Rabu, 23 April 2008

menimbang sbi

“Mewujudkan sekolah yang berwawasan Global dan Berstandar Internasional”

Wawasan pendidikan global

Pendidikan dalam konteks upaya merekonstruksi suatu peradaban merupakan salah satu kebutuhan asasi yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban oleh negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi kehidupan selaras dengan fitrahnya serta mampu mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari setiap masa ke masa berikutnya.

Fitrah kehidupan manusia adalah menjalani kehidupan ini sesuai dengan aturan-aturan kehidupan yang telah ditetapkan oleh penciptanya, yaitu Allah Swt karena Dia yang paling mengetahui segalanya tentang makhluk ciptaan-Nya.

Penguasaan terhadap ilmu, pengetahuan-teknologi, aspek-aspek materi (hasil-hasil teknologi) dan kemajuan-kemajuan lainnya merupakan sesuatu yang harus disadari oleh kaum muslimin sebagai kebutuhan dan kewajiban yang harus selalu dilaksanakan dalam menjaga keberlangsungan kehidupan (peradaban) Islam. Tanpa penguasaan ilmu pengetahuan rasanya tidak akan pernah mungkin untuk membangun sebuah peradaban Islam yang kokoh.

Sejalan dengan hal tersebut maka penguasaan ilmu pengetahuan khususnya pendidikan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan globalisasi. Dalam menuju era globalisasi, Indonesia harus melakukan reformasi dalam proses pendidikan, yaitu dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel, sehingga para lulusan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global-demokratis. Oleh karena itu pendidikan harus di rancang sedemikian rupa agar memungkinan para peserta didik dapat mengembangkan segala potensi yang di miliki secara alami dan kreatif dalam suasana kebersamaan dan tanggung jawab. Selain itu pendidikan harus dapat menghasilkan lulusan yang dapat memahami masyarakatnya dengan segala faktor yang dapat mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan kegagalan di dalam kehidupan masyarakat. Salah satu alternatif yang dapat di lakukan adalah mengembangkan pendidikan yang berwawasan global.

Premis untuk memulai pendidikan berwawasan global adalah informasi dan pengetahuan tentang bagian dunia yang lain harus mengembangkan kesadaran kita bahwa kita dapat memahami lebih baik keadaan diri kita sendiri apabila kita dapat memahami hubungan terhadap masyarakat lain, dan isu-isu global.

Trend positif Sekolah Islam


Sekolah Islam memang menggeliat belakangan ini. Lembaga pendidikan ini tidak lagi dipandang sebelah mata, sebagai lembaga yang kolot dan 'puritan'. Sekolah yang dulunya di katakan kolot dan tidak diminati masyarakat kini semakin menunjukkan jati dirinya sebagai lembaga yang banyak di serbu konsumen pendidikan Maraknya para orang tua menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah Islam belakangan ini, merupakan fenomena yang sangat positif untuk perkembangan sekolah berbasis Islam Plus. Kebutuhan akan nilai plus (ahlak) terasa semakin di perlukan ketika melihat fenomena perubahan masyarakat sebagai efek samping globalisasi

Sekolah-sekolah Islam selain mengutamakan mata pelajaran umum yang sesuai dengan kurikulum Diknas, juga ditambah dengan mata pelajaran agama. Lebih khusus lagi, adalah pada penanaman moral dan pendidikan akhlak. Bukan sekadar pengetahuan agama, tapi lebih kepada penanaman budi pekerti.

Belakangan ini banyak lembaga pendidikan Islam yang telah meningkatkan kualitasnya dengan mengadopsi beberapa model atau kurikulum dari luar negara-negara maju seperti Australia, Jepang, Amerika Serikat dan lainnya (besifat Internasasional). Tujuan tiu semua adalah tak lain untuk memajukan sekolah-sekolah Islam yang berkualitas dan yang berdaya saing menghadapi perubahan yang bersifat global.

Menuju Sekolah Internasional

Pengetahuan Umum dan pengetahuan Islam bagaikan sisi mata uang yang tak terpisahkan satu dengan yang lain. Dengan perpaduan itu, di harapkan setiap anak didik mampu menghadapi persaingan global yang kelak akan di hadapinya dengan tetap berlandaskan dan berpegang teguh pada nilai-nilai ke-Islaman. Oleh karena itu sekolah Islam harus mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin menghadapi tantangan ke depan kalau tidak ingin di tinggal oleh konsumen. Dua sisi mata uang itu harus di satukan artinya sekolah harus punya kurikulum plus. Selain menggunakan kurikulum pendidikan nasional sekolah harus punya kurikulum sendiri yang berbasis Islam.

Mungkin kita sudah pernah mendengar sekolah bertaraf internasional (SBI). Keberadaannya sebenarnya sudah mulai di-launching beberapa tahun yang lalu. Sebuah nama sekolah yang amat bergengsi, sesuai dengan Undang-Undang (UU) 20/2003 Pasal 50 Ayat 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Kita mesti bangga terhadap visi pendidikan yang selangit. Visioner, memang harus mampu merumuskan pendidikan yang terbaik. Tetapi bagaimana SBI itu? Seriuskah Depdiknas, sekolah, guru, murid, dan orang tua mencapai visi itu?

Mari lihat fakta-fakta terlebih dahulu. Berapa investasi Depdiknas untuk melahirkan SBI? Rp 300 juta untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan Rp 500 juta untuk sarana dan prasarana. Angka itu jelas tidak lebih besar dari anggaran produksi film bertaraf internasional yang mencapai ratusan miliar rupiah, bahkan sebuah skenario film bertaraf internasional seperti The da Vinci Code berharga Rp 540 miliar, tak termasuk dana pembuatan filmnya.

Anggaran investasi SBI jelas kurang memadai. Ketika pendanaan alternatif dilakukan, yaitu dari orang tua siswa, yang terjadi malah ironi, walaupun tidak disengaja.

Guru sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan masih perlu asupan gizi kompetensi, baik materi pelajaran yang bertaraf internasional, penguasaan bahasa internasional, maupun penguasaan sarana teknologi.

Tidak kalah pentingnya, guru harus memiliki kemampuan mengantarkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang bisa mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki, cakap mengatasi masalah hidup, serta memberi sumbangan kemajuan bagi komunitas dan bangsanya.

Bukan hanya mimpi

Sistem pendidikan bertaraf internasional, dari segi judul memang sepele. Tetapi apakah kita selama ini sudah sadar bahwa pendidikan kita selama ini gagal membangun karakter kabangsaan? Kalau kita mau bertaraf internasional, sudah kokohkah pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa? Kalau tidak, apakah kita tidak sadar sedang mengalami hegomoni dalam dunia pendidikan?

Sistem pendidikan bertaraf internasional harus tetap menjunjung tinggi budi daya kebangsaan baru, memiliki ekspansi bertaraf internasional. Kurikulum nasional dan kurikulum bertaraf internasional harus sinergi, sehingga menghasilkan kurikulum yang mampu memberikan menu pendidikan untuk membangun bangsanya.

Tanpa kesadaran kebangsaan, SBI tidak lebih dari sekolah latah yang lupa akan substansi, yang diingat hanya kulitnya. Kurikulum bertaraf internasional tidak bisa dihasilkan oleh seorang wakil kepala sekolah bidang kurikulum sekalipun. Sebuah kurikulum -apalagi bertaraf internasional- harus dihasilkan melalui workshop bersama, baik dari kalangan pendidik sekolah maupun dari kalangan pakar pendidikan bertaraf internasional dari Depdiknas.

Sarana dan prasarana yang dibutuhkan mesti tersedia, agar proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan program. Kontrak pembelajaran antara pimpinan sekolah dengan guru dijalankan, berikut evaluasi pembelajaran para guru.

Kebutuhan akan guru yang memiliki kompetensi bertaraf internasional, tidak hanya bisa berbahasa Inggris, menguasai information teknologi, tetapi juga harus memiliki kompetensi isi mata pelajaran bertaraf internasional.

Kompetensi isi mata pelajaran bertaraf internasional pada setiap guru harus digalakkan. Hal tersebut bisa dimulai dari semacam studi banding, bagaimana kurikulum sekolah bertaraf internasional itu, bagaimana isi materi pembelajarannya, bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan, bagaimana sistem penjamin mutu atau sistem kontrol dilaksanakan?

Semua itu jelas butuh studi banding yang nyata.. Baru setelah itu beberapa workshop dilakukan, termasuk untuk materi-materi pembelajarannya.

Kompensasi terhardap guru sebagai ujung tombak keberhasilan sebuah pendidikan, khususnya untuk SBI mesti disesuaikan. Percuma sekolah berbicara kualitas pendidikan yang bertaraf internasional, guru-gurunya dibekali dengan seperangkat kompetensi materi dan kompetensi how to transfer of knowledge kepada siswa kalau kompensasi guru tidak disesuaikan. Para guru bisa berdagang pendidikan di luar sekolah, ketimbang berbusa-busa mulitnya mendidik siswa.

Otonomi manajemen SBI harus menjadi solusi kebuntuan proses mencapai cita-cita. Tidak hanya diferensiasi persyaratan calon siswa yang selama ini diberikan kepada SBI, tetapi juga perlu perbedaan pengelolaan sekolah dan perbedaan manajemen pendanaan, sehingga cita-cita mewujudkan SBI bukan hanya mimpi.

Epilog : Sebuah penutup

Berbicara soal sekolah berwawasan global dan berbasis Internasionalisme memang agak cukup rumit dalam hal persyararatan dan lain sebagainya. Namun kita harus sikapi secara positif dengan mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk mewujudkannya. Saya yakin bahwa suatu saat kita akan mampu mewujudkan dan menerapkan sekolah berwawasan global dan bertaraf Internasional di lingkungan sekolah-sekolah Al Irsyad Purwokerto. Salah satu hal yang harus di lakukan adalah perlunya keberanian dalam menyelaraskan akses pendidikan melalui kemampuan berkomunikasi aktif menuju sekolah berstandar Internasional. Dalam bidang lain yang perlu di kembangkan adalah sarana dan prasarana sekolah untuk menunjang pembelajaran berkualitas di sekolah, di samping itu kombinasi prestasi akademik dan non akademik di tambah konsep pembelajaran berwawasan global yang bertujuan untuk mengembangkan potensi diri peserta didik harus terus di bangun sehingga akan menempatkan diri sebagai ” Prototype” sekolah bertaraf Internasional.

Bukan tidak mungkin bila itu terpenuhi semua, maka Sekolah-sekolah Al Irssyad ke depan akan jadi pioner dan ujung tombak sekolah-sekolah di banyumas bahkan di Jawa Tengah. Wallohu’alam bissowaf

Tidak ada komentar: