Kamis, 24 April 2008

Belajar fun

“Pembelajaran fun sebuah perspektif”

Memahami Makna pembelajaran

Pendidikan adalah fondasi pertama bagi tegaknya agama. Karena itu kalam awal yang dihunjamkan ke dalam dada Muhammad, nabi yang utama, adalah pembacaan (iqra) secara bebas tak terbatas bukan semata terhadap objek yang tertulis (written text) bahkan juga objek yang terhampar (reality) di alam semesta ini yang meliputi makhluk manusia dan non-manusia. Yang pertama membutuhkan instrumen nalar dan intuisi yang prosesnya biasa disebut sebagai tadabbur, sedangkan yang terakhir memerlukan nalar dan indera yang prosesnya sering dinamakan tafakkur
Tadabbur dan tafakkur adalah penanda utama bagi kaum ulul albab, manusia paripurna yang menjadi tujuan dalam proses pendidikan. Melalui instrumen penting itu, manusia bisa mempersepsi, memahami, memaknai, dan merumuskan asumsi-asumsi, hipotesis-hipotesis, hukum-hukum,membuat metode-metode baru dan teori-teori tentang semua yang ada di semesta raya ini baik yang dapat diraba maupun tidak dapat diraba. Termasuk di bidang pendidikan yakni berfikir dan merumuskan bagaimana pembelajaran bisa di pahami dan terima oleh pembelajar. Sering kita menafikkan aspek ini, “yang penting saya sudah ajarkan”. Pada hal semua itu sangat penting untuk keberhasilan sebuah pembelajaran.
Hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran berbagai bidang studi terbukti selalu kurang memuaskan berbagai pihak (yang berkepentingan – stakeholder). Hal tersebut setidak-tidaknya disebabkan oleh tiga hal. Pertama, perkembangan kebutuhan dan aktivitas berbagai bidang kehidupan selalu meninggalkan proses/hasil kerja lembaga pendidikan atau melaju lebih dahulu daripada proses pengajaran dan pembelajaran sehingga hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran tidak cocok/pas dengan kenyataan kehidupan yang diarungi oleh siswa. Kedua, pandangan-pandangan dan temuan-temuan kajian (yang baru) dari berbagai bidang tentang pembelajaran dan pengajaran membuat metodologi pembelajaran yang ada sekarang tidak memadai atau tidak cocok lagi. Ketiga, berbagai permasalahan dan kenyataan negatif tentang hasil pengajaran dan pembelajaran menuntut diupayakannya pembaharuan metodologi pengajaran dan pembelajaran. Dengan demikian, diharapkan mutu dan hasil pembelajaran dapat makin baik dan meningkat.
Tidak mengherankan, dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia telah berkelebatan (muncul, populer, surut, tenggelam) berbagai falsafah dan metodologi pembelajaran yang dipandang baru-mutakhir meskipun akar-akar atau sumber-sumber pandangannya sebenarnya sudah ada sebelumnya, malah jauh sebelumnya. Beberapa di antaranya (yang banyak dibicarakan, didiskusikan, dan dicobakan oleh pelbagai kalangan pembelajaran dan sekolah) dapat dikemukakan di sini, yaitu pembelajaran konstruktivis, pembelajaran kooperatif, pembelajaran terpadu, pembelajaran aktif, pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL), pembelajaran berbasis projek (project based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), pembelajaran interaksi dinamis, dan pembelajaran kuantum (Quantum learning) dan lain-lain yang tentu akan mempermudah proses pembelajaran.

Penggunaan istilah kegiatan belajar, membuat kita jadi sadar bahwa pusat utama dalam proses pembelajaran dalam sebuah komunitas belajar adalah siswa (student centered learning). Hal ini tidak dapat kita pungkiri seiring perkembangan metode pembelajaran yang semakin berkembang, sehingga menyebabkan perubahan paradigma yang semula guru menja pusat (centalistik) menjadi terbalik (justru siswa yang menjadi pusat). Dari paradigm ini akhirnya mengembang menjadi paradigma dengan menggunaan pendekatan-pendekatan mutahir dengan pendekatan berbasis siswa. Munculnya perbagai pendekatan baru dalam dunia pendidikan semakin membuat dunia pendidikan bergairah untuk bangkit membangun bangsa yang sedang mengalami berbagai krisis. Dan dengan munculnya berbagai pendekatan itu pula akhirnya menggeser kebiasaan sekolah tradisinal yang cenderung menempatkan guru sebagai centered student learning . Dulu ketika saya masih kecil dan masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), pembelajaran masih sangat kuat di dominasi oleh guru artinya yang terlibat aktif justru gurunya ( bukan muridnya) sementara siswa cenderung bersifat pasif atau sebagai partisipan belaka.
Sebagai pusat belajar, siswa di harapkan lebih aktif berkegiatan membangun suatu pemahaman, ketrampilan dan sikap . Aktifitas siswa menjadi penting di tekankan karena belajar itu pada hakekatnya adalah proses yang aktif dimana siswa menggunakan kekuatan pikirannya untuk membangun sebuah pemahaman ( contruktifism). Murid tidak hanya cukup belajar menyerap dan menghafal pengetahuan (Transfer of knowledge ) yang kadang-kadang hany bersifat informasi . Potensi otak manusia terutama murid tidak hanya dapat di fungsikan untuk menghafal dan mengingat, tetapi juga untuk mengolah informasi yang akan diproses dan untuk membangun pengertian-pengertian baru (ketrampilan mengolah informasi). Inilah yang harus kita perhatikan sebagai seorang pendidik dan sering kali jarang kita pahami pula.

Konsep pembelajaran yang fun

Dulu saya cenderung terjebak memahami pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang menekankan atau dengan identik “yang penting anak senang”. Ternyata Hal ini tidak seluruhnya benar . Kalau hanya sekedar anak senang maka kadang –kadang pembelajaran jadi seperti hampa nilai. Kemuadian setelah saya pelajari dengan berbagai literature ternyata menyenangkan tidak identik dengan yang penting anak senang. Dan dulu saya baca bukunya Hernowo, saya jadi terkejut tentang pemahaman makna menyenangkan. Menyenangkan atau membuat suasana belajar dalam keadaan gembira bukan berarti menciptakan suasana yang rebut atau hura-hura. Kegembiraan ini dapat di artikan dengan bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh dari siswa, tercipnya sebuah makna, pemahaman (penguasaan atas materi yang di pelajari) serta nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar. Paling tidak pembelajaran yang menyenangkan setidaknya mencakup empat hal tersebut.
Dalam realitasnya bangkitnya minat sering kita pahami dengan gairah ( keinginan) yang menggebu-gebu. Jadi kalau kita kontekskan dengan ini maka sikap seorang pembelajar maupun pengajar menjadi sangat gembira lantaran di dalam dirinya memang ada keinginan mengajarkan atau mempelajari pelajaran dengan sungguh-sungguh.
Keterlibatan penuh siswa dalam mempelajari sesuatu , komponen ini sangat tergantung pada komponen pertama. Apakah mungkin seorang pelajar dapat terlibat penuh dalam pelajarannya jika tidak mempunyai keinginan( bangkitnya minat) untuk mengikuti pelajaran? Keterlibatan memerlukan hubungan timbal balik apa yang di pelajari dan siapa yang ingin mempelajari, perlu ada jalinan yang akrab dan saling memahami.
Kebermaknaan, makna tidak mudah didefinisikan. Makna terkait dengan masing-masing pribadi. Kata yang paling mungkin dekat dan mudah di pahami adalah berkaitan dengan makna adalah terbitnya atau munculnya sesuatu yang mengesankan dalam pembelajaran. Biasanya sesuatu yang mengesankan biasanya menghadirkan makna. Jika pembelajaran tidak menimbulkan kesan mendalam terhadap para siswa, maka mustahil ada makna.Pemahaman, jika komponen minat dapat tumbuh, kemudian dia terlibat secara aktif dan penuh dalam membahas materi pelajaran dan ujung-ujungnya dia bisa menemukan makna (terkesan) dengan pelajaran yang diikutinya tentulah pemahaman akan materi yang di pelajrinya dapat muncul secara sangat kuat. Rasa ingin tahu (keinginan berkehendak) untuk menguasai materi yang di pelajarinya akan tumbuh hebat.

Tidak ada komentar: