PENGETAHUAN SAINS
Pada Bab 2 ini dibicarakan ontologi, epistemologi, dan
aksiologi sain.Uraian mengenai ontologi sain membahas hakikat dan struktur
sain.Uraian tentang struktur sain tidak terlalu bagus.Hal itu disebabkan oleh
begitu banyak macam sain, karena banyaknya maka banyak yang tidak saya ketahui.
Epistemologi
sain difokuskan pada cara kerja metode ilmiah. Sedangkan pembahasan aksiologi
sain diutamakan pada cara sain menyelesaikan masalah yang dihadapi manusia.
A. Ontologi Sains
Di sini dibicarakan hakikat dan struktur sain. Hakikat
sain menjawab pertanyaan apa sain itu
sebenarnya. Struktur sain seharusnya menjelaskan cabang-cabang sain,
serta isi setiap cabang itu.Namun di sini hanya dijelaskan cabang-cabang sain
dan itupun tidak lengkap.
1. Hakikat
Pengetahuan Sain
Pada Bab
1 telah dijelaskan secara ringkas bahwa pengetahuan sain adalah pengetahuan
rasional empiris.Masalah rasional dan empiris inilah yang dibahas berikut ini.Pertama,
masalah rasional.
Saya berjalan-jalan di
beberapa kampung. Banyak hal yang menarik perhatian saya di kampung-kampung
itu, satu diantaranya ialah orang-orang di kampung yang satu sehat-sehat,
sedang di kampung yang lain banyak yang sakit. Secara pukul-rata penduduk
kampung yang satu lebih sehat daripada penduduk kampung yang lain tadi. Ada apa
ya? Demikian pertanyaan dalam hati saya.
Kebetulan saya mengetahui
bahwa penduduk kampung yang satu itu memelihara ayam dan mereka memakan
telurnya, sedangkan penduduk kampung yang lain tadi juga memelihara ayam tetapi
tidak memakan telurnya, mereka menjual telurnya. Berdasarkan kenyataan itu saya
menduga, kampung yang satu itu penduduknya sehat-sehat karena banyak memakan
telur, sedangkan penduduk kampung yang lain itu banyak yang sakit karena tidak
makan telur. Berdasarkan
ini saya menarik hipotesis semakin banyak makan telur
akan semakin sehat, atau telur berpengaruh positif terhadap kesehatan.
Hipotesis harus berdasarkan
rasio, dengan kata lain hipotesis harus rasional. Dalam hal hipotesis yang saya
ajukan itu rasionalnya ialah: untuk sehat diperlukan gizi, telur banyak
mengandung gizi, karena itu, logis bila semakin banyak makan telur akan semakin
sehat.
Hipotesis saya itu belum diuji
kebenarannya.Kebenarannya barulah dugaan.Tetapi hipotesis itu telah mencukupi
dari segi kerasionalannya. Dengan kata lain, hipotesis saya itu rasional. Kata “rasional” di sini menunjukkan adanya hubungan
pengaruh atau hubungan sebab akibat.
Kedua, masalah
empiris.Hipotesis saya itu saya uji (kebenarannya) mengikuti prosedur metode
ilmiah. Untuk menguji hipotesis itu saya gunakan metode eksperimen dengan cara
mengambil satu atau dua kampung yang disuruh makan telur secara teratur selama
setahun sebagai kelompok eksperimen, dan mengambil satu atau dua kampung yang
lain yagn tidak boleh makan telur, juga selama setahun itu, sebagai kelompok
kontrol. Pada akhir tahun, kesehatan kedua kelompok itu saya amati. Hasilnya, kampung
yang makan telur rata-rata lebih sehat.
Sekarang, hipotesis saya
semakin banyak makan telur akan semakin sehat atau telur berpengaruh positif
terhadap kesehatan terbukti. Setelah terbukti – sebaiknya berkali-kali – maka hipotesis saya tadi berubah menjadi
teori.Teori saya bahwa “Semakin banyak makan telur akan
semakin sehat” atau “Telur berpengaruh
positif terhadap kesehatan,” adalah teori yang rasional-empiris.Teori seperti
inilah yang disebut teori ilmiah (scientific theory).Beginilah teori
dalam sain.
Cara kerja saya dalam
memperoleh teori itu tadi adalah cara kerja metode ilmiah. Rumus baku metode ilmiah ialah: logico-hypothetico-verificatif
(buktikan bahwa itu logis, tarik hipotesis, ajukan bukti empiris).
Harap dicatat bahwa istilah logico dalam rumus itu adalah logis dalam
arti rasional.
Pada dasarnya cara kerja sain adalah kerja mencari
hubungan sebab-akibat atau
mencari pengaruh sesuatu terhadap yang lain. Asumsi dasar sain ialah tidak
ada kejadian tanpa sebab.Asumsi ini oleh Fred N. Kerlinger (Foundation of
Behavior Research,
1973:378) dirumuskan dalam ungkapan post hoc, ergo propter hoc (ini, tentu
disebabkan oleh ini). Asumsi ini benar bila sebab akibat itu memiliki hubungan
rasional.
Ilmu atau sain berisi teori.Teori
itu pada dasarnya menerangkan hubungan sebab akibat.Sain tidak memberikan nilai baik atau buruk, halal atau
haram, sopan atau tidak sopan, indah atau
tidak indah; sain hanya memberikan nilai benar atau salah.Kenyataan inilah yang
menyebabkan ada orang menyangka bahwa sain itu netral. Dalam konteks
seperti itu memang ya, tetapi dalam konteks lain belum tentu ya.
2. Struktur
Sain
Dalam garis besarnya sain
dibagi dua, yaitu sain kealaman dan sain sosial.Contoh berikut ini hendak
menjelaskan struktur sain dalam bentuk nama-nama ilmu. Nama ilmu banyak sekali,
berikut ditulis beberapa saja diantaranya:
1) Sain Kealaman
• Astronomi;
• Fisika:mekanika,bunyi,cahayadanoptik,fisikanuklir;
• Kimia:kimiaorganik,kimiateknik;
• IlmuBumi:paleontologi,ekologi,geofisika,geokimia,mineralogi, geografi;
• IlmuHayati:biofisika,botani,zoologi;
2) Sain Sosial
• Sosiologi:sosiologikomunikasi,sosiologipolitik,sosiologipendidikan
• Antropologi:antropologibudaya,antropologiekonomi,entropologi
politik.
• Psikologi:psikologipendidikan,psikologianak,psikologiabnormal;
• Ekonomi:ekonomimakro,ekonomilingkungan,ekonomipedesaan;
• Politik:politikdalamnegeri,politikhukum,politikinternasional
Agar sekaligus tampak lengkap, berikut ditambahkan Humaniora.
3) Humaniora
• Seni:seniabstrak,senigrafika,senipahat,senitari;
• Hukum:hukumpidana,hukumtatausahanegara,hukumadat(mungkin dapat dimasukkan ke
sain sosial);
• Filsafat:logika,ethika,estetika;
• Bahasa,Sastra;
• Agama:Islam,Kristen,Confusius;
• Sejarah:sejarahIndonesia,sejarahdunia(mungkindapatdimasukkanke sain sosial).
Demikian sebagian kecil dari nama ilmu (sain). Ditambahkan juga
pengetahuan Humaniora (yang mungkin dapat digolongkan
dalam sain sosial) dalam daftar di atas
hanyalah dengan tujuan agar tampak lengkap. (Bahan diambil dari Ensiklopedi
Indonesia).
B.
Epistemologi Sain
Pada bagian ini diuraikan
obyek pengetahuan sain, cara memperoleh pengetahuan sain dan cara mengukur
benar-tidaknya pengetahuan sain.
1. Objek
Pengetahuan Sain
Objek
pengetahuan sain (yaitu objek-objek yang diteliti sain) ialah semua objek yang
empiris.Jujun S. Suriasumantri (Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer,
1994: 105) menyatakan bahwa objek kajian sain hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman
manusia.Yang dimaksud pengalaman di sini ialah pengalaman indera.
Objek kajian sain haruslah objek-objek yang empiris
sebab bukti-bukti yang harus ia temukan adalah bukti-bukti yang empiris. Bukti empiris ini
diperlukan untuk menguji bukti rasional yang telah dirumuskan dalam hipotesis.
Apakah objek yang boleh
diteliti oleh sain itu bebas? Artinya, apakah sain boleh meneliti apa saja asal
empiris? Menurut sain ia boleh meneliti apa saja, ia ebas; menurut filsafat
akan tergantung pada filsafat yang mana; menurut agama belum tentu bebas.
Objek-objek
yang dapat diteliti oleh sain banyak sekali: alam, tetumbuhan, hewan, dan manusia,
serta kejadian-kejadian di sekitar alam, tetumbuhan, hewan dan manusia itu;
semuanya dapat diteliti oleh sain. Dari penelitian itulah muncul teori-teori
sain.Teori-teori itu berkelompok atau dikelompokkan dalam masing-masing cabang
sain. Teori-teori yang telah berkelompok itulah yang saya sebut
struktur sain, baik cabang-cabang sain maupun isi
masing-masing cabang sain tersebut.
2. Cara
Memperoleh Pengetahuan Sain
Pengalaman manusia sudah
berkembang sejak lama.Yang dapat dicatat dengan baik ialah sejak tahun 600-an
SM. Yang mula-mula timbul agaknya ialah pengetahuan filsafat dan hampir
bersamaan dengan itu berkembang pula pengetahuan sain dan pengetahuan mistik.
Perkembangan sain didorong oleh
paham Humanisme.Humanisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa manusia mampu mengatur dirinya
dan alam.Humanisme telah muncul pada zaman Yunani Lama (Yunani Kuno).
Sejak zaman dahulu, manusia telah menginginkan adanya
aturan untuk mengatur manusia.Tujuannya ialah agar manusia itu hidup
teratur.Hidup teratur itu sudah menjadi kebutuhan manusia sejak dahulu.Untuk
menjamin tegaknya kehidupan yang teratur itu diperlukan aturan.
Manusia
juga perlu aturan untuk mengatur alam. Pengalaman manusia menunjukkan bila
alam tidak diatur maka alam itu akan menyulitkan kehidupan manusia. Sementara
itu manusia tidak mau dipersulit oleh alam.Bahkan sebaiknya – kalau dapat – manusia ingin alam itu mempermudah
kehidupannya.Karena itu harus ada aturan untuk mengatur alam.
Bagaimana membuat aturan untuk
mengatur manusia dalam alam?Siapa yang dapat membuat aturan itu? Orang Yunani
Kuno sudah menemukan: manusia itulah yang
membuat aturan itu. Humanisme mengatakan bahwa manusia mampu mengatur
dirinya (manusia) dan alam.Jadi, manusia itulah yang harus membuat aturan untuk
mengatur manusia dan alam.
Bagaimana membuatnya dan apa
alatnya? Bila aturan itu dibuat berdasarkan agama atau mitos, maka akan sulit
sekali menghasilkan aturan yang disepakati.
Pertama, mitos itu tidak mencukupi
untuk dijadikan sumber membuat aturan untuk
mengatur manusia, dan kedua, mitos itu amat tidak mencukupi untuk dijadikan
sumber membuat aturan untuk mengatur alam. Kalau begitu, apa sumber aturan itu?
Kalau dibuat berdasarkan agama?Kesulitannya ialah agama mana?Masing-masing
agama menyatakan dirinya benar, yang lain salah. Jadi,
seandainya aturan itu dibuat berdasarkan agama maka
akan banyak orang yang menolaknya. Padahal aturan itu seharusnya disepakati
oleh semua orang.Begitulah kira-kira mereka berpikir.
Menurut
mereka aturan itu harus dibuat berdasarkan dan bersumber pada sesuatu yang ada
pada manusia.Alat itu ialah akal.Mengapa akal?Pertama, karena akal
dianggap mampu, kedua, karena akal pada setiap orang bekerja berdasarkan
aturan yang sama. Aturan itu ialah logika alami yang ada pada akal setiap manusia.Akal
itulah alat dan sumber yang paling dapat disepakati.Maka, Humanisme melahirkan
Rasionalisme.
Rasionalisme
ialah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat
pencari dan
pengukur pengetahuan.Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur dengan
akal pula.
Dicari dengan akal ialah dicari dengan berpikir
logis.Diukur dengan akal artinya diuji
apakah temuan itu logis atau tidak.Bila logis, benar; bila tidak, salah.Nah,
dengan alat itulah aturan untuk mengatur manusia dan alam itu dibuat.Ini juga
berarti bahwa kebenaran itu bersumber pada akal.
Dalam proses pembuatan aturan itu, ternyata temuan
akal itu seringkali bertentangan. Kata seseorang ini logis,
tetapi kata orang lain itu logis juga. Padahal ini dan
itu itu tidak sama, bahkan kadang-kadang bertentangan. Orang-orang sophis pada zaman Yunani Kuno dapat
membuktikan bahwa bergerak sama dengan diam, kedua-duanya sama logisnya. Apakah
anak panah yang melesat dari busurnya bergerak atau diam?Dua-duanya
benar.Apa itu bergerak? Bergerak ialah bila sesuatu pindah tempat.Anak panah
itu pindah dari busur ke sasaran.Jadi, anak panah itu bergerak.Anak panah itu
dapat juga dibuktikan diam. Diam ialah bila sesuatu pada sesuatu waktu berada
pada suatu tempat.Anak panah itu setiap saat berada di suatu tempat.Jadi, anak
panah itu diam. Ini pun benar, karena argumennya juga logis. Jadi, bergerak
sama dengan diam, sama-sama logis.
Apa yang
diperoleh dari kenyataan itu? Yang diperoleh ialah berpikir logis tidak menjamin
diperolehnya kebenaran yang disepakati.Padahal, aturan itu seharusnya disepakati. Kalau begitu diperlukan
alat lain. Alat itu ialah Empirisme.
Empirisisme ialah paham
filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti
empiris.
Nah,
dalam hal anak panah tadi, menurut Empirisisme yang benar adalah bergerak,
sebab secara empiris dapat dibuktikan bahwa anak panah itu bergerak.Coba saja perut Anda menghadang anak panah itu,
perut anda akan tembus, benda yang menembus sesuatu haruslah benda yang
bergerak. Ya, memang, sesuatu yang diam tidak akan mampu menembus. Logis juga.
Nah dengan Empirisisme inilah
aturan (untuk mengatur manusia dan alam) itu dibuat.Tetapi nanti dulu,
ternyata Empirisisme masih memiliki kekurangan. Kekurangan Empirisisme ialah
karena ia belum terukur. Empirisisme hanya sampai pada konsep-konsep yang umum.
Kata Empirisisme, air kopi yang baru diseduh ini panas, nyala api ini lebih
panas, besi yang mendidih ini sangat panas. Kata Empirisisme, kelereng ini
kecil, bulan lebih besar, bumi lebih besar lagi, matahari sangat besar.
Demikianlah seterusnya.Empirisisme hanya menemukan konsep yang sifatnya umum.Konsep itu belum operasional, karena belum
terukur.Jadi, masih diperlukan alat lain. Alat lain itu ialah
Positivisme.
Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran
ialah yang logis, ada bukti empirisme, yang terukur.“Terukur” inilah sumbangan penting Positivisme. Jadi, hal panas tadi
oleh Positivisme dikatakan air kopi ini 80 derajat celcius, air mendidih ini
100 derajat celcius, besi mendidih ini 1000 derajat celcius, ini satu meter
panjangnya, ini satu ton beratnya, dan seterusnya. Ukuran-ukuran ini
operasional, kuantitatif, tidak memungkinkan perbedaan pendapat.Sebagaimana Anda lihat, aturan untuk mengatur manusia dan
aturan untuk mengatur alam yang kita miliki sekarang bersifat pasti dan
rinci.Jadi, operasional.Bahkan dada dan pinggul sekarang ini ada ukurannya,
katanya, ini dalam kerangka ukuran kecantikan.Dengan ukuran ini maka kontes
kecantikan dapat dioperasikan.Kehidupan kita sekarang penuh oleh ukuran.
Positivisme sudah dapat
disetujui untuk memulai upaya membuat aturan untuk
mengatur manusia dan mengatur alam. Kata Positivisme, ajukan logikanya, ajukan
bukti empirisnya yang terukur. Tetapi bagaimana caranya? Kita masih memerlukan
alat lain. Alat lain itu ialah Metode Ilmiah. Sayangnya, Metode Ilmiah
sebenarnya tidak mengajukan sesuatu yang baru; Metode Ilmiah hanya
mengulangi ajaran Positivisme, tetapi lebih
operasional. Metode Ilmiah mengatakan,
untuk memperoleh pengetahuan yang benar lakukan langkah berikut: logico-hypothetico-verificartif.
Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan
hipotesis (berdasarkan logika itu), kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu
secara empiris.
Dengan rumus Metode Ilmiah inilah kita membuat aturan
itu.Metode Ilmiah itu secara teknis dan rinci menjelaskan dalam satu bidang
ilmu yang disebut Metode Riset.Metode
Riset menghasilkan Model-model Penelitian.Nah, Model-model
Penelitian inilah yang menjadi instansi terakhir - dan memang operasional -
dalam membuat aturan (untuk mengatur manusia dan alam) tadi.
Dengan
menggunakan Model Penelitian tertentu kita mengadakan penelitian.Hasil-hasil
penelitian itulah yang kita warisi sekarang berupa tumpukan pengetahuan sain dalam berbagai bidang sain.Inilah sebagian
dari isi kebudayaan manusia.Isi kebudayaan yang lengkap ialah
pengetahuan sain, filsafat dan mistik. Urutan dalam proses
terwujudnya aturan seperti yang diuraikan di atas ialah sebagai berikut:
Humanisme
I
Rasionalisme
I
Empirisme
I
Positivisme
I
Metode
Ilmiah
I
Metode Riset
I
Model-model
Penelitian
Aturan untuk Aturan untuk
Mengatur
Manusia Mengatur
Alam
3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain
Ilmu
berisi teori-teori. Jika Anda mengambil buku Ilmu (sain) Pendidikan, maka Anda akan
menemukan teori-teori tentang pendidikan. Ilmu Bumi membicarakan teori-teori tentang bumi, Ilmu Hayat membahas teori-teori
tentang makhluk hidup.Demikian seterusnya.Jadi, isi ilmu ialah teori.
Jika kita bertanya apa ukuran kebenaran sain, maka yang kita tanya ialah apa
ukuran kebenaran teori-teori sain.
Ada
teori Sain Ekonomi: bila penawaran sedikit, permintaan banyak, maka harga akan naik.
Teori ini sangat kuat, karena kuatnya maka ia ditingkatkan menjadi hukum,
disebut hukum penawaran dan permintaan. Berdasarkan hukum ini, maka barangkali
benar dihipotesiskan: Jika hari hujan terus, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan,
maka harga beras akan naik. Untuk membuktikan apakah hipotesis itu benar atau salah, kita cukup melakukan dua langkah.Pertama,
kita uji apakah teori itu logis? Apakah logis jika hari hujan terus
harga gabah akan naik?
Jika
hari hujan terus, maka orang tidak dapat menjemur padi, penawaran beras akan
menurun, jumlah orang yang memerlukan tetap, orang berebutan membeli beras,
kesempatan itu dimanfaatkan pedagang beras untuk memperoleh untung sebesar
mungkin, maka harga beras akan naik. Jadi, logislah bila hujan terus harga beras
akan naik. Hipotesis itu lolos ujian pertama, uji logika.Kedua, uji
empiris.Adakan eksperimen. Buatlah hujan buatan selama mungkin, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, beras dari daerah
lain tidak masuk. Periksa pasar.Apakah harga beras naik?Secara logika
seharusnya naik.Dalam kenyataan mungkin saja tidak naik, misalnya karena orang
mengganti makannya dengan selain beras.Jika eksperimen itu dikontrol dengan
ketat, hipotesis tadi pasti didukung oleh kenyataan. Jika didukung oleh
kenyataan (beras naik) maka hipotesis itu menjadi teori, dan teori itu benar,
karena ia logis dan empiris.
Jika hipotesis terbukti, maka
pada saatnya ia menjadi teori. Jika sesuatu teori selalu benar, yaitu jika
teori itu selalu didukung bukti empiris, maka teori itu naik tingkat
keberadaannya menjadi hukum atau aksioma.
Agaknya banyak mahasiswa
menyangka bahwa hipotesis bersifat mungkin benar mungkin salah, dengan
kata lain, hipotesis itu kemungkinan benar atau salahnya sama besar, fifty-fifty.
Prasangkaan itu salah.
Hipotesis (dalam sain) ialah
pernyataan yang sudah benar secara logika, tetapi belum ada bukti
empirisnya.Belum atau tidak ada bukti empiris bukanlah merupakan bukti bahwa
hipotesis itu salah.Hipotesis benar, bila logis, titik. Ada atau tidak ada
bukti empirisnya adalah soal lain. Dari sini tahulah kita bahwa kelogisan suatu hipotesis – juga teori – lebih penting
ketimbang bukti empirisnya.Harap
dicatat, bahwa kesimpulan ini penting.
Disarikan dari buku Omar Bakar tentang Sains