Jumat, 25 Januari 2013

Lembaga Pendidikan Islam dinasti Umayyah


Sejarah Lembaga Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Umayyah

A.      Pendahuluan
Setelah berakhirnya masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, yaitu selama kurang lebih 91 tahun (661–750 M) dinasti umayyah berkuasa[1], pendidikan Islam mulai tumbuh dan berkembang seiring dengan perluasan wilayah kekuasaan umat Islam yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi politik pada saat itu. Perkembangan ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas pada bidang keagamaan saja tetapi dalam bidang teknologi dan militer serta administrasi pemerintahan juga banyak yang telah direformasi.
Banyak jasa dan kemajuan dalam pembangunan yang telah diukir oleh masing-masing khalifah dinasti umayyah selama mereka berkuasa. Di samping melakukan pengembangan wilayah kekuasaan, pemerintah dinasti umayah juga memberi perhatian pada bidang pendidikan. Hal ini dibuktikan dari kuatnya dorongan para khalifah terhadap dunia pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana bagi para ilmuan, seniman, dan ulama untuk mengembangkan semua bidang ilmu yang dikuasainya
Dalam makalah ini penulis mencoba mendiskripsikan bagaimana sejarah berdirinya dinasti umayyah, sejarah lembaga pendidikan Islam pada masa dinasti umayah yang meliputi masjid, masjid jami’, Dar al-Qur’an/Dar al-Hadits, halaqah keilmuan.

B.       Pengertian Sejarah Lembaga Pendidikan Islam
Pengertian sejarah secara etimologi berasal dari kata arab syajarah artinya pohon.  Makna sejarah juga mengacu kepada paling sedikit du konsep terpisah : sejarah yang tersusun dari serangkaian persitiwa masa lampau, keseluruhan pengalaman manusia; dan sejarah sebagai suatu cara yang dengannya fakta-fakta diseleksi, diubah-ubah, dijabarkan dan dianalisis.
Konsep sejarah dengan pengertiannya yang pertama memberikan pemahaman akan arti objektif tentang masa lampau dan hendaknya difahami sebagai suatu aktualisasi atau sebagai peristiwa itu sendiri.  Adapun pemahaman atas konsep kedua, bahwa sejarah menunjukkan maknanya yang subjektif, sebab masa lampau itu telah menjadi sebuah kisah atau cerita di mana dalam proses penkisahan itu terdapat kesan yang dirasakan oleh sejarawan berdasarkan pengalaman dan lingkungan pergaulannya yang menyatu dengan gagasan tentang peristiwa sejarah.[2]  
Diatara kegunaan sejarah antara lain, adalah sebagai pengambil pelajaran dan tauladan dari contoh-contoh di masa lampau, sehingga sejarah memberikan azas manfaat secara lebih khusus demi kelangsungan hidup itu. [3]
Sedangkan yang dimaksud dengan lembaga pendidikan Islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan. [4]  Lembaga pendidikan Islam juga merupakan institusi, media, forum, atau situasi dan kondisi tertentu yang memungkinkan terselenggaranya proses pembelajaran, baik secara terstruktur maupu  secara tradisi yang telah diciptakan sebelumnya. [5]  Diantara macam-macam lembaga pendidikan Islam adalah masjid, kuttab, madrasah. [6]
C.      Sejarah Berdirinya Dinasti Umayah
Penduduk di negeri Iraq membaiat Al-Hasan bin Ali sebagai khalifah pada tahun meninggalnya Ali bin Abi Thalib.  Sementara itu terdengar kabar yang sampai kepada Muawiyah bahwa Al-Hasan sedang mempersiapkan untuk memeranginya.  Muawiyah mulai berhati-hati dengan melekukan antispasi kemungkinan terjadinya perkara yang tidak diinginkan.  Muncullah di muka bumi saat-saat pertemuan yang menegangkan, dan peristiwa perang shiffin kedua telah tiba.  Muawiyah telah terasuki kecemasan dan kegalauan yang besar.  Fitnah (peristiwa saling membunuh antar kaum muslimin) akan terulang kembali.
Masing-masing pasukan telah mulai berjalan.  Muawiyah bertanya-tanya pada diri sendiri : Darah kaum muslimin telah berhasil dijaga pada perang shiffiin, sedangkan keadaan kaum muslimin telah mulai tenang pada beberapa saat lamanya dengan pembagian kekuasaan antara dirinya dengan Ali.  Akan tetapi keadaan yang demikian ini adalah keadaan yang sangat ganjil, hendaklah kaum muslimin bersatu kembali.  Semoga Allah memberikan tafiq-Nya kepada Al-Hasan untuk menjadi sebab persatuan itu.
Muawiyah melakukan usaha yang mengarah kepada apa yang beliau cita-citakan dengan mengutus dua orang terbaik dari pendukungnya yaitu Abdurrahman bin Samurah dan Abdullah bin ‘Amir bin kuraiz agar keduanya mengadakan perdamaian.  Kedua orang itupun berusaha untuk mengadakan perundingan perdamaian, dan Allah menghendaki kebaikan pada diri Al-Hasan dengan persetujuan beliau atas usaha perdamaian tersebut.  Lalu beliau turun tahta dari kekhalifahan berdasarkan pilihan beliau sendiri dengan harapan akan memupus keberlangsungan fitnah dan mewujudkan persatuan kaum muslimin.
Muawiyah di baiat menjadi khalifah untuk wilayah Syam, Iraq dan seluruh negeri-negeri Islam.  Hal ini terjadi pada tahun 41 H.  Tahun yang menggembirakan, dinamakan sebagai ‘aamul jamaa’ah (tahun persatuan), karena Allah menyatukan kekuatan kaum muslimin di bawah satu kendali pemerintahan sehingga hati merekapun menjadi satu. [7]
Dinasti Umayah mengambil nama keturunan dari Umayah ibn Abdi syams ibn Abdul manaf. Ia adalah salah seorang terkemuka persukuan pada zaman jahiliyah, bergandengan dengan pamannya Hasyim ibn ‘Abdi Manaf .
Dari nama umayah tersebut, maka dinasti itu di sebut Dinasti Umayah yang selama pemeritahanya telah terjadi pergantian sebanyak 14 orang khalifah. Mereka adalah Muawiyyah (661-68),Yazid I (680-683), Muawiyah dua(683), Marwan(683-685), Abdul malik(685 -705), al Walid I(705 -715), Sulaiman (715 -717), Umar II(717- 720), Yazid II (720-724), Hisyam (724-743), al Walid II(705 -715),Yazid III(744), Ibrahim (744), dan Marwan II (744-750 M). [8]
Semasa kepemimpinan muawiyyah peta Islam melebar ke timur sampai Kabul, Ghazni, Kandahar, Balakh, bahkan sampai kota Bukhara. Sementara itu, di front barat panglima Uqbah Ibn Nafi’ menaklukan Carthange (kartagona), ibu kota Binzantium di Ifriqiyah dan mendirikan masjid bersejarah Qayrawan dengan membangun pusat kegiatan militer di kota Qayrawan.
Pemerintahan corak Republik menjadi Monarchi (sulthanat/kingship) selain menerapkan corak pemeritahan yang turun temurun, kekuasan di tetapkan menjadi milik diri Dinasti Umayah.  Namun tak bisa dipungkiri bahwa pada masa pemerintahannya, Muawiyah banyak sekali mendapatkan kecaman yang timbul dari berbagai kelompok masyarakat yang tidak merestui akan berdirinya Dinasti tersebut.  Meskipun demikian beliau masih saja tegar dalam menghadapi perlawanan tersebut dengan langkah penyelesaian yang akurat.
Dinasti umayyah terdiri dua daerah yaitu : dinasti Umayah I (Damaskus, Syam di timur), puncak kejayaan pada masa pemerintahan Abdul Malik ibn Mawwan, karena mampu mencegah disintegrasi yang telah terjadi di masa Marwan[9] dan dinasti Umayah II(Cordova, Andalus di barat), mencapai puncak kejayaan pada masa Abd al-Rahman al-Dakhil karena berhasil meletakkan sendi dasar yang kokoh bagi tegaknya daulah bani umayah II di Andalusia, selama 32 tahun masa kekuasaannya juga mampu mengatasi berbagai ancaman dari dalam negeri maupun serangan musuh dari luar.[10]  Dalam kedua zaman itu, dinasti umayah  sudah membuat sejarah yang gemilang, menyumbangkan jasa-jasa yang sangat berharga. [11]

D.      Lembaga Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Umayah
1.             Lembaga pendidikan Kuttab
Kuttab/maktab berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba yang artinya menulis. Sedangkan kuttab/maktab berarti tempat untuk menulis atau tempat di mana dilangsungkan kegiatan tulis menulis.  Kebanyakan para ahli sejarah pendidikan Islam sepakat bahwa bahwa keduanya merupakan istilah yang sama, dalam arti lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang mengajarkan membaca dan menulis kemudian meningkat menjadi pengajaran Al-Qur’an dan pengetahuan agama tingkat dasar. [12] 
Kuttab adalah tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al-Qur’an serta belajar pokok- pokok Agama Islam.  Setelah tamat Al-Qur’an mereka meneruskan pelajaran ke masjid.  Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi.  Pada tingkat menengah gurunya belumlah ulama besar, sedangkan pada tingkat tinggi gurunya ulama yang dalam ilmunya , masyhur ke’aliman dan kesalehannya.  Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang.  Baik di Kuttab atau di Masjid pada tingkat menengah.  Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh guru dalam satu tempat yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama.  Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu:
a. Belajar membaca dan menulis 
b. Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya
c. Belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dansebagainya.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
1)                  Al-Qur’an dan tafsirannya.
2)                  Hadits dan mengumpulkannya.
3)                  Fiqh (tasri’).
Membaca dan menulis menjadi sangat penting peranannya ketika zaman khalifah Abdul Malik bin Marwan membentuk kantor-kantor pemerintah Umawiyah.  Maka sejak itu para pengajar atau guru pertama kali menjadikan rumah-rumahnya untuk tempat belajar menulisdan membaca, dan kemudian  setelah itu mereka secara darurat secara individual membangun kamar atau rumah-rumah sesuai dengan standar yabg semakin bertambah meluas dalam mengajar membaca dan menulis.  Dari isinilah timbul pola dan model pertama perkembangan kuttab.  Oleh karena itu kuttab melukiskan sebagai tempat yang khusus dan bebas bagi anak-anak belajar di bawah pengelolaan para guru yang mengajar membaca dan menulis. [13] 
Pemerintah dinasti Umayyah menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau melakukan pengembangan  bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu.  Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:
1. Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Haist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadis terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa,nahu, saraf, dan lain-lain.
4. Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing,seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran. .
Ada dinamika tersendiri yang menjadi karakteristik pendidikan Islam pada waktu itu, yakni dibukanya wacana  kalam (baca: disiplin teologi) yang berkembangditengah-tengah masyarakat. Sebagaimana dipahami dari konstitusi sejarah Bani Umayyah yang bersamaan dengan kelahirannya hadir pula tentang orang yang berbuat dosa besar, wacana kalam tidak dapat dihindari dari perbincangan kesehariannya,meskipun wacana ini dilatarbelakangi oleh faktor-faktor politis. Perbincangan ini kemudian telah melahirkan sejumlah kelompok yang memiliki paradigma berpikir secara mandiri.
  Pola pendidikan pada periode Bani Umayyah telah berkembang jika dilihat dari aspek pengajarannya, walaupun sistemnya masih sama seperti pada masa Nabi dan khulafaur rasyidin.  Pada masa ini peradaban Islam sudah bersifat internasional yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian besar Asiayang kesemuanya itu dipersatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi Negara. [14]
2.             Masjid/Masjid jami’
Masjid merupakan lembaga pendidikan luar sekolah yang merupakan institusi utama dan terpenting dalam mendidik dan membina umat.[15]  Masjid disamping untuk tempat sholat, dipergunakan pula untuk mendiskusikan dan mengkaji permasalahan dakwah Islamiyyah pada permulaan perkembangan Islam, yang terdiri dari kegiatan bimbingan dan penyuluhan serta pemikiran secara mendalam suatu permasalahan dan hal-hal yang lain yang menyangkut siasat perang dalam menghadapi musuh-musuh Islam serta cara-cara menghancurkan kubu pertahanan mereka.[16]
Pendidikan Masjid, yaitu tempat pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang bersifat keagamaan.[17] Pada pendidikan masjid ini terdapat dua tingkatan yaitu menegah dan tinggi. Materi pelajaran yang ada seperti al-Qur’an dan tafsirnya, hadis dan fiqh serta syariat Islam.
Masjid dalam sejarah Islam adalah sebenarnya merupakan madrasah pertama setelah rumah Dar-al-Arqam bin Arqam.  Di dalam masjid itulah berkumpul berbagai macam persoalan pokok kaum muslimin sejak mulai masalah politik, agama, kebudayaan sampai kemasyarakatan. [18]
Masjid menjadi tempat utama untuk sholat dan merencanakan kegiatan dakwah Islamiyyah, di mana agama Islam dapat berdiri tegak sejak awal periode perkembangan melalui lembaga pendidikan Islam.  Kemudian berturut-turut dibangunlah banyak masjid mengikuti penyebaran dan perluasan daerah/wilayah kekuasaan pemerintah Islam.
Pada masa Umawiyah Timur[19] dibangun masjid Umawiyah di Damaskus yang sebelumnya merupakan gereja (al-Qadis Yuhana) akan tetapi atas kesepakatan bersama antara khalifah Umawiyah dengan kaum Nashrani di Damskus, masjid tersebut akhirnya disempurnakan pembangunannya.  Peranan masjid pada zaman pemerintahan Umawiyah adalah menyerupai gedung parlemen modern yang lebih banyak mengembangkan kehidupan berpolitik dengan kaitannya dengan pemilihan calon hakim atau calon kepala pemerintahan baru yang kukuhkan menjadi pemimpin  agar dapat diumumkan dari atas panggung/mimbar tentang garis-gsris kebijakan kebijakan yang luas dan terinci dalam politik kenegaraan dan dalam mengatur urusan kehidupan kaum muslimin secara keseluruhan. [20]
Pada masa Walid dibangun pula masjid agung yang terkenal dengan nama “Masjid Damaskus” atas kreasi arsitektur Abu Ubaidah ibn Jarrah, dengan mendatangkan 12.000 orang tukang bangunan dari Romawi.  Masjid ini di bangun dengan ukuran 300x200 m2 dan memiliki 68 pilar dilengkapi dinding-dinding berukir yang cukup indah. 
Pada Masjid Agung Damaskus kubah-kubahnya berbentuk tapak besi kuda bulat.  Pertemuan pada garis-garis ke titiknya dibayangkan oleh kaki tiang di atasnya, diatas jalan beratap lengkung besar, di sekelilingnya terdapat sahn (puncak-puncak barisan ambang pintu yang berbentuk setengan bundar), di sekeliling masjid ini terdapat empat buah mercu yang merupakan bangunan peninggalan Yahudi, tetapi oleh orang Islam hanya di ambil satu mercu saja untuk dijadikan sebagai menara tempat adzan.  Menara tersebut terletak di sebelah tenggara masjid, sedangkan ruangan dalam Masjid Damaskus dihiasi dengan ukiran-ukiran indah, marmer-marmer halus (mosaics) dan pintu-pintunya di pasang memakai kaca-kaca berwarna-warni.[21]
Pada masa Emir Hisyam 1 juga telah diselesaikan pembangunan Masjid Agung Cordova yang terkenal megah itu, yang di mulai pembangunnya oleh bapaknya Emir Abdurrahman 1 (756-788 M). [22] Pada masa Umawiyah juga sempat dilakukan perbaikan dan perluasan Masjid al-Haram oleh khalifah Abdul malik ibn Marwan.  Begitu juga masjid Nabawi oleh Walid di perluas dan diperindah dengan konstruksi dan arsitektur Syiria di bawah pengawasan Umar  ibn Abdul Aziz yang pada saat itu menjabat sebagai gubernur Madinah. [23]
 Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah,Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Mesir.  Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa, amuoun seni suara.  Pada masa khulafa al Rasyidin dan Umayyah sebenarnya telah ada tingkat pengajaran, hampir sama seperti masa sekarang.  Tingkat pertama ialah Kuttab.
3.             Halaqoh Pada Masa Bani Umayyah
Halaqoh artinya lingkaran.  Artinya proses belajar mengajar di sini dilaksanakan di mana murid-murid melingkari gurunya.  Seorang guru biasanya duduk di lantai, menerangkan, membacakan, karangannya, atau memberikan komentar atas pemikiran orang lain.  Kegiatan halaqoh ini bisa terjadi di masjid-masjid atau di rumah-rumah.  Kegiatan halaqoh ini tidak khusus  untuk mengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat.  Oleh karena itu, halaqoh ini dikelompokkan ke dalam lembaga pendidikan yyang terbuka terhadap ilmu pengetahuan umum.  Di lihat dari segi ini, halaqoh di kategorikan ke dalam lembaga pendidikan tingkat lanjutan yang setingkat dengan college. [24]

4.             Madrasah Pada Masa Bani Umayyah
Madrasah adalah salah satu bentuk institusi (lembaga) pendidikan formal dalam Islam.  Model madrasah tidak sama dengan masjid atau lembaga Islam lainnya.  Madrasah merupakan perkembangan dari masjid.  Akibat antusias dan besarnya semanagat belajar (menuntut ilmu) umat Islam, membuat masjid-masjid penuh dengan halaqoh-halaqoh.  Dari tiap-tiap halaqoh terdengar suara guru-guru yang menjelaskan pelajaran atau suara perdebatan  (muhadharah/anya jawab) dalam proses belajar mengajar, sehingga menimbulkan kebisingan yang mengganggu orang ibadah. [25] 
Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guruagama yang turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar sebagai berikut: Di kota Mekkah dan Madinah (HIjaz). Di kota Basrah dan Kufah (Irak). Di kota Damsyik dan Palestina (Syam).  Di kota Fistat (Mesir).  Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
a. Madrasah Mekkah : Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan manayang halal dan haram dalam Islam.  Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan, Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam. 
b. Madrasah Madinah : Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya,karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
c. Madrasah Basrah : Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist,s erta ahli Al Qur’an.  Sedangkan Anas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis.  Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf.Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan jugamengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
d. Madrasah Kufah : Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: Al-qamah, Al-Aswad, Masruq, Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan Amr  bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi gurudi Kufah.  Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi  guru di Kufah.  Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud, bahkan mereka pergi ke Madinah.
e. Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negaraIslam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaituAbdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapikemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.
f. Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah di Mesir ialah Abdullah binµAmr bin Al-As, yaitu di Fisfat (Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yangsebenarnya. Karena ia bukan saja menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari NabiS.A.W., melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupaatau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya.Karena pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama dinegeri tempat tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota yang lain untuk melanjutkan ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah, pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan begitulah seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar seluruh kota-kota di Negara Islam. [26]
E.       Tokoh-Tokoh Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah
 Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulamayang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.
1.    Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, Athak bin Abu Rabah, Ikrimah,Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah.Pada masa tab’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab binMunabbih, Abdullah bin Salam, dan Ibnu Juraij
Ulama-ulama Hadist: Kitab bacaan satu-satunya ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah dibukukan.  Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut kemulut.  Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari hafalan uru diberikannya  kepada murid, sehingga menjdi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya.Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istillah kita sekarang.
Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist).
Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, µalqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid Kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakhil (wafat tahun 95 H) dan Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H),guru dari Abu Hanafiah
2.    Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa seperti Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab,, menjadi pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliahpun muncul kembali sehingga bidang sastraarab mengalami kemajuan.Di zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w.719),Jamil al-uzri (w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq (w.732), Jarir (w.792), dan Al akhtal (w.710). sebegitu jauhkelihatannya kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada bidang ekspansiwilayah, bahasa dan sastra arab, serta pembangunan fisik.Sebenarnya dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, sepertidalam bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertamaumpamanya dijumpai ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri,dan Wasil bin Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak.Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w.794/709) adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia. [27]
F.       Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Pedidikan Masa Bani Ummayah II di Andalusia
 Bani Ummayah II berikota di Cordova (Andalusia). Pemisahan Andalusia dari Baghdad secara politis, tidak berpengaruh terhadap transmisi keilmuan dan peradaban antara keduanya. Banyak muslim Andalusia yang menuntut Ilmu di negeri Islam belahan timur itu, dan tidak sedikit pula para ulama dari timur yang mengembangkan ilmunya di Andalusia.
Kebanyakan umat Islam menganut paham Maliki yang pertama kali diperkenalkan oleh di Andalusi oleh Ziyad ibn Abd al-Rahman ibn ziyad al-Lahmi ,dimana dasar pemikiran hukumnya adalah hadits. Beliau belajar ilmu fiqih di Madinah dengan Imam Malik ibn Anas (96-179/715-795).  Sebelumnya mereka menganut ajaran Imam Auza’I, seorang faqih besar yang fahmnya tersebar luas di Syam pada masa kejayaan daulah bani umayyah I.  Perhatian muslim Andalusia terhadap hadits Rasululllah Saw amat besar pada waktu itu. Mahzab ini diperkenalkan pertama kali oleh Ziyad ibn Abd al-Rahman Ibn Ziyad al-lahmi. Tokoh lain yang tidak kalah populernya dalam pengembangan ilmu fiqih ialah Abu Bakar Muhmmad ibn Marwan ibn Zuhr. [28] 
Dasar pemikiran hukum mazhab adalah hadits.  Al-Muwaththa yang memuat 1700 hadits Rasulullah saw, adalah karya besar imam Malik ibn Anas yang sekaligus merupakan kitab fiqh madzhab maliki.  Oleh karena itu perhatian kaum muslimin Andalusia terhadap hadits Rasulullah saw amat besar.  Penghafal hadits terkenal adalah Abu Abd al-Rahman al-Mukhallad (wafat 276/887) yang belajar dari imam dan ulama hadits di timur.  Selain itu adalah Abu Muhammad Qasim ibn Asbagh dan Muhammad ibn Abdul Malik ibn Aiman sebagai ulama hadits pada masanya. [29]
Di bawah kekuasaan Umawiyah II, kebudayaan Andalus dapat dikatakan masih berupa rintisan, terutama dalam bidang kesustraaan, arsitektur, dan intelektual.  Sebagai perintis Abd Rahman al-Dakhil mengusahakan terjadinya persatuan penduduk seluruh Andalus yang terdiri dari etnis Arab, Barbar, Slavia, Andalus,Yahudi, sehingga pemerintahannya stabil.
Abd Rahman al-Dakhil (756-788 M) memerintah selama 32 tahun, memindahkan ibu kota dari Toledo ke Cordova.Dalam bidang kesustraan Abd Rahman al-Dakhil, sebagai seorang yangmencintai syair-syair Arab, sangat mendorong bserkembangnya bidang ini sehingga bermunculan ahli-ahli sastra Arab yang diilhami oleh kemajaun kesustraan di DuniaIslam bagian Timur.  Dalam bidang seni bangunan (arsitektur), Abd Rahman al-Dakhil merintis membangun kota Cordova lengkap dengan istana, taman, dan masjid.
System pengairan diatur sehingga kota mampu mensuplai air bersih untuk keperluan minum.  Masjid Cordova yang dibangun tahun 786 oleh Abd Rahman al-Dakhil, dengan dana 80.000 dinar mempunyai pola dasar bentuk masjid bani Ummayah Damaskus.  Masjid ini diperbesar oleh Hisyam I (793) dengan menyelesaikan bagian utama masjid dan menambah menaranya.  Al-Ausath, An Nashir, Al Mustanshir dan Al-Mansur memperluas dan memperindahnya, sehingga menjadi masjid paling besar dan paling indah pada masanya. Masjid ini panjangnya 175 meter dan lebarnya 134 meter, tinggi menarnya 20 meter terbuat dari marmer dan sebuah kubah besar yang di dukung oleh 300 buah pilar, di sekeliling kubanh besar itu terdapat 19 buah kubah kecil, di muka mihrab terdapat empat buah tiang dari batu pualam yang berdiri bertentengan, dua berwarna hijau dan dua lagi berwarna hijau.
Bangunan masjid ini tidak semuanya beratap melainkan ada sebagian yang sengaja terbuka supaya cahaya dan udara segar dapat masuk ke ruangan sebanyak-banyaknya, atap masjid di dukung oleh 1293 tiang pualam bertatahkan permata, sedangkan talangnya yang berjumlah 280 bauh terbuat dari perak murni, di tenah masjid terdapat tiang agung yang menyangga 1000 buah lentera, ada sembilan buah pintu yang di miliki masjid ini, semua terdapat dari tembaga. [30]   
Abd Rahman III dan anaknya Al-Hakam II juga sangat mencintai buku.  Mereka berdua membangun perpustakaan besar di Cordova sehingga menjadi perpustakaan di Eropa pada waktu itu. Haman II mencari dan membeli buku yang menarik dan sulit diperoleh. Ia sendiri menulis surat kepada setiap penulis kenamaan untuk memperoleh naskah dari karya-karya penulis dan membayar dengan jumlah yang mahal. Dengan jalan ini ia mengumpulkan perpustakaan yang sangat luas sehingga katalognya mencapai jumlah 44 jilid.  Bidang ilmu ke-Islaman yang berkembang saat itu antara lain fiqh, hadits,tafsir, ilmu kalam, ilmu sejarah, tata bahasa Arab, dan filsafat.
Hal yang terpenting dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini adalah perhatian yang tinggi dari penguasa terhadap pendidikan. Ilmu agama yang berkembang amat pesat adalah Ilmu Qira’at, yaitu ilmu yang membahas lafadh-lafadh Al-Qur’an yang baik dan benar. Abu Amr al-Dani Utsman ibn Said adalah ulama ahli Qira’at kenamaan dari Andalusia yang mewakili generasinya. Ia telah menulis 120 buah buku, di antaranya al-Muqni’u wa al-Taisir.  Sejalan dengan perkembangan filsafat, berkembang pula ilmu-ilmu lain. [31]
Ilmu pasti yang banyak digemari bangsa Arab berpangkal dari buku India Sinbad yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab olehIbrahim al-Fazar.  Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan filsafat pada masa itu tidak terlepas kaitannya dari kerjasama yang harmonis antara penguasa, hartawan danulama.  Umat Islam di Negara-negara Islam pada masa itu berkeyakinan bahwamemajukan ilmu pengetahuan dan kebudayaan umumnya, merupakan salah satukewajiban pemerintahan.
Kesadaran kemanusiaan dan kecintaan akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh para pendukung ilmu telah menimbulkan hasrat untuk mengadakan perpustakaan-perpustakaan, disamping mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Sekolah dan perpustakaan, baik perpustakaan umum maupun perpustakaan pribadi, banyak dibangun di berbagai penjuru kerajaan, sejak dari kota-kota besar hingga ke desa-desa.  Andalusia pada kala itu sudah mencapai tingkat peradaban yang sangat maju,sehingga hampir tidak ada seorang pun penduduknya yang buta huruf.
Dari Andalusia ilmu pengetahuan dan peradaban arab mengalir ke negara-negara EropaKristen, melalui kelompok-kelompok terpelajar mereka yang pernah menuntut ilmu di Universitas Cordova, Malaga, Granada, Sevilla atau lembaga-lembaga ilmu pengetahuan lainnya di Andalusia. [32]

G.      Penutup
Dinasti umayyah merupakan sebuah periode yang sangat menentukan dalam peradaban Islam karena selama kurang lebih 91 tahun berkuasa sudah banyak kebijakan dan perubahan yang dilakukan oleh para khalifah sehingga kemajuan dan kemunduran dinasti umayyah menjadi pelajaran yang berharga bagi pemimpin-pemimpin Islam saat ini.  Dinasti Umayah mengambil nama keturunan dari Umayah ibn Abdi syams ibn Abdul manaf. Ia adalah salah seorang terkemuka persukuan pada zaman jahiliyah, bergandengan dengan pamannya Hasyim ibn ‘Abdi Manaf.  Dari nama umayah tersebut, maka dinasti itu di sebut Dinasti Umayah yang selama pemeritahanya telah terjadi pergantian sebanyak 14 orang khalifah dan  khalifah pertama adalah Muawiyyah ibn Abu Safyan(661-68 M).
Lembaga pendikan berupa masjid Pendidikan Masjid, yaitu tempat pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang bersifat keagamaan. Pada pendidikan masjid ini terdapat dua tingkatan yaitu menegah dan tinggi. Materi pelajaran yang ada seperti al-Qur’an dan tafsirnya, hadis dan fiqh serta syariat Islam.  Kuttab adalah tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al-Qur’an serta belajar pokok- pokok Agama Islam.  Setelah tamat Al-Qur’an mereka meneruskan pelajaran ke masjid.  Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi.  Pada tingkat menengah gurunya belumlah ulama besar.
 Kegiatan halaqoh ini tidak khusus  untuk mengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat.  Oleh karena itu, halaqoh ini dikelompokkan ke dalam lembaga pendidikan yyang terbuka terhadap ilmu pengetahuan umum.  Di lihat dari segi ini, halaqoh di kategorikan ke dalam lembaga pendidikan tingkat lanjutan yang setingkat dengan college. 
Madrasah merupakan perkembangan dari masjid.  Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah : a. Madrasah Mekkah : Guru pertama ialah Mu’az bin Jabal, b. Madrasah Madinah : Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya,karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka, c. Madrasah Basrah : Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik, d. Madrasah Kufah : Madrasah Ibnu Mas’ud, e. Madrasah Damsyik (Syam): Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaituAbdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah, f. Madrasah Fistat (Mesir): ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin Amr bin Al-As, yaitu di Fisfat (Mesir lama).






H.      Daftar Pustaka
Abdurrahman, Dudung.  2004.  Sejarah Pendidikan Islam.   Yogyakarta : LESFI.
Abdul Karim, Muhammad.  2006.  Islam di Asia Tengah.  Yogyakarta : Bagaskara.
Al-jumbulati, Ali. Abdul Futuh At-Tuwaanisi. 2004.  Perbandingan Pendidikan Islam.   Yogjakarta : Rineka
Jami’atul Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyyah. 1413.  Tarikh Daulah Umawiyyah.  Yogjakarta : Hikmah Ahlus Sunnah.
Nata, Abudin.  2004.  Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode klasik dan Pertengahan.  Jakarta : PT Raja Grafndo Persada.
Roqib, Moh.  2009.  IlmuPendidikan Islam.  Yogjakarta : LkiS.
Suwito dan Fauzan.  2005.  Sejarah Sosial Pendidikan IslamJakarta: Kencana.
Syou’yb,  Joesoef.  1977.  Sejarah Dinasti Umayah di Damskus.  Jakarta : Bulan Bintang.
Syou’yb,  Joesoef.  1977.   Sejarah  Dinasti Umayyah di Andalusia.  Jakarta : Bulan  Bintang.


















[1] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Yogjakarta : LESFI , 2004 hal 69
[2] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Yogjakarta : LESFI , 2004 hal 4
[3] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Yogjakarta : LESFI , 2004 hal 4
[4] Moh. Roqib,IlmuPendidikan Islam, Jogjakarta : LKiS , 2009 hal 121
[5] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Yogjakarta : LESFI , 2004 hal 4
[6] Ali Al-jumbulati, Abdul Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Jogjakarta : Rineka Cipta , 2004 hal 22
[7] Jami’atul Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyyah, Tarikh Daulah Umawiyyah.  Jogjakarta : Hikmah Ahlus Sunnah ,1413 H,  hlm 11-14.
[8] Joesoef Sou’yb, Dinasti Umayah di DamaskusJakarta : Bulan Bintang , 1977 hal 278
[9] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Jogjakarta : LESFI , 2004 hal 69
[10] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Jogjakarta : LESFI , 2004 hal 81
[11] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Umayah di Andalusia, Jakarta : Bulan Bintang , 1977 hal 11
[12] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode klasik dan Pertengahan.  Jakarta : PT Raja Grafndo Persada , 2004 hal 33
[13] Ali Al-jumbulati, Abdul Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Yogjakarta : Rineka Cipta , 2004 hal 29
[15] Moh. Roqib,IlmuPendidikan Islam, Jogjakarta : LKiS , 2009 hal 141
[16] Ali Al-jumbulati, Abdul Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Yogjakarta : Rineka Cipta , 2004 hal 23
[17] Suwito dan Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2005 hal. 104

[18] Ali Al-jumbulati, Abdul Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Jogjakarta : Rineka Cipta , 2004 hal 23
[19] Umawiyah Timur adalah adalah sebuah dinasti yang didirikan oleh keturunan Muawiyah (661-680 M), yang berpusat di Damskus.  Sedangkan Umawiyah Barat berkedudukan di Andalusia
[20] Ali Al-jumbulati, Abdul Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Yogyakarta : Rineka Cipta , 2004 hal 25
[21] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Jogjakarta : LESFI , 2004 hal 75
[22] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Umayah di Cordova, Jakarta : Bulan Bintang , 1977 hal 47
[23] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Jogjakarta : LESFI , 2004 hal 76
[24] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode klasik dan Pertengahan.  Jakarta : PT Raja Grafndo Persada , 2004 hal 34-35
[25] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode klasik dan Pertengahan.  Jakarta : PT Raja Grafndo Persada , 2004 hal 75
[28] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Jogjakarta : LESFI , 2004 hal 91
[29] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Jogjakarta : LESFI , 2004 hal 92
[30] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Jogjakarta : LESFI , 2004 hal 84-85
[31] Dudung Abdurrahman,Sejarah Pendidikan Islam, Jogjakarta : LESFI , 2004 hal 92

Tidak ada komentar: