Selasa, 08 Februari 2011

“Meneladi Pendidikan Profetik




Membentuk kepribadian anak
Dalam beberapa tahun ini dunia pendidikan di gemparkan dengan peristiwa-peristiwa yang membuat hati kita pilu menatap masa depan anak-didik kita. Rentetan peristiwa yang membuat kita bertanya, ada apa dengan pendidikan kita? Pertanyaan besar yang rasanya cukup sulit di urai benang kusutnya. Belum lagi para Pakar-pakar pendidikan di Indonesia menilai bahwa salah satu sebab utama kegagalan pendidikan kita karena para pendidiknya yang gagal. Kita dalam hal ini berada dalam lingkaran setan, anak didik tidak berkualitas ternyata karena gurunya yang kurang bermutu, akhirnya pendidikannya gagal. Memang salah satu syarat mutlak untuk keberhasilan pendidikan adalah dipilihnya pendidik yang baik dan memberikan contoh yang baik pula.
Di samping itu, Tentu kita sepakat bahwa anak adalah aset masa depan sebuah bangsa dan tentunya menjadi harapan orang tua kelak dimasa yang akan dating. Salah satu upaya orang tua adalah dengan memberi pendidikan yang terbaik. Pendidikan yang benar dan tepat tentu akan membentuk pribadi anak menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama dan peradaban masa depan. Menjadikan anak sehat dan cerdas belum cukup menjadi bekal anak dalam mengarungi kehidupan di era global yang penuh tantangan. Bekal pendidikan yang penting adalah spiritual yang kuat, karena di dalam pendidikan spiritual tertanam pendidikan akhlak yang sangat kuat dan membentuk karakter yang dibutuhkan anak kelak. Tugas orang tualah sebagai pendidik utama dan pertama yang harus menanamkan spiritualitas anak di samping pendidikan di sekolah.
Menurut Prof Dr Qurais shihab Anak didik dibentuk oleh empat faktor. Pertama, ayah yang berperan utama dalam membentuk kepribadian anak. Bahkan, dalam Al-Quran hampir semua ayat yang berbicara tentang pendidikan anak, yang berperan adalah ayah. Kedua, yang membentuk kepribadiannya juga adalah ibu; ketiga, apa yang dibacanya (ilmu) dan keempat, lingkungan. Kalau ini baik, anak bisa baik, juga sebaliknya.
Sekolah ala Muhammad

Dalam dekade terakhir, dunia psilogi dan pendidikan di kejutkan oleh beberapa penemuan monumental tentang potensi kecerdasan manusia. Pada abad 20, IQ sempat menemukan momentum sebagai satu-satunya alat untuk memahami dan mengukur kecerdasan manusia. Sehingga saat itu orang tua berbondong-bondong melakukan tes IQ untuk anak-anaknya.

Menurut Imas Kurniasih dalam bukunya “Mendidik SQ Anak menurut Nabi Muhammad “ Dalam perkembangannya teori IQ pun mulai runtuh seiring dengan ditemukannya tidak hanya IQ saja yang menjadi tolak ukur, tetapi ada factor lain yang sangat menentukan masa depan anak, factor itu adalah spiritual. Kita bisa mengaca bagaiman nabi kita Muhammad memberikan pelajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek IQ, tetapi justru beliau memulai pendidikan kepada murid-muridnya dengan pendidikan agama sebagai basis pendidikan. Tauhid menjadi awal dan dasar bagi pendidikan Ala Muhamad.

Muncul pertanyaan, bagaimana hasil pendidikan Muhammad? Kita bisa saksikan bagaimana sejarah tinta emas mencatat hasil didikan Muhammad. Mereka menjadi manusia-manusia yang sangat luar biasa cerdas dan kepribadiannya tidak perlu di sangsikan lagi. Maka ada ungkapan dari orang-orang barat tentang penilaian dan pandangan terhadap Muhammad SAW “Human Greatness my be measured, we my well ask : is there any man greater than him”.

Disinilah terlihat jelas ungkapan kejujuran orang-barat barat dalam melihat dan menempatkan Nabi Muhammad dalam suatu posisi dan pandangan yang terhormat. Dalam pandanangan seorang Schimmel, menyebut posisi Nabi Muhammad sebagai penengah barzakh , antara yang pasti dan eksistensi yang bergantung, Beliau-baca Muhammad- berperan untuk membumikan ajaran Tuhan, sehingga pada batas-batas yang bisa di kenal oleh manusia sebaik dan sejelas mungkin. Keluhuran dan kearifan dalam mendidik murid-murdnya telah menarik simpati orang-orang kafir disamping memang metode pengajaran dan penyampaian risalah yang diembannya begitu baik dan sangat indah.

Disini kita bisa melihat perubahan besar-besaran di kalangan masyarakat arab pun terjadi. Dalam kurun relative singkat Muhamad telah berhasil mencetak pribadi-pribadi muslim yang tangguh. Dari sekolah model Muhammad banyak sekali lahir pribadi termashur dunia dilahirkan. Lihatlah Thoriq bin ziyad, seorang budak kulit hitam yang dengan begitu berani menaklukan Spanyol. Dialah Victorious commander Uqbah bin naïf,Abdulloh bin mas’ud, khansa, abu bakar, Umar bin khottob dan tentu masih banyak lagi. Kita bisa melihat perubahan besar yang terjadi pada mereka.

Dari sini, semakin jelas dan tidak berlebihan jika kita menyebut Nabi kita sebagai pendidik manusia yang paling ulung. Pendidikan Muhamad tidak hanya menyentuh aspek intelektual semata, tetapi lebih jauh dari itu adalah aspek emosi dan spiritual. Keseimbangan materi yang di ajarkan itulah, maka murid Beliau tidak pernah mengalami krisis multidimensi seperti yang sedang terjadi saat ini.


Mendidik dengan Keteladanan

Kurikulum pendidikan yang sempurna telah dibuat dengan rancangan yang jelas bagi perkembangan manusia melalui sistematisasi bakat, Psikologis, emosi, mental, dan potensi manusia. Namun tidak dapat dipungkiri jika timbul masalah kurikulum seperti itumasih tetap memerlukan pola pendidikan realistic yang di contohkan oleh seorang pendidik melalui prilaku atau akhlak dan metode pendidikan denga tetap ber pegang pada landasan tujuan kurikulum pendidikan. Untuk kebutuhan itulah Alloh mengutus Nabi Muhammad sebagai hamba dan Rosul-Nya menjadi tauladan bagi manusia dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam.

Dalam konteks kekinian, kita bisa melihat bagaimana Cara Rosul mendidik dengan baik. Sebagai pendidik yang baik, tentu Muhamad ingin sekali menyaksikan para sahabat dan murid-muridnya berhasil dengan baik. Hal ini tentunya membutuhkan kesabaran, ketekunan, keuletan, metode serta strategi yang pas untuk mencapai tujuan itu. Dan tak kalah penting metode yang di gunakan oleh Muhammad adalah dengan keteladanan.
Lebih lanjut Imas Kurniasih memberi gambaran tentang keteladan Muhamad. Keteladanan Beliau inilah yang nampaknya menjadi sarana yang paling efektif dalam menyampaikan materi pendidikan. Apapun yang beliau saampaikan tentang kebajikan, maaf, toleransi, ketabahan, kesabaran, kejujuran, keadilan dan lain sebagainya maka Beliaulah orang pertama yang melakukannya. Beliau tampil sebagai contoh kongrit dari semua materi pendidikan yang Beliau sampaikan. Murid-murid beliau tidak perlu lagi bertanya seperti apa contoh kongrit dari kejujuran, toleransi dan lain sebagainya, karena Beliau telah member contohnya dalam bentuk prilaku Beliau. Prof DR Ramakrishna Rao pernah menulis Keluhuran Pribadi Beliau dlam segala aspek kehidupannya yang di saksikan langsung para sahabat dan muridnyamemberei bekas yang dalam dan dalam kepribadian mereka. Mereka betul-betul menemukan figure yang sangat ideal dalam segala aspek kehidupan di tengah kegersangan dan keganasan hidup yang mereka hadapi.

Dan terakhir, Pendeknya dalam sekolah model Muhamad factor spiritual menjadi sangat penting. Selain itu afeksi dan empati juga menentukan dalam komunikasi dan relasi sosial apalagi dalam dunia pendidikan kita di samping factor intelektual. Usia anak yang memasuki masa formatif year sangat menentukan kepribadian anak-anak masa depan. Ajarilah mereka untuk menjalankan hidup dengan mulia dan memuliakan serta saling menghargai sesama sebagai mana Muhammad contohkan. Sehingga suatu saat bangsa ini pandai menghargai dan memuliakan guru yang telah membukakan jendela peradaban dunia. Dan kita pun kelak akan berkata “Aku Bangga menjadi Guru Mereka”

“Hijrah dan pembentukan Carakter Building”

Minim Selebrasi
Hingar bingar tahun baru masehi selalu membuat meriah di setiap pergantian tahun di seantereo jagad. Cara perayaan pun bermacam-macam, seolah-olah akan terjadi perubahan yang besar-besaran setelah tahun baru. Tetapi alangkah kontrasnya ketika pergantian tahun itu bernama Hijriah. Seberapa besar kaum muslimin yang peduli terhadap pergantian tahun itu. Cobalah kita lihat kontrasnya jurang kecenderungan masyarakat untuk merayakannya. Tahun Baru Masehi begitu bingar dirayakan, sedangkan Tahun Baru Hijriah nyaris dilalui dengan aktivitas yang biasa-biasa saja bahkan nyaris sepi dari kegiatan umat islam.
Ada sebagian masyarakat muslim justru memperingatinya dengan berbagai cara yang tidak sesuai dengan syariat. Berbagai selebrasipun di gelar dengan berbagai macam dan cara dalam ritualnya. Adakalanya yang positif tapi tak jarang justru banyak yang kita jumpai malah berbau kesyirikan. Dan banyak kita jumpai justru di isi dengan berbagai kegiatan yang berbau hura-hura di antara para pemuda-pemudi, seperti kesempatan yang tak boleh dilewati tanpa kenangan. Maka dibuat atau dilakukanlah berbagai aktivitas untuk memperingatinya. Tapi lumrahnya, peringatan itu cenderung hedonis materialistik. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pemborosan dan kesia-siaan selalu menghiasi perayaan pergantian Tahun Baru
Umat Islam harus secepatnya melakukan muhasabah mengingat kondisi bangsa yang tengah dilanda banyak musibah dimana-mana. Mulai dari banjir wasior, Tsunami di mentawai, erupsi gunung merapi sampai letusan gunung Bromo. Rangkaian musibah itu setidaknya menyadarkan kita untuk secepatnya berbenah diri atas prilaku kita.
Momentum pergantian tahun Hijriah, kita harus mampu menangkap pesan perubahan atau perpindahan dari segala aspek. Dari yang belum baik menjadi pribadi yang lebih baik, Dari wawasan minder menjadi percaya diri, yang selalu terbelakang atau selalu menjadi objek menjadi bisa menunjukan jati diri sesuai dengan makna hijrah. Di samping itu diharapkan mampu memenangkan dalam persaingan yang semakin hari semakin bertambah berat.
Momentum hijrah bagi umat Islam adalah dengan melakukan interospeksi masal, guna melakukan perubahan dari keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik sebagai revitalisasi hijrah. Meningkatkan spritualitas dan kesadaran keagamaan menjadi keniscayaan umat Islam Indonesia, terutama ketika bangsa ini dihadapkan dengan berbagai musibah yang sepatutnya direnungkan sebagai momentum menguji kualitas keimanan dan keberislamannya dan patut direnungi untuk diambil hikmahnya.

Makna Hijrah
Setiap tahun umat Islam menyambut tahun hijriyah dengan biasa-biasa saja. Sadar atau tidak kita harus mengakuai meskipun ada sebagian dari kita merayakan dengan penuh kesungguhan mendalami makna hijriah. Cobalah kita tengok makna hirah yang sesungguhnya. Dalam berbagai literatur hijrah sering kita jumpai dan dimaknai secara luas yakni, perpindahan nilai, misalnya hijrah dari nilai budaya yang buruk menuju nilai budaya yang Islami. Dalam pengertian ini, ghirah atau semangat hijrah yang patut diimplementasikan sekarang ini, bukan lagi dalam pengertian fisik, tetapi hijrah secara kontekstual dengan meninggalkan segala peradaban atau nilai-nilai yang tidak baik dan tidak urgen menuju peradaban yang lebih baik yang diridhai Allah dan dapat diterima umat manusia pada umumnya.

Hijrah secara bahasa di maknai perpindahan. Perpindahan ini dalam pandangan para ulama mengandung dua makna : hijrah makani (tempat atau fisik), dan hijrah maknawi (nilai). Hijrah makani artinya berpindah dari suatu tempat yang kurang baik menuju tempat yang lebih baik, dari suatu negeri ke negeri yang lain yang lebih baik. Adapun hijrah maknawi artinya berpindah dari nilai yang kurang baik menuju nilai yang lebih baik, dari kebatilan menuju kebenaran, dari kekufuran menuju keislaman. Atau dengan kata lain, hijrah kepada jalan yang di ridlai Allah dan Rasulnya.
Dalam konteks kekinian, hijrah Maknawi nampaknya yang harus lebih diprioritaskan untuk dikaji, karena mayoritas umat hampir tidak memahami makna hijrah yang sebenarnya yang dapat selalu diaktualisasikan dalam kehidupan nyata. Apabila spirit hijrah secara maknawi ini dapat ditangkap dan dihayati oleh setiap muslim untuk selanjutnya secara konsisten diterapkan dalam sendi-sendi kehidupan, barangkali nasib umat Islam secara umum akan lebih baik dari sekarang. Krisis multidimensional dan tantangan global seerta derasnya demoralisasi dengan sendirinya akan terkikis habis.

Demikian makna hijrah sebagai revitalisasi dalam konteks maknawi. Hal ini sejatinya seorang Muslim menjadikan bulan Muharram yang setiap tahunnya diperingati untuk membangun keshalehan individual dan sosialnya serta bermanfaat untuk umat.

Berkah Hijrah Bagi pendidikan
Dalam kacamata sejarah Nabi Muhammad hijrah bukan dalam rangka melarikan diri dari kaum musrik, tetapi menyelamatkan visi dan misi Islam sebagai rahmad untuk semua. Oleh karena itu pesan moral hijrah yang terpenting adalah pendidikan mental spiritual dengan memurnikan tauhid sekaligus pembebasan umat manusia dari ketertindasan, kezaliman dan penjajahan terutama penjajahan hawa nafsu. Selama proses hijrah nabi Muhamad sungguh menampilakn figure teladan dalam mengawal dan menyelamatkan visi misi islam dengan penuh amanah, kecerdasan intelektual dan emosional maupun spiritual.

Dalam memahami makna hijrah, Kita perlu mengupayakan sebuah perubahan sosial (social engineering) untuk menata kembali dinamika nilai pada individu hingga sistem sosial di tingkat kelompok masyarakat serta institusi negara, terutama menyangkut tema pendidikan. Salah satu ideas yang perlu dikembangkan adalah nilai kepemimpinan (leadership).
Dalam pandangan para pakar pendidikan, sistem pendidikan Indonesia sejauh ini pendidikan kita dinilai hanya mampu mencetak manusia bermental pekerja beserta skill-skill teknis dan praktis. Di kebanyakan ruang-ruang kelas kita senantiasa dimotivasi untuk bagaimana dapat segera lulus dan bekerja sebagai karyawan atau buruh di sebuah perusahaan besar dengan tingkat gaji tinggi.Tidak lebih. Ekstrimnya, mayoritas produk pendidikan Indonesia hanya dapat setara dengan kaum sudra atau kasta terendah dalam kelas sosial. Tak heran sering muncul ledekan sebagai bangsa buruh. Sistem yang sudah tidak relevan dengan tuntutan zaman ini akan menjadikan Indonesia semakin kerdil terinjak hegemoni bangsa asing. Kurikulum kita selama ini belum berorientasi pada pembentukan manusia Indonesia dengan karakter dan kompetensi kepemimpinan dengan basis keilmuannya masing-masing.Sistem pendidikan formal kita belum menjawab kebutuhan akan pentingnya sebuah visi dan misi, komunikasi, kapasitas manajerial, decision making serta sofskill lain yang sebenarnya dapat dipadukan melalui metode belajar mengajar.

Dalam pandangan muhbib abdul wahhab, dengan mengintegrasikan intelektualitas dan karakter kepemimpinan dalam suatu sistem pembelajaran, wacana kebangkitan bangsa ini akan semakin menemukan bentuk riilnya. Kepemimpinan tidak hanya dapat terlahir secara otodidak melalui pengalaman atau gelombang resistensi terhadap kolonal atau rezim tirani seperti yang terjadi pada para tokoh pemimpin bangsa dulu . Melainkan ia harus benar-benar dirumuskan dan dikembangkan sejak dini. Momentum pergantian tahun baru hijriah sudah semestinya menjadi tonggak perubahan atau transformasi. Sudah saatnya kita berubah (mengubah diri) dari bangsa pemalas menjadi bangsa pejuang, dari bangsa pecundang menjadi bangsa pemenang, dari mental dan budaya korup menjadi mental budaya amanah,jujur dan bersih. Yang sangat kita butuhkan kedepan adalah membangun karakter (carakter Building) yang tangguh. Tentu hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan Al Irsyad.

Dan terakhir, Kearifan memaknai hijrah dengan melakukan transformasi ke arah yang lebih baik dari sebelumnya, termasuk didalamnya keberanian untuk melakukan rekayasa sosial dengan berbagai varian inovasinya. Dengan begitu, setiap kita sebagai insan beradab melakukan perbaikan dalam belbagai lini kehidupan sebagai cerminan semangat hijrah dan menyambut tahun baru Islam dengan membuka lembaran baru yang lebih baik di hari-hari mendatang. Wallohu a’lam bissowab

Belajar Dari Pak Budi dalam Menembus Batas

SD Al Irsyad 02 bersama komite sekolah kembali menggelar acara Smart Parent Seminar dengan tema “Membentuk anak berakhlak dan berprestasi” pada tanggal 23 Januari 2011. Kegiatan yang di hadiri sekitar 500 peserta ini sekaligus sosialisasi program sekolah yaitu Program Pendidikan Akhlak (PPA). Seminar ini agak berbeda dengan seminar yang lain karena menghadirkan tokoh yang bukan dari kalangan akademsi. Seorang tokoh Inspirasional dalam buku menembus batas. Dialah Budi Setiadi, seorang pekerja pasar yang mampu menyekolahkan anak-anknya hingga ke luar negeri. Selain itu juga menghadirkan psikolog yang sudah tidak asing lagi yaitu ibu Ratih winanti SPi, psikolog RSUD Banyumas.

Mendidik dengan keteladanan
Seminar ini memberikan dasar bagi para orang tua, bagaimana sebenarnya membangun karakter mental positif, mental sukses dan mental juara dalam diri anak-anak di rumah dan di sekolah. Tentu kita di ingatkan oleh Adil Fathi Abdullah dalam buku“Kaifa Tushbihu Aban Naajihan (Menjadi Ayah yang Sukses)” menekankan bahwa faktor keteladanan ayah sangat berpengaruh pada pendidikan anak, karena pada tahap awal anak belajar dengan cara meniru. Ayahlah yang pertama menjadi teladan untuk urusan akidah, ibadah, akhlak, muammalah, dan segala hal yang ingin diajarkan pada anaknya. Keteladanan sangat membantu dalam pembentukan karakter, dan bisa jadi sangat menghemat tenaga. Tak perlu banyak cakap, anak adalah peniru yang hebat. “Pengaruh perbuatan satu orang terhadap seribu orang lebih besar daripada pengaruh ucapan seribu orang kepada satu orang,” tulis Abdullah menggambarkan kekuatan keteladanan.
Dalam Pandangan Abdurrahman Annablawi dalam bukunya “Pendidikan Islam dirumah,sekolah dan dimasyarakat” beliau memberi contoh Kehidupan Rosululloh SAW sebagai ayah, kebaikannya dalam berinteraksi dengan dengan anak kecil,para sahabat dan tetangganya merupakan keteladanan yang sudah sepatutnya ditiru. Dalam kondisi apapun, Beliau senantiasa teguh dan tidak kehilangan semangat karena beliau meyakini bahwa Alloh senantiasa menjadi sumber kekuatan sehingga beliau tetap memperoleh kesabaran.
Inilah yang barang kali mengilhami budi setiadi dalam mendidik putraputrinya. Dikisahkan dengan sederhana dan suasana yang mencair saat pak budi bercerita tentang perjuangannya mendidik putra putrinya hingga bisa sampai di bangku kuliah. Bayangkan, dengan penghasilan minor seperti itu, pak Budi dapat menyekolahkan ketiga anaknya di fakultas teknik UGM dan ITB, bahkan putri pertamanya mendapat beasiswa S2 di Jerman. Apa yang disampaikan pak budi ini memberikan fakta empiris tentang cara yang dilakukan pak Budi dalam mendidik keenam anak-anaknya.
Sungguh kisah pak budi menohok tajam pola pikir konvensional, di mana alasan ekonomi selalu menjadi alasan orang miskin untuk tidak bersekolah dan juga menohok prilaku orang mampu yang merasa cukup dengan memberikan fasilitas serta sekolah mahal tanpa peduli bhawa anak juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang.
Tanpa keteladanan ajakan dan ajaran kita akan kehilangan otoritas sehingga kita di cemooh anak kita dan dianggap munafik. Tanpa keteladanan anak akan kecewa,kehilangan figur atau melakukan yang bukan kita ajarkan, tetapi apa yang kita lakukan sebab anak adalah peniru ulung. Itulah yang diajarkan budi setiadi kepada anak-anaknya

Kisah Sukses
Ditanya mengenai kisah sukses bagaimana pak budi mendidik putra-putrinya. Pak budi pun menjawab dengan santai. Pada dasarnya anak mempunyai bekal kecerdasan yang berbeda, oleh karena itu orang tua harus memutar otak untuk menemukan tipe dan gaya belajar anak agar bisa mendampingi putra-putrinya belajar. Ia mengakui tiap anak mepunyai karakter yang berbeda-beda, kendati satu keluarga. Dengan demikian, kemampuan anakpun akan berbeda-beda pula. Pada anak usia dini, ia menyarankan agar anak diberi kebebasan untuk bermain, sesuai keinginannnya.
Selain itu Pak budi memberi keleluasaan pada anaknya untuk bermain selama fase bermain. Menurutnya, dengan bermain anak sedang mempelajari hal-hal yang ada di sekitarnya. Aktivitas ini akan mengembangkan kemampuan otaknya untuk menganalisis suatu hal. Supaya kecerdasan anak berkembang optimal, orang tua harus mengembangkan interaksi yang dilandasi rasa kasih sayang kepada anak-anaknya.
Tak kalah pentingnya Pak Budi tidak pernah membatasi cita-cita anaknya. Buktinya seperti yang dia lakukan terhadap Sholihah dan Walidah. Mereka diberi kebebasan untuk menentukan pilihan hidup walaupun sebenarnya sudah mendapat tiket untuk belajar ilmu kedokteran.
Dalam Pandangannya ibu Ratih winanti lebih mengamini pendapat pak budi. Ia menekankan agar anak pada usia dini lebih diberi keleluasaan untuk bermain. Untuk memberikan pendidikan kepada anak, ia lebih menekankan pada pemberian motivasi dan ketauladanan. Selaku orang tua hendaknya memberikan contoh baik kepada anak. Dengan demikian, anaknya akan mencontoh perilaku orang tuanya.
Selama ini kita yakin bahwa pendidikan menjadi jembatan emas melakukan mobilitas sosial. Perjuangan Pak Budi dan keluarga merupakan bukti nyata yang terpampang di depan mata. Di tengah semakin mahalnya biaya untuk mengakses pendidikan berkualitas, kita disadarkan untuk menjadi guru utama bagi buah hati harapan kita. Menyinggung keterbatasan biaya, ia yakin selama kita berserah diri, ada jalan keluarnya. Apalagi sekarang banyak beasiswa yang diberikan kepada masyarakat. Dalam pandangannya, ia mengajak agar masyarakat kurang mampu termotivasi bisa menembus batas kemampuannya.
Pak Budi telah berbagi semangat. Ia telah memberikan sebuah kisah kegigihan hidup dan arti penting pengorbanan, meskipun dalam usahanya tak sedikit aral melintang dan badai yang menghambat laju perjalanannya.