Sejarah Lembaga
Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti
Umayyah
A. Pendahuluan
Setelah
berakhirnya masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, yaitu selama kurang lebih 91
tahun (661–750 M) dinasti umayyah berkuasa[1], pendidikan Islam
mulai tumbuh dan berkembang seiring dengan perluasan wilayah kekuasaan umat
Islam yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi politik pada saat itu.
Perkembangan ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas pada bidang keagamaan saja
tetapi dalam bidang teknologi dan militer serta administrasi pemerintahan juga
banyak yang telah direformasi.
Banyak
jasa dan kemajuan dalam pembangunan yang telah diukir oleh masing-masing
khalifah dinasti umayyah selama mereka berkuasa. Di samping melakukan
pengembangan wilayah kekuasaan, pemerintah dinasti umayah juga memberi
perhatian pada bidang pendidikan. Hal ini dibuktikan dari kuatnya dorongan para
khalifah terhadap dunia pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana bagi
para ilmuan, seniman, dan ulama untuk mengembangkan semua bidang ilmu yang
dikuasainya
Dalam
makalah ini penulis mencoba mendiskripsikan bagaimana sejarah berdirinya
dinasti umayyah, sejarah lembaga pendidikan Islam pada masa dinasti umayah yang
meliputi masjid, masjid jami’, Dar al-Qur’an/Dar al-Hadits, halaqah keilmuan.
B. Pengertian Sejarah Lembaga Pendidikan Islam
Pengertian
sejarah secara etimologi berasal dari kata arab syajarah artinya
pohon. Makna sejarah juga mengacu kepada
paling sedikit du konsep terpisah : sejarah yang tersusun dari serangkaian
persitiwa masa lampau, keseluruhan pengalaman manusia; dan sejarah sebagai
suatu cara yang dengannya fakta-fakta diseleksi, diubah-ubah, dijabarkan dan
dianalisis.
Konsep
sejarah dengan pengertiannya yang pertama memberikan pemahaman akan arti
objektif tentang masa lampau dan hendaknya difahami sebagai suatu aktualisasi
atau sebagai peristiwa itu sendiri.
Adapun pemahaman atas konsep kedua, bahwa sejarah menunjukkan maknanya
yang subjektif, sebab masa lampau itu telah menjadi sebuah kisah atau cerita di
mana dalam proses penkisahan itu terdapat kesan yang dirasakan oleh sejarawan
berdasarkan pengalaman dan lingkungan pergaulannya yang menyatu dengan gagasan
tentang peristiwa sejarah.[2]
Diatara
kegunaan sejarah antara lain, adalah sebagai pengambil pelajaran dan tauladan
dari contoh-contoh di masa lampau, sehingga sejarah memberikan azas manfaat
secara lebih khusus demi kelangsungan hidup itu. [3]
Sedangkan yang dimaksud
dengan lembaga pendidikan Islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses
pendidikan. [4] Lembaga pendidikan Islam juga merupakan
institusi, media, forum, atau situasi dan kondisi tertentu yang memungkinkan
terselenggaranya proses pembelajaran, baik secara terstruktur maupu secara tradisi yang telah diciptakan
sebelumnya. [5] Diantara macam-macam lembaga pendidikan Islam
adalah masjid, kuttab, madrasah. [6]
C. Sejarah Berdirinya
Dinasti Umayah
Penduduk
di negeri Iraq membaiat Al-Hasan bin Ali sebagai khalifah pada tahun
meninggalnya Ali bin Abi Thalib.
Sementara itu terdengar kabar yang sampai kepada Muawiyah bahwa Al-Hasan
sedang mempersiapkan untuk memeranginya.
Muawiyah mulai berhati-hati dengan melekukan antispasi kemungkinan
terjadinya perkara yang tidak diinginkan.
Muncullah di muka bumi saat-saat pertemuan yang menegangkan, dan
peristiwa perang shiffin kedua telah tiba.
Muawiyah telah terasuki kecemasan dan kegalauan yang besar. Fitnah (peristiwa saling membunuh antar kaum
muslimin) akan terulang kembali.
Masing-masing
pasukan telah mulai berjalan. Muawiyah
bertanya-tanya pada diri sendiri : Darah kaum muslimin telah berhasil dijaga
pada perang shiffiin, sedangkan keadaan kaum muslimin telah mulai tenang pada
beberapa saat lamanya dengan pembagian kekuasaan antara dirinya dengan
Ali. Akan tetapi keadaan yang demikian
ini adalah keadaan yang sangat ganjil, hendaklah kaum muslimin bersatu
kembali. Semoga Allah memberikan
tafiq-Nya kepada Al-Hasan untuk menjadi sebab persatuan itu.
Muawiyah
melakukan usaha yang mengarah kepada apa yang beliau cita-citakan dengan
mengutus dua orang terbaik dari pendukungnya yaitu Abdurrahman bin Samurah dan
Abdullah bin ‘Amir bin kuraiz agar keduanya mengadakan perdamaian. Kedua orang itupun berusaha untuk mengadakan
perundingan perdamaian, dan Allah menghendaki kebaikan pada diri Al-Hasan
dengan persetujuan beliau atas usaha perdamaian tersebut. Lalu beliau turun tahta dari kekhalifahan berdasarkan
pilihan beliau sendiri dengan harapan akan memupus keberlangsungan fitnah dan
mewujudkan persatuan kaum muslimin.
Muawiyah
di baiat menjadi khalifah untuk wilayah Syam, Iraq dan seluruh negeri-negeri
Islam. Hal ini terjadi pada tahun 41 H. Tahun yang menggembirakan, dinamakan sebagai
‘aamul jamaa’ah (tahun persatuan), karena Allah menyatukan kekuatan kaum
muslimin di bawah satu kendali pemerintahan sehingga hati merekapun menjadi
satu. [7]
Dinasti Umayah mengambil
nama keturunan dari Umayah ibn Abdi syams ibn Abdul manaf. Ia adalah salah
seorang terkemuka persukuan
pada zaman jahiliyah, bergandengan dengan pamannya Hasyim ibn ‘Abdi
Manaf .
Dari nama umayah tersebut, maka dinasti itu di sebut Dinasti Umayah
yang selama pemeritahanya telah terjadi pergantian sebanyak 14 orang khalifah.
Mereka adalah Muawiyyah (661-68),Yazid I (680-683), Muawiyah dua(683),
Marwan(683-685), Abdul malik(685 -705), al Walid I(705 -715), Sulaiman (715
-717), Umar II(717- 720), Yazid II (720-724), Hisyam (724-743), al Walid II(705
-715),Yazid III(744), Ibrahim (744), dan Marwan II (744-750 M). [8]
Semasa
kepemimpinan muawiyyah peta Islam melebar ke timur sampai Kabul, Ghazni,
Kandahar, Balakh, bahkan sampai kota Bukhara. Sementara itu, di front barat
panglima Uqbah Ibn Nafi’ menaklukan Carthange (kartagona), ibu kota Binzantium
di Ifriqiyah dan mendirikan masjid bersejarah Qayrawan dengan membangun pusat
kegiatan militer di kota Qayrawan.
Pemerintahan
corak Republik menjadi Monarchi (sulthanat/kingship) selain menerapkan corak
pemeritahan yang turun temurun, kekuasan di tetapkan menjadi milik diri Dinasti
Umayah. Namun tak bisa dipungkiri bahwa
pada masa pemerintahannya, Muawiyah banyak sekali mendapatkan kecaman yang
timbul dari berbagai kelompok masyarakat yang tidak merestui akan berdirinya
Dinasti tersebut. Meskipun demikian
beliau masih saja tegar dalam menghadapi perlawanan tersebut dengan langkah
penyelesaian yang akurat.
Dinasti
umayyah terdiri dua daerah yaitu : dinasti Umayah I (Damaskus, Syam di timur),
puncak kejayaan pada masa pemerintahan Abdul Malik ibn Mawwan, karena mampu
mencegah disintegrasi yang telah terjadi di masa Marwan[9] dan dinasti Umayah II(Cordova,
Andalus di barat), mencapai puncak kejayaan pada masa Abd al-Rahman al-Dakhil
karena berhasil meletakkan sendi dasar yang kokoh bagi tegaknya daulah bani
umayah II di Andalusia, selama 32 tahun masa kekuasaannya juga mampu mengatasi
berbagai ancaman dari dalam negeri maupun serangan musuh dari luar.[10] Dalam kedua zaman itu, dinasti umayah sudah membuat sejarah yang gemilang,
menyumbangkan jasa-jasa yang sangat berharga. [11]
D.
Lembaga
Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Umayah
1.
Lembaga pendidikan
Kuttab
Kuttab/maktab
berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba yang artinya menulis. Sedangkan
kuttab/maktab berarti tempat untuk menulis atau tempat di mana dilangsungkan
kegiatan tulis menulis. Kebanyakan para
ahli sejarah pendidikan Islam sepakat bahwa bahwa keduanya merupakan istilah
yang sama, dalam arti lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang mengajarkan
membaca dan menulis kemudian meningkat menjadi
pengajaran Al-Qur’an dan pengetahuan agama tingkat dasar. [12]
Kuttab
adalah tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al-Qur’an serta
belajar pokok- pokok Agama Islam. Setelah
tamat Al-Qur’an mereka meneruskan pelajaran ke masjid. Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat
menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat
menengah gurunya belumlah ulama besar, sedangkan pada tingkat tinggi gurunya
ulama yang dalam ilmunya , masyhur ke’aliman dan kesalehannya. Umumnya pelajaran diberikan guru kepada
murid-murid seorang demi seorang.
Baik di Kuttab atau di Masjid pada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh
guru dalam satu tempat yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama. Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada
mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu:
a. Belajar membaca dan menulis
b. Membaca Al-Qur’an dan
menghafalnya
c. Belajar pokok-pokok agama Islam,
seperti cara wudhu, shalat, puasa dansebagainya.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada
tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
1)
Al-Qur’an dan tafsirannya.
2)
Hadits dan mengumpulkannya.
3)
Fiqh (tasri’).
Membaca
dan menulis menjadi sangat penting peranannya ketika zaman khalifah Abdul Malik
bin Marwan membentuk kantor-kantor pemerintah Umawiyah. Maka sejak itu para pengajar atau guru
pertama kali menjadikan rumah-rumahnya untuk tempat belajar menulisdan membaca,
dan kemudian setelah itu mereka secara
darurat secara individual membangun kamar atau rumah-rumah sesuai dengan
standar yabg semakin bertambah meluas dalam mengajar membaca dan menulis. Dari isinilah timbul pola dan model pertama
perkembangan kuttab. Oleh karena itu
kuttab melukiskan sebagai tempat yang khusus dan bebas bagi anak-anak belajar
di bawah pengelolaan para guru yang mengajar membaca dan menulis. [13]
Pemerintah
dinasti Umayyah menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan
yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal
ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau melakukan
pengembangan bidang ilmu yang
dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu. Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang
pada masa ini adalah:
1. Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an,
Haist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadis terjadi pada masa Khalifah Umar ibn
Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu
segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid
ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa,
yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa,nahu, saraf, dan lain-lain.
4. Bidang filsafat, yaitu segala
ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing,seperti ilmu mantik, kimia,
astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu
kedokteran. .
Ada
dinamika tersendiri yang menjadi karakteristik pendidikan Islam pada waktu itu,
yakni dibukanya wacana kalam (baca:
disiplin teologi) yang berkembangditengah-tengah masyarakat. Sebagaimana
dipahami dari konstitusi sejarah Bani Umayyah yang bersamaan dengan
kelahirannya hadir pula tentang orang yang berbuat dosa besar, wacana kalam
tidak dapat dihindari dari perbincangan kesehariannya,meskipun wacana ini
dilatarbelakangi oleh faktor-faktor politis. Perbincangan ini kemudian telah
melahirkan sejumlah kelompok yang memiliki paradigma berpikir secara
mandiri.
Pola pendidikan pada periode
Bani Umayyah telah berkembang jika dilihat dari aspek pengajarannya, walaupun
sistemnya masih sama seperti pada masa Nabi dan khulafaur rasyidin. Pada masa ini peradaban Islam sudah bersifat
internasional yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika
dan sebagian besar Asiayang kesemuanya itu dipersatukan dengan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi Negara. [14]
2.
Masjid/Masjid jami’
Masjid
merupakan lembaga pendidikan luar sekolah yang merupakan institusi utama dan
terpenting dalam mendidik dan membina umat.[15] Masjid disamping untuk tempat sholat,
dipergunakan pula untuk mendiskusikan dan mengkaji permasalahan dakwah
Islamiyyah pada permulaan perkembangan Islam, yang terdiri dari kegiatan
bimbingan dan penyuluhan serta pemikiran secara mendalam suatu permasalahan dan
hal-hal yang lain yang menyangkut siasat perang dalam menghadapi musuh-musuh
Islam serta cara-cara menghancurkan kubu pertahanan mereka.[16]
Pendidikan
Masjid, yaitu tempat pengembangan ilmu
pengetahuan terutama yang bersifat keagamaan.[17] Pada pendidikan
masjid ini terdapat dua tingkatan yaitu menegah dan tinggi. Materi pelajaran
yang ada seperti al-Qur’an dan tafsirnya, hadis dan fiqh serta syariat Islam.
Masjid
dalam sejarah Islam adalah sebenarnya merupakan madrasah pertama setelah rumah
Dar-al-Arqam bin Arqam. Di dalam masjid
itulah berkumpul berbagai macam persoalan pokok kaum muslimin sejak mulai
masalah politik, agama, kebudayaan sampai kemasyarakatan. [18]
Masjid
menjadi tempat utama untuk sholat dan merencanakan kegiatan dakwah Islamiyyah,
di mana agama Islam dapat berdiri tegak sejak awal periode perkembangan melalui
lembaga pendidikan Islam. Kemudian
berturut-turut dibangunlah banyak masjid mengikuti penyebaran dan perluasan
daerah/wilayah kekuasaan pemerintah Islam.
Pada
masa Umawiyah Timur[19] dibangun masjid Umawiyah
di Damaskus yang sebelumnya merupakan gereja (al-Qadis Yuhana) akan tetapi atas
kesepakatan bersama antara khalifah Umawiyah dengan kaum Nashrani di Damskus,
masjid tersebut akhirnya disempurnakan pembangunannya. Peranan masjid pada zaman pemerintahan
Umawiyah adalah menyerupai gedung parlemen modern yang lebih banyak
mengembangkan kehidupan berpolitik dengan kaitannya dengan pemilihan calon
hakim atau calon kepala pemerintahan baru yang kukuhkan menjadi pemimpin agar dapat diumumkan dari atas
panggung/mimbar tentang garis-gsris kebijakan kebijakan yang luas dan terinci
dalam politik kenegaraan dan dalam mengatur urusan kehidupan kaum muslimin
secara keseluruhan. [20]
Pada
masa Walid dibangun pula masjid agung yang terkenal dengan nama “Masjid
Damaskus” atas kreasi arsitektur Abu Ubaidah ibn Jarrah, dengan mendatangkan
12.000 orang tukang bangunan dari Romawi.
Masjid ini di bangun dengan ukuran 300x200 m2 dan memiliki 68 pilar
dilengkapi dinding-dinding berukir yang cukup indah.
Pada
Masjid Agung Damaskus kubah-kubahnya berbentuk tapak besi kuda bulat. Pertemuan pada garis-garis ke titiknya
dibayangkan oleh kaki tiang di atasnya, diatas jalan beratap lengkung besar, di
sekelilingnya terdapat sahn (puncak-puncak barisan ambang pintu yang
berbentuk setengan bundar), di sekeliling masjid ini terdapat empat buah mercu
yang merupakan bangunan peninggalan Yahudi, tetapi oleh orang Islam hanya di
ambil satu mercu saja untuk dijadikan sebagai menara tempat adzan. Menara tersebut terletak di sebelah tenggara
masjid, sedangkan ruangan dalam Masjid Damaskus dihiasi dengan ukiran-ukiran
indah, marmer-marmer halus (mosaics) dan pintu-pintunya di pasang memakai
kaca-kaca berwarna-warni.[21]
Pada
masa Emir Hisyam 1 juga telah diselesaikan pembangunan Masjid Agung Cordova
yang terkenal megah itu, yang di mulai pembangunnya oleh bapaknya Emir
Abdurrahman 1 (756-788 M). [22] Pada masa Umawiyah juga
sempat dilakukan perbaikan dan perluasan Masjid al-Haram oleh khalifah Abdul
malik ibn Marwan. Begitu juga masjid Nabawi
oleh Walid di perluas dan diperindah dengan konstruksi dan arsitektur Syiria di
bawah pengawasan Umar ibn Abdul Aziz
yang pada saat itu menjabat sebagai gubernur Madinah. [23]
Pada masa dinasti Umayyah pola
pendidikan bersifat desentrasi. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat
di Damaskus, Kufah,Mekkah, Madinah, Mesir,
Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak),
Damsyik dan Palestina (Syam), Mesir. Diantara
ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau
perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni
baik itu seni bangunan, seni rupa, amuoun seni suara. Pada masa khulafa al Rasyidin dan
Umayyah sebenarnya telah ada tingkat pengajaran, hampir sama seperti masa
sekarang. Tingkat pertama ialah Kuttab.
3.
Halaqoh Pada Masa Bani
Umayyah
Halaqoh artinya lingkaran. Artinya proses belajar mengajar di sini
dilaksanakan di mana murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk di lantai,
menerangkan, membacakan, karangannya, atau memberikan komentar atas pemikiran
orang lain. Kegiatan halaqoh ini bisa
terjadi di masjid-masjid atau di rumah-rumah.
Kegiatan halaqoh ini tidak khusus
untuk mengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu
pengetahuan umum, termasuk filsafat.
Oleh karena itu, halaqoh ini dikelompokkan ke dalam lembaga pendidikan
yyang terbuka terhadap ilmu pengetahuan umum.
Di lihat dari segi ini, halaqoh di kategorikan ke dalam lembaga
pendidikan tingkat lanjutan yang setingkat dengan college. [24]
4.
Madrasah Pada Masa Bani
Umayyah
Madrasah
adalah salah satu bentuk institusi (lembaga) pendidikan formal dalam
Islam. Model madrasah tidak sama dengan
masjid atau lembaga Islam lainnya.
Madrasah merupakan perkembangan dari masjid. Akibat antusias dan besarnya semanagat
belajar (menuntut ilmu) umat Islam, membuat masjid-masjid penuh dengan
halaqoh-halaqoh. Dari tiap-tiap halaqoh
terdengar suara guru-guru yang menjelaskan pelajaran atau suara perdebatan (muhadharah/anya jawab) dalam proses belajar
mengajar, sehingga menimbulkan kebisingan yang mengganggu orang ibadah. [25]
Perluasan
negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan
perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guruagama yang turut
bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar
sebagai berikut: Di kota Mekkah dan Madinah (HIjaz). Di kota Basrah dan Kufah
(Irak). Di kota Damsyik dan Palestina (Syam). Di kota Fistat (Mesir). Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani
Umayyah adalah sebagai berikut:
a. Madrasah Mekkah : Guru pertama yang
mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal.
Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan manayang halal dan haram dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan, Abdullah
bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan
tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah,
yang termasyur seluruh negeri Islam.
b. Madrasah Madinah : Madrasah
Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya,karena di sanalah tempat tinggal
sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
c. Madrasah Basrah : Ulama sahabat
yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa
Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist,s erta ahli Al Qur’an. Sedangkan Anas bin Malik termasyhur dalam
ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli
fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf.Ia bukan saja
mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan jugamengajar orang
banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
d. Madrasah Kufah : Madrasah Ibnu
Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: Al-qamah,
Al-Aswad, Masruq, Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan Amr bin Syurahbil.
Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi gurudi Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada
Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada
Abdullah bin Mas’ud, bahkan mereka pergi ke Madinah.
e. Madrasah Damsyik (Syam): Setelah
negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negaraIslam dan penduduknya banyak memeluk
agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah
itu melahirkan imam penduduk Syam, yaituAbdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat
ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai
ke Magrib dan Andalusia. Tetapikemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar
pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.
f. Madrasah Fistat (Mesir): Setelah
Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang
mula-mula madrasah di Mesir ialah Abdullah binµAmr bin Al-As, yaitu di Fisfat
(Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yangsebenarnya. Karena ia bukan
saja menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari NabiS.A.W., melainkan juga
dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupaatau khilaf
meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak
sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya.Karena
pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama dinegeri tempat
tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota yang lain untuk melanjutkan
ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah,
pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan begitulah
seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar seluruh kota-kota
di Negara Islam. [26]
E.
Tokoh-Tokoh
Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah
Tokoh-tokoh
pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulamayang menguasai
bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain
para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.
1. Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir,
yaitu: Mujahid, Athak bin Abu Rabah, Ikrimah,Sa’id bin Jubair, Masruq bin
Al-Ajda’, Qatadah.Pada masa tab’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan
memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan
Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul
Ahbar, Wahab binMunabbih, Abdullah bin Salam, dan Ibnu Juraij
Ulama-ulama
Hadist: Kitab bacaan satu-satunya ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis
belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya
diriwayatkan dari mulut kemulut. Dari
mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari hafalan uru diberikannya kepada
murid, sehingga menjdi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya.Setengah
sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku
catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istillah kita sekarang.
Ulama-ulama
sahabat yang banyak meriwayatkan hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), Aisyah
(2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500
hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist).
Ulama-ulama
ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masa bani Umayyah diantaranya
adalah:, Syuriah bin Al-Harits, µalqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad
bin Yazid Kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakhil
(wafat tahun 95 H) dan Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104H). sesudah
itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H),guru dari Abu
Hanafiah
2. Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli
bahasa seperti Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab,, menjadi pegangan dalam
soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab
jahiliahpun muncul kembali sehingga bidang sastraarab mengalami kemajuan.Di
zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w.719),Jamil
al-uzri (w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun,
Al-Farazdaq (w.732), Jarir (w.792), dan Al akhtal (w.710). sebegitu jauhkelihatannya
kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada bidang ekspansiwilayah, bahasa
dan sastra arab, serta pembangunan fisik.Sebenarnya dimasa ini gerakan-gerakan
ilmiah telah berkembang pula, sepertidalam bidang keagamaan, sejarah dan
filsafat. Dalam bidang yang pertamaumpamanya dijumpai ulama-ulama seperti Hasan
al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri,dan Wasil bin Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini
adalah Kufah dan Basrah di Irak.Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w.794/709)
adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam. Ia adalah orang
pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia. [27]
F.
Perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Pedidikan Masa Bani Ummayah II di Andalusia
Bani
Ummayah II berikota di Cordova (Andalusia). Pemisahan Andalusia dari Baghdad
secara politis, tidak berpengaruh terhadap transmisi keilmuan dan peradaban
antara keduanya. Banyak muslim Andalusia yang menuntut Ilmu di negeri Islam
belahan timur itu, dan tidak sedikit pula para ulama dari timur yang
mengembangkan ilmunya di Andalusia.
Kebanyakan
umat Islam menganut paham Maliki yang pertama kali diperkenalkan oleh di
Andalusi oleh Ziyad ibn Abd al-Rahman ibn ziyad al-Lahmi ,dimana dasar
pemikiran hukumnya adalah hadits. Beliau belajar ilmu fiqih di Madinah dengan
Imam Malik ibn Anas (96-179/715-795).
Sebelumnya mereka menganut ajaran Imam Auza’I, seorang faqih besar yang
fahmnya tersebar luas di Syam pada masa kejayaan daulah bani umayyah I. Perhatian muslim Andalusia terhadap hadits
Rasululllah Saw amat besar pada waktu itu. Mahzab ini
diperkenalkan pertama kali oleh Ziyad ibn Abd al-Rahman Ibn Ziyad
al-lahmi. Tokoh lain yang tidak kalah populernya dalam pengembangan ilmu fiqih
ialah Abu Bakar Muhmmad ibn Marwan ibn Zuhr. [28]
Dasar
pemikiran hukum mazhab adalah hadits.
Al-Muwaththa yang memuat 1700 hadits Rasulullah saw, adalah karya besar
imam Malik ibn Anas yang sekaligus merupakan kitab fiqh madzhab maliki. Oleh karena itu perhatian kaum muslimin
Andalusia terhadap hadits Rasulullah saw amat besar. Penghafal hadits terkenal adalah Abu Abd
al-Rahman al-Mukhallad (wafat 276/887) yang belajar dari imam dan ulama hadits
di timur. Selain itu adalah Abu Muhammad
Qasim ibn Asbagh dan Muhammad ibn Abdul Malik ibn Aiman sebagai ulama hadits
pada masanya. [29]
Di bawah kekuasaan
Umawiyah II, kebudayaan Andalus dapat dikatakan masih berupa rintisan, terutama
dalam bidang kesustraaan, arsitektur, dan intelektual. Sebagai perintis Abd Rahman al-Dakhil
mengusahakan terjadinya persatuan penduduk seluruh Andalus yang terdiri dari
etnis Arab, Barbar, Slavia, Andalus,Yahudi, sehingga pemerintahannya stabil.
Abd Rahman
al-Dakhil (756-788 M) memerintah selama 32 tahun, memindahkan ibu kota dari
Toledo ke Cordova.Dalam bidang kesustraan Abd Rahman al-Dakhil, sebagai seorang
yangmencintai syair-syair Arab, sangat mendorong bserkembangnya bidang ini
sehingga bermunculan ahli-ahli sastra Arab yang diilhami oleh kemajaun
kesustraan di DuniaIslam bagian Timur. Dalam
bidang seni bangunan (arsitektur), Abd Rahman al-Dakhil merintis membangun kota
Cordova lengkap dengan istana, taman, dan masjid.
System pengairan
diatur sehingga kota mampu mensuplai air bersih untuk keperluan minum. Masjid Cordova yang dibangun tahun 786 oleh
Abd Rahman al-Dakhil, dengan dana 80.000 dinar mempunyai pola dasar bentuk
masjid bani Ummayah Damaskus. Masjid ini
diperbesar oleh Hisyam I (793) dengan menyelesaikan bagian utama masjid dan menambah
menaranya. Al-Ausath, An Nashir, Al
Mustanshir dan Al-Mansur memperluas dan memperindahnya, sehingga menjadi masjid
paling besar dan paling indah pada masanya. Masjid ini panjangnya 175 meter dan lebarnya 134 meter,
tinggi menarnya 20 meter terbuat dari marmer dan sebuah kubah besar yang di
dukung oleh 300 buah pilar, di sekeliling kubanh besar itu terdapat 19 buah kubah
kecil, di muka mihrab terdapat empat buah tiang dari batu pualam yang berdiri
bertentengan, dua berwarna hijau dan dua lagi berwarna hijau.
Bangunan masjid
ini tidak semuanya beratap melainkan ada sebagian yang sengaja terbuka supaya
cahaya dan udara segar dapat masuk ke ruangan sebanyak-banyaknya, atap masjid
di dukung oleh 1293 tiang pualam bertatahkan permata, sedangkan talangnya yang
berjumlah 280 bauh terbuat dari perak murni, di tenah masjid terdapat tiang
agung yang menyangga 1000 buah lentera, ada sembilan buah pintu yang di miliki
masjid ini, semua terdapat dari tembaga. [30]
Abd Rahman
III dan anaknya Al-Hakam II juga sangat mencintai buku. Mereka berdua membangun perpustakaan besar di
Cordova sehingga menjadi perpustakaan di Eropa pada waktu itu. Haman II
mencari dan membeli buku yang menarik dan sulit diperoleh. Ia sendiri menulis
surat kepada setiap penulis kenamaan untuk memperoleh naskah dari karya-karya
penulis dan membayar dengan jumlah yang mahal. Dengan jalan ini ia mengumpulkan
perpustakaan yang sangat luas sehingga katalognya mencapai jumlah 44 jilid. Bidang ilmu ke-Islaman yang berkembang saat
itu antara lain fiqh, hadits,tafsir, ilmu kalam, ilmu sejarah, tata bahasa
Arab, dan filsafat.
Hal yang
terpenting dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini adalah perhatian
yang tinggi dari penguasa terhadap pendidikan. Ilmu agama yang berkembang amat
pesat adalah Ilmu Qira’at, yaitu ilmu yang membahas lafadh-lafadh Al-Qur’an
yang baik dan benar. Abu Amr al-Dani Utsman ibn Said adalah ulama ahli
Qira’at kenamaan dari Andalusia yang mewakili generasinya. Ia telah menulis 120
buah buku, di antaranya al-Muqni’u wa al-Taisir. Sejalan dengan perkembangan filsafat, berkembang
pula ilmu-ilmu lain. [31]
Ilmu pasti
yang banyak digemari bangsa Arab berpangkal dari buku India Sinbad yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab olehIbrahim al-Fazar. Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan
filsafat pada masa itu tidak terlepas kaitannya dari kerjasama yang
harmonis antara penguasa, hartawan danulama. Umat Islam di Negara-negara Islam pada masa
itu berkeyakinan bahwamemajukan ilmu pengetahuan dan kebudayaan umumnya,
merupakan salah satukewajiban pemerintahan.
Kesadaran
kemanusiaan dan kecintaan akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh para
pendukung ilmu telah menimbulkan hasrat untuk mengadakan
perpustakaan-perpustakaan, disamping mendirikan lembaga-lembaga pendidikan.
Sekolah dan perpustakaan, baik perpustakaan umum maupun perpustakaan
pribadi, banyak dibangun di berbagai penjuru kerajaan, sejak dari kota-kota
besar hingga ke desa-desa. Andalusia
pada kala itu sudah mencapai tingkat peradaban yang sangat maju,sehingga hampir
tidak ada seorang pun penduduknya yang buta huruf.
Dari Andalusia
ilmu pengetahuan dan peradaban arab mengalir ke negara-negara EropaKristen,
melalui kelompok-kelompok terpelajar mereka yang pernah menuntut ilmu di Universitas
Cordova, Malaga, Granada, Sevilla atau lembaga-lembaga ilmu pengetahuan
lainnya di Andalusia. [32]
G.
Penutup
Dinasti umayyah merupakan sebuah periode yang sangat
menentukan dalam peradaban Islam karena selama kurang lebih 91 tahun berkuasa
sudah banyak kebijakan dan perubahan yang dilakukan oleh para khalifah sehingga
kemajuan dan kemunduran dinasti umayyah menjadi pelajaran yang berharga bagi
pemimpin-pemimpin Islam saat ini. Dinasti Umayah mengambil nama keturunan dari Umayah
ibn Abdi syams ibn Abdul manaf. Ia adalah salah seorang terkemuka persukuan
pada zaman jahiliyah, bergandengan dengan pamannya Hasyim ibn ‘Abdi
Manaf.
Dari nama umayah tersebut, maka dinasti itu di sebut Dinasti Umayah
yang selama pemeritahanya telah terjadi pergantian sebanyak 14 orang khalifah
dan khalifah pertama adalah Muawiyyah ibn
Abu Safyan(661-68 M).
Lembaga pendikan berupa masjid Pendidikan Masjid, yaitu
tempat pengembangan ilmu pengetahuan
terutama yang bersifat keagamaan. Pada pendidikan masjid ini terdapat dua
tingkatan yaitu menegah dan tinggi. Materi pelajaran yang ada seperti al-Qur’an
dan tafsirnya, hadis dan fiqh serta syariat Islam. Kuttab adalah tempat anak-anak belajar
menulis dan membaca, menghafal Al-Qur’an serta belajar pokok- pokok Agama
Islam. Setelah tamat Al-Qur’an mereka
meneruskan pelajaran ke masjid. Pelajaran
di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah gurunya belumlah ulama
besar.
Kegiatan halaqoh ini tidak khusus untuk mengajarkan atau mendiskusikan ilmu
agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat. Oleh karena itu, halaqoh ini dikelompokkan ke
dalam lembaga pendidikan yyang terbuka terhadap ilmu pengetahuan umum. Di lihat dari segi ini, halaqoh di
kategorikan ke dalam lembaga pendidikan tingkat lanjutan yang setingkat dengan
college.
Madrasah
merupakan perkembangan dari masjid. Madrasah-madrasah
yang ada pada masa Bani Umayyah adalah : a. Madrasah Mekkah : Guru pertama
ialah Mu’az bin Jabal, b. Madrasah Madinah : Madrasah Madinah lebih termasyur
dan lebih dalam ilmunya,karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi.
Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka, c. Madrasah Basrah :
Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin
Malik, d. Madrasah Kufah : Madrasah Ibnu Mas’ud, e. Madrasah Damsyik (Syam):
Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaituAbdurrahman Al-Auza’iy yang
sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah, f. Madrasah Fistat
(Mesir): ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin Amr bin Al-As, yaitu di Fisfat
(Mesir lama).
H.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Dudung. 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Yogyakarta
: LESFI.
Abdul Karim, Muhammad.
2006. Islam di Asia Tengah. Yogyakarta : Bagaskara.
Al-jumbulati,
Ali. Abdul Futuh At-Tuwaanisi. 2004. Perbandingan
Pendidikan Islam. Yogjakarta : Rineka
http://id.scribd.com/doc/83149468/6-IV-Pendis-Pada-Masa-Bani-Umayyah,
di down load tanggal 01 November 2012
Jami’atul
Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyyah. 1413.
Tarikh Daulah Umawiyyah. Yogjakarta
: Hikmah Ahlus Sunnah.
Nata,
Abudin. 2004. Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode
klasik dan Pertengahan. Jakarta : PT
Raja Grafndo Persada.
Roqib, Moh. 2009. IlmuPendidikan Islam. Yogjakarta : LkiS.
Suwito dan Fauzan. 2005. Sejarah Sosial
Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Syou’yb, Joesoef.
1977. Sejarah Dinasti Umayah di Damskus.
Jakarta : Bulan Bintang.
Syou’yb, Joesoef.
1977. Sejarah Dinasti Umayyah di Andalusia. Jakarta : Bulan Bintang.
[1] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Yogjakarta
: LESFI , 2004 hal 69
[2] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Yogjakarta
: LESFI , 2004 hal 4
[3] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Yogjakarta
: LESFI , 2004 hal 4
[4] Moh. Roqib,IlmuPendidikan Islam, Jogjakarta :
LKiS , 2009 hal 121
[5] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Yogjakarta
: LESFI , 2004 hal 4
[6]
Ali Al-jumbulati, Abdul
Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Jogjakarta : Rineka
Cipta , 2004 hal 22
[7]
Jami’atul Imam Muhammad bin
Su’ud Al-Islamiyyah, Tarikh Daulah Umawiyyah. Jogjakarta : Hikmah Ahlus Sunnah ,1413 H, hlm 11-14.
[9]
Dudung Abdurrahman,Sejarah
Pendidikan Islam, Jogjakarta : LESFI , 2004 hal 69
[10]
Dudung Abdurrahman,Sejarah
Pendidikan Islam, Jogjakarta : LESFI , 2004 hal 81
[11]
Joesoef Sou’yb, Sejarah
Daulat Umayah di Andalusia, Jakarta : Bulan Bintang , 1977 hal 11
[12]
Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam Pada Periode klasik dan Pertengahan. Jakarta : PT Raja Grafndo Persada , 2004 hal
33
[13]
Ali Al-jumbulati, Abdul
Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Yogjakarta : Rineka Cipta , 2004
hal 29
[15]
Moh. Roqib,IlmuPendidikan
Islam, Jogjakarta : LKiS , 2009 hal 141
[16]
Ali Al-jumbulati, Abdul
Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Yogjakarta : Rineka Cipta , 2004
hal 23
[17]
Suwito dan Fauzan, Sejarah
Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2005 hal. 104
[18]
Ali Al-jumbulati, Abdul
Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Jogjakarta : Rineka
Cipta , 2004 hal 23
[19]
Umawiyah Timur adalah
adalah sebuah dinasti yang didirikan oleh keturunan Muawiyah (661-680 M), yang
berpusat di Damskus. Sedangkan Umawiyah
Barat berkedudukan di Andalusia
[20]
Ali Al-jumbulati, Abdul
Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Yogyakarta : Rineka Cipta , 2004 hal
25
[21]
Dudung Abdurrahman,Sejarah
Pendidikan Islam, Jogjakarta : LESFI , 2004 hal 75
[22]
Joesoef Sou’yb, Sejarah
Daulat Umayah di Cordova, Jakarta : Bulan Bintang , 1977 hal 47
[23]
Dudung Abdurrahman,Sejarah
Pendidikan Islam, Jogjakarta : LESFI , 2004 hal 76
[24]
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode klasik dan Pertengahan. Jakarta : PT Raja Grafndo Persada , 2004 hal 34-35
[25]
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode klasik dan Pertengahan. Jakarta : PT Raja Grafndo Persada , 2004 hal 75
Tidak ada komentar:
Posting Komentar