Selasa, 08 Februari 2011

“Hijrah dan pembentukan Carakter Building”

Minim Selebrasi
Hingar bingar tahun baru masehi selalu membuat meriah di setiap pergantian tahun di seantereo jagad. Cara perayaan pun bermacam-macam, seolah-olah akan terjadi perubahan yang besar-besaran setelah tahun baru. Tetapi alangkah kontrasnya ketika pergantian tahun itu bernama Hijriah. Seberapa besar kaum muslimin yang peduli terhadap pergantian tahun itu. Cobalah kita lihat kontrasnya jurang kecenderungan masyarakat untuk merayakannya. Tahun Baru Masehi begitu bingar dirayakan, sedangkan Tahun Baru Hijriah nyaris dilalui dengan aktivitas yang biasa-biasa saja bahkan nyaris sepi dari kegiatan umat islam.
Ada sebagian masyarakat muslim justru memperingatinya dengan berbagai cara yang tidak sesuai dengan syariat. Berbagai selebrasipun di gelar dengan berbagai macam dan cara dalam ritualnya. Adakalanya yang positif tapi tak jarang justru banyak yang kita jumpai malah berbau kesyirikan. Dan banyak kita jumpai justru di isi dengan berbagai kegiatan yang berbau hura-hura di antara para pemuda-pemudi, seperti kesempatan yang tak boleh dilewati tanpa kenangan. Maka dibuat atau dilakukanlah berbagai aktivitas untuk memperingatinya. Tapi lumrahnya, peringatan itu cenderung hedonis materialistik. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pemborosan dan kesia-siaan selalu menghiasi perayaan pergantian Tahun Baru
Umat Islam harus secepatnya melakukan muhasabah mengingat kondisi bangsa yang tengah dilanda banyak musibah dimana-mana. Mulai dari banjir wasior, Tsunami di mentawai, erupsi gunung merapi sampai letusan gunung Bromo. Rangkaian musibah itu setidaknya menyadarkan kita untuk secepatnya berbenah diri atas prilaku kita.
Momentum pergantian tahun Hijriah, kita harus mampu menangkap pesan perubahan atau perpindahan dari segala aspek. Dari yang belum baik menjadi pribadi yang lebih baik, Dari wawasan minder menjadi percaya diri, yang selalu terbelakang atau selalu menjadi objek menjadi bisa menunjukan jati diri sesuai dengan makna hijrah. Di samping itu diharapkan mampu memenangkan dalam persaingan yang semakin hari semakin bertambah berat.
Momentum hijrah bagi umat Islam adalah dengan melakukan interospeksi masal, guna melakukan perubahan dari keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik sebagai revitalisasi hijrah. Meningkatkan spritualitas dan kesadaran keagamaan menjadi keniscayaan umat Islam Indonesia, terutama ketika bangsa ini dihadapkan dengan berbagai musibah yang sepatutnya direnungkan sebagai momentum menguji kualitas keimanan dan keberislamannya dan patut direnungi untuk diambil hikmahnya.

Makna Hijrah
Setiap tahun umat Islam menyambut tahun hijriyah dengan biasa-biasa saja. Sadar atau tidak kita harus mengakuai meskipun ada sebagian dari kita merayakan dengan penuh kesungguhan mendalami makna hijriah. Cobalah kita tengok makna hirah yang sesungguhnya. Dalam berbagai literatur hijrah sering kita jumpai dan dimaknai secara luas yakni, perpindahan nilai, misalnya hijrah dari nilai budaya yang buruk menuju nilai budaya yang Islami. Dalam pengertian ini, ghirah atau semangat hijrah yang patut diimplementasikan sekarang ini, bukan lagi dalam pengertian fisik, tetapi hijrah secara kontekstual dengan meninggalkan segala peradaban atau nilai-nilai yang tidak baik dan tidak urgen menuju peradaban yang lebih baik yang diridhai Allah dan dapat diterima umat manusia pada umumnya.

Hijrah secara bahasa di maknai perpindahan. Perpindahan ini dalam pandangan para ulama mengandung dua makna : hijrah makani (tempat atau fisik), dan hijrah maknawi (nilai). Hijrah makani artinya berpindah dari suatu tempat yang kurang baik menuju tempat yang lebih baik, dari suatu negeri ke negeri yang lain yang lebih baik. Adapun hijrah maknawi artinya berpindah dari nilai yang kurang baik menuju nilai yang lebih baik, dari kebatilan menuju kebenaran, dari kekufuran menuju keislaman. Atau dengan kata lain, hijrah kepada jalan yang di ridlai Allah dan Rasulnya.
Dalam konteks kekinian, hijrah Maknawi nampaknya yang harus lebih diprioritaskan untuk dikaji, karena mayoritas umat hampir tidak memahami makna hijrah yang sebenarnya yang dapat selalu diaktualisasikan dalam kehidupan nyata. Apabila spirit hijrah secara maknawi ini dapat ditangkap dan dihayati oleh setiap muslim untuk selanjutnya secara konsisten diterapkan dalam sendi-sendi kehidupan, barangkali nasib umat Islam secara umum akan lebih baik dari sekarang. Krisis multidimensional dan tantangan global seerta derasnya demoralisasi dengan sendirinya akan terkikis habis.

Demikian makna hijrah sebagai revitalisasi dalam konteks maknawi. Hal ini sejatinya seorang Muslim menjadikan bulan Muharram yang setiap tahunnya diperingati untuk membangun keshalehan individual dan sosialnya serta bermanfaat untuk umat.

Berkah Hijrah Bagi pendidikan
Dalam kacamata sejarah Nabi Muhammad hijrah bukan dalam rangka melarikan diri dari kaum musrik, tetapi menyelamatkan visi dan misi Islam sebagai rahmad untuk semua. Oleh karena itu pesan moral hijrah yang terpenting adalah pendidikan mental spiritual dengan memurnikan tauhid sekaligus pembebasan umat manusia dari ketertindasan, kezaliman dan penjajahan terutama penjajahan hawa nafsu. Selama proses hijrah nabi Muhamad sungguh menampilakn figure teladan dalam mengawal dan menyelamatkan visi misi islam dengan penuh amanah, kecerdasan intelektual dan emosional maupun spiritual.

Dalam memahami makna hijrah, Kita perlu mengupayakan sebuah perubahan sosial (social engineering) untuk menata kembali dinamika nilai pada individu hingga sistem sosial di tingkat kelompok masyarakat serta institusi negara, terutama menyangkut tema pendidikan. Salah satu ideas yang perlu dikembangkan adalah nilai kepemimpinan (leadership).
Dalam pandangan para pakar pendidikan, sistem pendidikan Indonesia sejauh ini pendidikan kita dinilai hanya mampu mencetak manusia bermental pekerja beserta skill-skill teknis dan praktis. Di kebanyakan ruang-ruang kelas kita senantiasa dimotivasi untuk bagaimana dapat segera lulus dan bekerja sebagai karyawan atau buruh di sebuah perusahaan besar dengan tingkat gaji tinggi.Tidak lebih. Ekstrimnya, mayoritas produk pendidikan Indonesia hanya dapat setara dengan kaum sudra atau kasta terendah dalam kelas sosial. Tak heran sering muncul ledekan sebagai bangsa buruh. Sistem yang sudah tidak relevan dengan tuntutan zaman ini akan menjadikan Indonesia semakin kerdil terinjak hegemoni bangsa asing. Kurikulum kita selama ini belum berorientasi pada pembentukan manusia Indonesia dengan karakter dan kompetensi kepemimpinan dengan basis keilmuannya masing-masing.Sistem pendidikan formal kita belum menjawab kebutuhan akan pentingnya sebuah visi dan misi, komunikasi, kapasitas manajerial, decision making serta sofskill lain yang sebenarnya dapat dipadukan melalui metode belajar mengajar.

Dalam pandangan muhbib abdul wahhab, dengan mengintegrasikan intelektualitas dan karakter kepemimpinan dalam suatu sistem pembelajaran, wacana kebangkitan bangsa ini akan semakin menemukan bentuk riilnya. Kepemimpinan tidak hanya dapat terlahir secara otodidak melalui pengalaman atau gelombang resistensi terhadap kolonal atau rezim tirani seperti yang terjadi pada para tokoh pemimpin bangsa dulu . Melainkan ia harus benar-benar dirumuskan dan dikembangkan sejak dini. Momentum pergantian tahun baru hijriah sudah semestinya menjadi tonggak perubahan atau transformasi. Sudah saatnya kita berubah (mengubah diri) dari bangsa pemalas menjadi bangsa pejuang, dari bangsa pecundang menjadi bangsa pemenang, dari mental dan budaya korup menjadi mental budaya amanah,jujur dan bersih. Yang sangat kita butuhkan kedepan adalah membangun karakter (carakter Building) yang tangguh. Tentu hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan Al Irsyad.

Dan terakhir, Kearifan memaknai hijrah dengan melakukan transformasi ke arah yang lebih baik dari sebelumnya, termasuk didalamnya keberanian untuk melakukan rekayasa sosial dengan berbagai varian inovasinya. Dengan begitu, setiap kita sebagai insan beradab melakukan perbaikan dalam belbagai lini kehidupan sebagai cerminan semangat hijrah dan menyambut tahun baru Islam dengan membuka lembaran baru yang lebih baik di hari-hari mendatang. Wallohu a’lam bissowab

Tidak ada komentar: