Jumat, 11 Maret 2011

Membangun Karakter Anak

Membangun Karakter Anak

Tanggal 5 Maret 2011,Sekitar 480 guru dan orang tua, mengikuti seminar Nasional, yang diadakan oleh SD Al Irsyad 02 Purwokerto bekerja sama dengan Axioo for teacher. Seminar ini digelar di Gedung Roediro Unsoed, dengan nara sumber Psikolog Nasional M. Faudzil Adzim dan M. Sofwan (pengamat Pendidikan Islam). Tujuan dari pelaksanaan seminar Nasional yang mengambil tema “Strategi dan Implementasi membentuk karakter anak” tersebut, untuk memberikan wawasan kepada orang tua murid dan guru, dalam mendidik anak dengan cara yang tepat sehingga kelak anak mampu menjadi anak sholeh dan berakhlakul karimah. Ada sinergitas antara pola pendidikan disekolah dan pola pendidikan di rumah. Di samping itu, memberikan pemahaman kepada guru dan orang tua bagaimana merumuskan strategi yang tepat untuk anak dalam membentuk karakter dan akhlak karimah.
Pada kesempatan itu, peserta juga di suguhi penampilan siswa-siswi SD Al Irsyad 02 Purwokerto dalam bentuk penampilan seni dan musik. Peserta terlihat sangat antusias mengikuti seminar. Umumnya mereka menyambut baik terutama guru dan orang tua. Seorang pengurus komite berkata, “sekolah telah memberikan ruang dan waktu pada guru dan orang tua untuk mengembangkan diri sebagai orang tua agar menjadi lebih kreatif dalam memberikan pola asuh dan menanamkan akhlak dan karakter yang tepat untuk menjadi insan yang berakhlak mulia dan berguna di masa depan”.

Membentuk karakter

Pendidikan karakter seharusnya dimulai saat anak masih balita. Membentuk karakter merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Dengan begitu fitrah setiap anak yang dilahirkan suci bisa berkembang secara optimal. Tentu kita masih ingat pendidikan model Nabi Ibrahim. Bagaimana beliau memilihkan tempat untuk pendidikan putranya dengan tempat yang berkarakter yaitu di lingkungan masjid.
Dalam pandangan M. Faudzil Adzim, karakter bukanlah serangkaian prilaku yang baik atau yang buruk. Bukan juga berbagai kebiasaan yang mulia atau hina. Karakter merupakan kualitas personal yang darinya memunculkan berbagai prilaku positif (bagi karakter positif) atau perilaku buruk sebagai cerminan karakter buruk.
Kita juga perlu membedakan bahwa perilaku yang berulang-ulang belum tentu kebiasaan. Ada kalanya seseorang melakukan hal tersebut hanya jika ada sesuatu yang memaksanya. Misalkan anak yang mengerjakan sholat hanya jika mendengar bapaknya suaranya keras. Ia melakukan setiap kali mendengarkan suara ayahnya karena ia mengenali suara keras tersebut sebagai peringatan.

Strategi Membangun karakter

Pendidikan karakter sesungguhnya merupakan tanggung jawab kita bersama sebagai sebuah bangsa. Namun dalam konteks pendidikan formal,tanpa kiprah guru yang memang dititahkan sebagai pendidik profesional,kepada siapa lagi pendidikan karakter secara formal akan dipasrahkan? Barangkali tugas menyuluh peradaban yang diamanatkan kepada guru memang tidak sederhana, tetapi juga berat.

Bagaimana pendidikan ini, tidak hanya difokuskan terhadap sekolah saja, namun bagaimana pendidikan untuk anak, juga dikelola dengan tepat di rumah, sehingga, terjadi keseimbangan,” begitu ungkapan bupati Mardjoko yang di sampaikan melalui staf ahlinya di hadapan peserta seminar. Membangun karakter merupakan proses panjang yang harus di bangun melalui pendidikan,pengalaman, percobaan dan pengaruh lingkungan.
Di samping itu menurut Bupati Marjoko optimalisasi peran keluarga menjadi factor penting dalam pembentukan karakter di rumah. Optimalisasi peran keluarga di bangun melalui menyusun ulang visi sukses dunia dan akherat bersama membangun syurga di akherat, merealisasikan nilai-nilai islam dalam kehidupan keluarga, mendorong seluruh potensi anggota keluara dapat berkembang optimal di dalam dan di luar rumah, merealisasikan tafahum (saling memahami) dn Taawun (saling tolong menolong) dalam keluarga untuk tercapainya kerja sama yang sinergis dan produktif, membangun komunikasi yang efektif dlam keluarga serta senantiasa memelihara “Husnun niyah” (niat yang baik), husnuzdhon, ijabiyarur ru’yah (berfikir positif).

Dalam pandangan lain M.sofwan MA memberikan tips bagaimana membangun pendidikan karakter bagi anak. salah satunya adalah meniru pola pendidikan ala Nabi Ibrahim As. Cara yang di tempuh nabi Ibrahim terbukti memberikan kepada kita bagiamana menghasilkan generasi yang berkualitas (sholeh) dan brilyan. Pendidikan ala Ibrahim dimulai dengan memilih lingkungan (biah) yang baik berupa masjid sebagai tempat penempaan iman. stategi kedua adalah mentarbiyah (mendidik) agar mendirikan sholat, karena mendirikan sholat merupakan karakter umat Muhammad. Cara ketiga adalah dengan mentarbiyah anak agar di senangi banyak orang. Cara keempat adalah mentarbiyah anak agar dapat menjemput rizki Alloh dengan life skills (ketrampilan hidup) dan Skill to life (ketrampilan untuk hidup).

Dan terakhir, membangun karakter anak membutuhkan keteladanan. Bagaimana guru dapat menumbuhkembangkan karakter anak didik ketika guru justru tergoda untuk meruntuhkan karakter ideal seorang pendidik? Tentu masih ada waktu untuk berbenah,saatnya kita lebih serius menata kembali wajah pendidikan kita. Cerita guru malas, yang jumlahnya mencapai 500.000 dari 2,6 juta orang sebagaimana pernah dilansir Depdiknas beberapa waktu lalu (SINDO, Agustus 2010),semoga tiada lagi.

Sebagai avant garde (ujung tombak) pendidikan, guru memang sekali pun tidak boleh lelah mengasah dan menjaga karakter pendidik yang sesungguhnya merupakan keniscayaan bagi pendidikan karakter anak bangsa demi membangun aset umat berbasis akhlak mulia. Wallahu a’lam.


.