerja tim lewat diskusi kelompok.
Setelah itu evaluasi lagi dengan cara yang sama. Challenge SoulBrain ditutup dengan refleksi singkat. Berupa evaluasi dan saling membagikan kesan-kesannya selama dua hari.
Fase kedua adalah Spirituality SoulBrain. Pemulihan dari pengalaman trauma dan luka batin serta penetapan tujuan ke depan menjadi fokus utama pelatihan ini.
Ada cara-cara praktis yang sebenarnya dapat dilakukan oleh orang awam selain psikolog sehingga guru-guru pembimbing dapat mempraktikkannya dengan mudah.
Fase ketiga adalah Academic SoulBrain. Fase ini ingin memadukan semua jenis gaya belajar baik itu somatis, audio, visual, dan intelektual. Asumsi ini mengumpamakan jika kita kembali lagi pada cara belajar waktu masih balita
Manfaat Supercamp Bagi Kecerdasan Natural Anak
Banyak orangtua menjadi bingung ketika anak meminta izin untuk ikut supercamp bersama teman-temannya. Biasanya orangtua akan merasa serba salah bila harus memutuskan hal yang satu ini. Jika diizinkan, mereka takut kalau-kalau nanti terjadi sesuatu yang tidah diharapkan. Tetapi jika dilarang, anak biasanya akan marah dan merasa kecewa. Anak akan beranggapan bahwa orangtua tidak pengertian dan tidak mau memberikan kesempatan kepadanya untuk bisa bersenang-senang bersama teman.

Memberikan izin kepada anak untuk mengikuti kegiatan supercamp memang tidak mudah. Terutama bagi orangtua yang tidak biasa melepaskan anak bermalam di suatu tempat yang baru dan bersama pihak lain. Kondisi seperti ini akan cenderung membuat orangtua ingin melarang anak agar tidak jadi ikut supercamp. Sebab, membiarkan anak pergi dan ikut supercamp boleh jadi akan membuat perasaan orangtua menjadi terasa sangat tersiksa. Bayangan-bayangan negatif yang mungkin terjadi pada diri anak selama di perkemahan akan terasa sulit sekali untuk dihapuskan.

Menyikapi hal di atas, menurut dr. Maya & Wido sebagai upaya untuk menghindarkan perasaan khawatir yang berlebihan maka orangtua seyogyanya meyakinkan terlebih dahulu bahwa anak akan mengikuti acara supercamp bersama orang-orang yang dapat dipercaya dan di lokasi yang tidak membahayakan (aman). Bila semuanya sudah jelas, janganlah orangtua lupa untuk memberikan penjelasan kepada anak tentang apa saja yang harus dilakukan apabila ia mendapatkan kendala saat mengikuti kegiatan. Selain itu, pesankan kepada anak dengan cara yang bijak agar ia selalu menjaga diri dengan baik.

Selain itu penelitian menunjukkan bahwa supercamp terbukti sangat berhasil dan harus di pertimbangkan sebagai model replica. Dalam disertasi Doktoralnya, Jeanette vos Groenendel (1991) mengatakan banyak manfaat dari supercamp. Dari hasil penelitiannya di peroleh data manfaat dari supercamp sebagai berikut :
 68% meningkatkan motivasi
 73% meningkatkan nilai pelajaran
 81% memperbesar keyakinan diri
 84% meningkatkan kehormatan diri
 96% mempertahankan sikap positif
 98% melanjutkan memanfaatkan ketrampilan hidup

Sejatinya, banyak nilai positif yang dapat diambil oleh anak melalui supercamp ini. Beberapa di antaranya adalah mengajarkan anak bagaimana bertahan hidup, belajar bekerja sama dengan orang lain bila ia membutuhkan bantuan,menanamkan sikap peduli lingkungan, belajar bagaimana cara membuat tempat untuk beristirahat yang nyaman dan aman dan yang tak kalah penting adalah memberikan pengalaman yang berharga dengan mencari problem solving dan pembelajaran life skill. Selain itu, supercamp juga baik untuk merangsang kecerdasan natural (naturalist intelligence) anak. Sebab, membiarkan anak berada di ruang terbuka dan alam bebas dapat mendorong anak mengetahui banyak informasi dan pengetahuan tentang bentuk-bentuk alam yang ada di sekitarnya

“Bangkitnya Minat dan Kebermaknaan dalam pembelajaran Fun”

“Bangkitnya Minat dan Kebermaknaan dalam pembelajaran Fun”
Oleh Abd Qohin*

Memahami Makna pembelajaran
Ketika kita bicara kualitas bangsa, maka artinya kita bicara soal pendidikan karena erat kaitannya dengan kualitas SDM sebuah bangsa. Pendidikan tidak begitu saja di kesampingkan dari persoalan muthahir abad ini karena pendidikanlah merupakan unsur yang sangat penting untuk membangun peradaban sebuah bangsa. Pendidikan adalah fondasi pertama bagi tegaknya agama. Karena itu kalam awal yang dihunjamkan ke dalam dada Nabi Muhammad SAW, adalah pembacaan (iqra) secara bebas tak terbatas bukan semata terhadap objek yang tertulis (written text) bahkan juga objek yang terhampar (reality) di alam semesta ini yang meliputi makhluk manusia dan non-manusia. Yang pertama membutuhkan instrumen nalar dan intuisi yang prosesnya biasa disebut sebagai tadabbur, sedangkan yang terakhir memerlukan nalar dan indera yang prosesnya sering dinamakan tafakkur

Tadabbur dan tafakkur adalah penanda utama bagi kaum ulul albab, manusia paripurna yang menjadi tujuan dalam proses pendidikan. Melalui instrumen penting itu, manusia bisa mempersepsi, memahami, memaknai, dan merumuskan asumsi-asumsi, hipotesis-hipotesis, hukum-hukum,membuat metode-metode baru dan teori-teori tentang semua yang ada di semesta raya ini baik yang dapat diraba maupun tidak dapat diraba. Termasuk di bidang pendidikan yakni berfikir dan merumuskan bagaimana pembelajaran bisa di pahami dan terima oleh pembelajar. Sering kita menafikkan aspek ini, “yang penting saya sudah ajarkan”. Pada hal semua itu sangat penting untuk keberhasilan sebuah pembelajaran.

Hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran berbagai bidang studi terbukti selalu kurang memuaskan berbagai pihak (yang berkepentingan – stakeholder). Hal tersebut setidak-tidaknya disebabkan oleh tiga hal. Pertama, perkembangan kebutuhan dan aktivitas berbagai bidang kehidupan selalu meninggalkan proses/hasil kerja lembaga pendidikan atau melaju lebih dahulu daripada proses pengajaran dan pembelajaran sehingga hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran tidak cocok/pas dengan kenyataan kehidupan yang diarungi oleh siswa. Kedua, pandangan-pandangan dan temuan-temuan kajian (yang baru) dari berbagai bidang tentang pembelajaran dan pengajaran membuat metodologi pembelajaran yang ada sekarang tidak memadai atau tidak cocok lagi. Ketiga, berbagai permasalahan dan kenyataan negatif tentang hasil pengajaran dan pembelajaran menuntut diupayakannya pembaharuan metodologi pengajaran dan pembelajaran. Dengan demikian, diharapkan mutu dan hasil pembelajaran dapat makin baik dan meningkat.
Tidak mengherankan, dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia telah berkelebatan (muncul, populer, surut, tenggelam) berbagai falsafah dan metodologi pembelajaran yang dipandang baru-mutakhir meskipun akar-akar atau sumber-sumber pandangannya sebenarnya sudah ada sebelumnya, malah jauh sebelumnya. Beberapa di antaranya (yang banyak dibicarakan, didiskusikan, dan dicobakan oleh berbagai kalangan pembelajaran dan sekolah) dapat dikemukakan di sini, yaitu pembelajaran konstruktivis, pembelajaran kooperatif, pembelajaran terpadu, pembelajaran aktif, pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL), pembelajaran berbasis projek (project based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), pembelajaran interaksi dinamis, dan pembelajaran kuantum (Quantum learning) dan lain-lain yang tentu akan mempermudah proses pembelajaran.

Tipologi model pembelajaran humanistik dan Fun

Menurut Hendri Risjawan Adanya beberapa bentuk kekerasan dalam pendidikan yang masih merajalela merupakan indikator bahwa proses atau aktivitas pendidikan kita masih jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Di sinilah urgensi humanisasi pendidikan. Humanisasi pendidikan merupakan upaya untuk menyiapkan generasi yang cerdas nalar, cerdas emosional, dan cerdas spiritual, bukan menciptakan manusia yang kerdil, pasif, dan tidak mampu mengatasi persoalan yang dihadapi
Dari beberapa literatur pendidikan,ditemukan beberapa model pembelajaran yang humanistik sekaligus menyenangkan. Di antara model pembelajaran yang humanistic dan menyenangkan ini yakni: humanizing of theclassroom, activelearning, quantum learning, quantumteaching,dan theaccelerated learning. Dengan di temukan berbagai corak model pembelajaran ini, tentunya sangat menggembirakan bagi kita semua sebagai seorang pendidik.
a. Humanizing of the classroom
Ini dilatarbelakangi oleh kondisi sekolah yang otoriter, tidak manusiawi, sehingga banyak menyebabkan peserta didik putus asa, yang akhirnya mengakhiri hidupnya alias bunuh diri. Kasus ini banyak terjadi di Amerika Serikat dan Jepang. Humanizing of the classroom ini dicetuskan oleh John P. Miller yang terfokus pada pengembangan model “pendidikan afektif”. Pendidikan model ini bertumpu pada tiga hal: menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah, mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran. Perubahan yang dilakukan tidak terbatas pada substansi materi saja, tetapi yang lebih penting pada aspek metodologis yang dipandang sangat manusiawi.
b. Active learning
Di cetuskan oleh Melvin L. Silberman. Asumsi dasar yang dibangun dari model pembelajaran ini adalah bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu aktif, siswa melakukan sebagian besar
pekerjaan belajar. Mereka mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai
masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari.
Dalam active learning, cara belajar dengan mendengarkan saja akan cepat lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengarkan, melihat, dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus adalah dengan mengajarkan. Belajar aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan, dan menarik. Active learning menyajikan 101 strategi pembelajaran aktif yang dapat diterapkan untuk semua materi pembelajaran.
hampir
c. Quantum learning
Merupakan cara pengubahan bermacam-macam interaksi, hubungan dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Dalam prakteknya, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar dan neurolinguistik dengan teori,keyakinan, dan metode tertentu. Quantum learning mengasumsikan bahwa
jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu akan mampu
membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya. Dengan metode
belajar yang tepat siswa bisa meraih prestasi belajar secara berlipat-ganda.
Salah satu konsep dasar dari metode ini adalah belajar itu harus mengasyikkan
dan berlangsung dalam suasanagembira, sehingga pintu masuk untuk
informasi baru akan lebih besar dan terekam dengan baik Sedang quantum teaching berusaha mengubah suasana belajar yang monoton dan membosankan ke dalam suasana belajar yang meriah dan gembira dengan memadukan potensi fisik, psikis, dan emosi siswa menjadi suatu kesatuan kekuatan yang integral.
d. QuantumTeaching
Berisi prinsip-prinsip sistem perancangan pengajaran yang efektif, efisien, dan
progresif berikut metode penyajiannya untuk mendapatkan hasil belajar yang
mengagumkan dengan waktu yang sedikit. Dalam prakteknya, model pembelajaran ini
bersandar pada asas utama bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkanlah
dunia kita ke dunia mereka. Pembelajaran, dengan demikian merupakan kegiatan full
content yang melibatkan semua aspek kepribadian siswa (pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh) di samping pengetahuan, sikap, dan keyakinan sebelumnya, serta persepsi masa mendatang. Semua ini harus dikelola sebaik-baiknya, diselaraskan hingga mencapai harmoni .
e. The accelerated learning
Merupakan pembelajaran yang dipercepat. Konsep dasar dari pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran itu berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan. Pemilik konsep ini, Dave Meier menyarankan kepada guru agar dalam mengelola kelas
menggunakan pendekatan Somatic, Auditory,Visual, dan Intellectual (SAVI). Somatic dimaksudkan sebagai learning by moving and doing(belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditory adalalah learning by talking and hearing(belajar dengan berbicara dan mendengarkan) . Visual diartikan learning by observingand picturing(belajar dengan mengamati dan mengambarkan) . Intellectual maksudnya adalah learning by problem
solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi).

Bobbi De Porter menganggap accelerated learning dapat memungkinkan
siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal
dan dibarengi kegembiraan. Cara ini menyatukan unsur-unsur yang sekilas tampak
tidak mempunyai persamaan, tampak tidak mempunyai persamaan, misalnya hiburan,
permainan, warna, cara berpikir positif, kebugaran fisik dan kesehatan
emosional. Namun semua unsur ini bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman
belajar yang efektif.
Penggunaan istilah kegiatan belajar, membuat kita jadi sadar bahwa pusat utama dalam proses pembelajaran dalam sebuah komunitas belajar adalah siswa (student centered learning). Hal ini tidak dapat kita pungkiri seiring perkembangan metode pembelajaran yang semakin berkembang, sehingga menyebabkan perubahan paradigma yang semula guru menja pusat (centalistik) menjadi terbalik (justru siswa yang menjadi pusat). Dari paradigm ini akhirnya mengembang menjadi paradigma dengan menggunaan pendekatan-pendekatan mutahir dengan pendekatan berbasis siswa. Munculnya berbagai pendekatan baru dalam dunia pendidikan semakin membuat dunia pendidikan bergairah untuk bangkit membangun bangsa yang sedang mengalami berbagai krisis. Dan dengan munculnya berbagai pendekatan itu pula akhirnya menggeser kebiasaan sekolah tradisional yang cenderung menempatkan guru sebagai centered student learning . Dulu ketika saya masih kecil dan masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), pembelajaran masih sangat kuat di dominasi oleh guru artinya yang terlibat aktif justru gurunya ( bukan muridnya) sementara siswa cenderung bersifat pasif atau sebagai partisipan belaka.
Sebagai pusat belajar, siswa di harapkan lebih aktif berkegiatan membangun suatu pemahaman, ketrampilan dan sikap . Aktifitas siswa menjadi penting di tekankan karena belajar itu pada hakekatnya adalah proses yang aktif dimana siswa menggunakan kekuatan pikirannya untuk membangun sebuah pemahaman ( contruktifism). Murid tidak hanya cukup belajar menyerap dan menghafal pengetahuan (Transfer of knowledge ) yang kadang-kadang hanya bersifat informasi . Potensi otak manusia terutama murid tidak hanya dapat di fungsikan untuk menghafal dan mengingat, tetapi juga untuk mengolah informasi yang akan diproses dan untuk membangun pengertian-pengertian baru (ketrampilan mengolah informasi). Inilah yang harus kita perhatikan sebagai seorang pendidik dan sering kali jarang kita pahami pula.
Konsep pembelajaran yang fun

Dulu kita (mungkin) cenderung terjebak memahami pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang menekankan atau dengan identik “yang penting anak senang, anak Fun dan anak Happy”. Ternyata Hal ini tidak seluruhnya benar . Kalau hanya sekedar anak senang, maka kadang –kadang pembelajaran jadi seperti hampa nilai. Kemuadian setelah saya pelajari dengan berbagai literature tentang konsep pembelajaran,maka ternyata menyenangkan tidak identik dengan yang penting anak senang. Ketika kita baca bukunya Hernowo, kita akan jadi terkejut tentang pemahaman makna menyenangkan. Menyenangkan atau membuat suasana belajar dalam keadaan gembira bukan berarti menciptakan suasana yang rebut atau hura-hura. Kegembiraan ini dapat di artikan dengan bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh dari siswa, tercipnya sebuah makna, pemahaman (penguasaan atas materi yang di pelajari) serta nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar. Paling tidak pembelajaran yang menyenangkan setidaknya mencakup empat hal tersebut.

Dalam realitasnya bangkitnya minat sering kita pahami dengan gairah ( keinginan) yang menggebu-gebu. Jadi kalau kita kontekskan dengan ini maka sikap seorang pembelajar maupun pengajar menjadi sangat gembira lantaran di dalam dirinya memang ada keinginan mengajarkan atau mempelajari pelajaran dengan sungguh-sungguh.
Keterlibatan penuh siswa dalam mempelajari sesuatu , komponen ini sangat tergantung pada komponen pertama. Apakah mungkin seorang pelajar dapat terlibat penuh dalam pelajarannya jika tidak mempunyai keinginan( bangkitnya minat) untuk mengikuti pelajaran? Keterlibatan memerlukan hubungan timbal balik apa yang di pelajari dan siapa yang ingin mempelajari, perlu ada jalinan yang akrab dan saling memahami.
Kebermaknaan, makna tidak mudah didefinisikan. Makna terkait dengan masing-masing pribadi. Kata yang paling mungkin dekat dan mudah di pahami adalah berkaitan dengan makna adalah terbitnya atau munculnya sesuatu yang mengesankan dalam pembelajaran. Biasanya sesuatu yang mengesankan biasanya menghadirkan makna. Jika pembelajaran tidak menimbulkan kesan mendalam terhadap para siswa, maka mustahil ada makna.Pemahaman, jika komponen minat dapat tumbuh, kemudian dia terlibat secara aktif dan penuh dalam membahas materi pelajaran dan ujung-ujungnya dia bisa menemukan makna (terkesan) dengan pelajaran yang diikutinya tentulah pemahaman akan materi yang di pelajrinya dapat muncul secara sangat kuat. Rasa ingin tahu (keinginan berkehendak) untuk menguasai materi yang di pelajarinya akan tumbuh hebat.

napak tilas pendidikan ibrahim

“Revitalisasi dan Napak Nilas pendidikan Model Ibrahim AS ”

Abd Qohin*

Idul adha dan kesejahteraan sosial

Setiap tahun dalam kalender islam, umat islam paling tidak merayakan dua hari raya penting yakni Idul Fitri dan Idul Adha. Patut kiranya bagi kita untuk merefleksi, apa sebenarnya makna dan pesan moral yang terkandung dari setiap perayaan itu sehingga tidak hanya bermakna relegius semata tetapi lebih dari itu, kita bisa melakukan langkah-langkah konstruktif untuk melakukan perubahan dalam kehidupan ini,.

Berbicara mengenai Idul Adha, selain membahas ihwal keharirayaan itu sendiri juga sudah barang tentu erat kaitannya dengan pembahasan ibadah haji dan qurban. Haji adalah salah satu unsur penting dari kelima mata-rantai arkanul Islam bersama-sama dua kalimat syahadat, penegakan shalat, pembayaran zakat dan penunaian puasa (shiyam). Ibadah haji, seperti diingatkan al Qur’an (al Haj (22) : 28) mengandung sekian banyak manfaat (manafi) bagi para hujjaj dan masyarakat luas pada umunya. Diantara manfaat yang dimaksudkna ialah menumbuhkembangkan jalinan persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah) khususnya dan penggalangan kesetiakawanan sosial pada umumnya

Menurut Prof. Dr. Drs. K.H.Amin Suma, SH MA , Mengacu kepada semangat ibadah haji dan ibadah qurban, sungguh pada tempatnya jika semangat kedua ibadah ini benar-benar disadari dan diamalkan oleh kita umat Islam Indonesia dan bahkan umat Islam secara keseluruhan. Bukan semata-mata dalam lingkupnya yang sempit lagi terbatas, melainkan juga dalam konteks yang lebih luas dan tidak terbatas, juga dalam konteks yang lebih panjang yakni masa depan yang harus kita bangun dan kita tata. Dengan cara demikian pelaksanaan ibadah haji dan ibadah qurban memiliki efek sosial yang benar-benar bernilai guna dalam upaya membangun kesejahteraan sosial bangsa Indonesia yang berkeadilan dan membangun keadilan bangsa Indonesia yang berkesejahteraan.

Guna menwujudkan kesejahteraan sosial yang berkeadilan dan membangun keadilan yang berkesejahteraan sosial, tentu membutuhkan beberapa persyaratan yang harus dimiliki dan dipatuhi oleh segenap bangsa Indonesia dan khususnya umat Muslimin. Diantara prasyarat yang dimaksudkan ialah meningkatkan kualitas pendidikan dalam konteksnya yang sangat luas dan mendalam. Bukan pendidikan dalam artian sempit yang hanya mementingkan proses belajar-mengajar atau terutama pemindahan ilmu (transfer of knowledge) seperti yang umum dikenal masyarakat luas, melainkan juga pendidikan ketrampilan dan perilaku (karakter) yang membutuhkan keteladan. Dewasa ini, secara umum meski tidak secara keseluruhan, kita umat Islam beanr-benar mengalami krisis keteladanan dalam hampir semua sektor kehidupan yang benar-benar membutuhkan penanganan yang bukan saja arif bijaksana melainkan juga kesadaran dan kesabaran.

Pembelajaran ala Ibrahim AS

Di tengah kebersamaan merayakan Iedul Adha, kita sejenak perlu mengenang keteladanan Nabiullah Ibrahim a.s. dan Siti Hajar a.s. dalam melahirkan seorang generasi teladan bernama Ismail. Keberhasilan mereka berdua dalam mendidik putranya adalah sebuah pola pendidikan yang telah terbukti melahirkan seorang generasi berpredikat nabi. Keshalehan dan keta’atan Ismail diabadikan Allah SWT dalam al-Qur’an dan sejarah hidupnya menjadi napak tilas pelaksanaan ibadah haji sampai hari ini

Bagaimana pola Ibrahim mencetak kader berpredikat nabi itu? Al-Qur’an memberi gambaran dengan tahapan yang sitematis dan detail. Hal ini dapat kita fahami dengan penjelasan berikut:

Pertama Visi pendidikan Ibrahim adalah mencetak generasi shaleh yang menyembah hanya kepada Allah SWT. Dalam penantian panjang beliau berdo’a agar diberi generasi shaleh yang dapat melanjutkan perjuangan agama tauhid. Visi Ibrahim ini diabadikan Allah SWT dalam al-Qur’an: "Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh." (Q.S. Ash Shaaffaat : 100). Ibrahim sangat konsisten dengan visi ini, tidak pernah terpengaruh predikat dan titel-titel selain keshalehan. Dalam mentransfer nilai kepada anaknya, Ibrahim selalu bertanya Maata’buduuna min ba’dii bukan Maata’kuluuna min ba’dii. "Nak, apa yang kau sembah sepeninggalku?" bukan pertanyaan "Apa yang kamu makan sepeninggalku?" Ibrahim tidak terlalu khawatir akan nasib ekonomi anaknya tapi Ibrahim sangat khawatir ketika anaknya nanti menyembah tuhan selain Allah SWT.


Kedua, Misi pendidikan Ibrahim adalah mengantar Ismail dan putra-putranya mengikuti ajaran Islam secara totalitas. Keta’atan ini dimaksudkan sebagai proteksi agar tidak terkontaminasi dengan ajaran berhala yang telah mapan di sekitarnya . Allah SWT menjelaskan harapan Ibrahim dengan sebuah do’anya: "Dan Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (Q.S. Al Baqarah : 132)


Ketiga, Kurikulum pendidikan Ibrahim juga sangat lengkap. Muatannya telah menyentuh kebutuhan dasar manusia. Aspek yang dikembangkan meliputi: Tilawah untuk pencerahan intelektual, Tazkiyah untuk penguatan spiritual, Taklim untuk pengembangan keilmuan dan Hikmah sebagai panduan operasional dalam amal-amal kebajikan.
Muatan-muatan strategis pendidikan Ibrahim tersebut, Allah SWT telah jelaskan secara terperinci dalam firman-Nya: "Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana." (Q.S. Al-Baqarah : 129)


Keempat Lingkungan pendidikan Ibrahim untuk putranya bersih dari virus aqidah dan akhlaq. Beliau dijauhkan dari berhala dunia, fikiran sesat, budaya jahiliyah dan prilaku sosial yang tercela. Hal ini dipilih agar fikiran dan jiwanya terhindar dari kebiasaan buruk di sekitarnya. Selain jauh dari perilaku yang tercelah, tempat pendidikan Ismail juga dirancang menjadi satu kesatuan dengan pusat ibadah ‘Baitullah’. Hal ini dipilih agar Ismail tumbuh dalam suasana spritual, beribadah (shalat) hanya untuk Allah SWT. Kiat ini sangat strategis karena faktor lingkungan sangat berpengaruh kepada perkembangan kejiwaan anak di sekitarnya. Pemilihan tempat (bi’ah) yang strategis untuk pendidikan Ismail secara khusus Allah SWT abadikan dalam al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya:” Artinya: "Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur." (Q.S. Ibrahim : 37)

Refleksi pendidikan Idul Adha

Kekhusyukan dan kekhidmatan merupakan elemen penting dalam memaknai semangat idul adha. Letak arti penting dari kekhusyukan dan kekhidmatan kita merayakan Idul Adha di tahun 1429 H ini, terutama dalam kaitannya dengan membangkitkan kembali arti penting (revitalisasi) dari semangat juang dan pengorbanan kaum muslimin , tentu melalui proses pendidikan sebagaimana terkandung dalam perayaan Idul Adha dan ibadah-ibadah lain yang terkait dengannya.

Dalam perspektif kehidupan sosial, tidaklah salah kiranya bila disimpulkan bahwa inti dari semangat pelaksanaan ibadah haji dan ibadah qurban yang digerakan Abul Anbiya’ (bapak para nabi) Ibrahim AS dan kemudian diikuti anak keturunannya dari Ishaq dan Ismail AS hingga Muhammad SAW adalah revitalisasi semangat berjuang dan pengorbanan segenap umat muslimin dalam melaksanakan tugas hidup dan kehidupannya. Baik itu kehiduapan individu dan kelaurga, maupun kehidupan sosial yang lebih luas lagi dalam kaitan ini kehidupan berbangsa dan bernegara, serta kehidupan beragama.

Hanya dengan menggerakan kembali semangat juang dan pengorbanan melaui pendidikan inilah maka bangsa Indonesia kita insyaAllah akan kembali menjadi umat dan bangsa yang bermartabat dalam pergaulan umat-umat dan bangsa-bangsa lain di dunia.

Tidak ada kata terlambat, sekarang kita harus bangkit menyelamatkan mereka anak-anak bangsa. Hal paling prioritas dari nilai-nilai pendidikan Ibrahim yang harus menjadi pola hari ini adalah bi’ah atau penciptaan lingkungan yang mendidik. Lingkungan pendidikan harus bebas dari virus aqidah dan akhlaq. Perlu “suaka generasi” (kawasan steril) buat perkembangan dan pertumbuhan setiap anak.


Para orang tua dan pengelola pendidikan hari ini harus mencontoh keberanian Ibrahim dan Siti Hajar dalam mengamankan Ismail jauh dari lingkungan buruk. Harus ada benteng yang kuat untuk mengamankan anak kita dari pengaruh narkoba, judi, seks bebas dan kekerasan. Melepas anak berada dalam lingkungan yang buruk seperti ini, berarti kita telah menghancurkan masa depan mereka.


Desain pendidikan memang harus jauh dari segala keburukan. Lingkungan yang buruk sangat berpotensi merusak akhlaq dan kepribadian anak. Rasulullah SAW telah memberikan rambu-rambu agar menghidari setiap orang atau lingkungan yang bisa berpengaruh negatif terhadap jiwa kita. Sebagaimana sabda beliau: Iyyaaka waqariinassu’ fainnaka bihi tu’rafu "Hindari olehmu bergaul dengan orang jahat karena kamu akan dikenal dengan kejahatannya" (Al-hadits)