Minggu, 02 Mei 2010

pendidikan carakter

"Pendidikan Berbasis Carakter"

Fenomena Sosial

Akhir-akhir ini kita sering menyaksikan tayangan berita di televisi atau membaca dalam surat kabar, perihal fenomena kekerasan yang terjadi di dalam masyarakat. Hal tersebut tentunya sangat memprihatinkan kita karena warisan budaya nenek moyang kita adalah budaya yang mengedepankan etika, sopan santun dan saling menghargai. Sungguh tak pernah terbayangkan, berbagai fenomena kekerasan muncul di mana-mana. Bahkan kita layak prihatin terhadap perjalanan bangsa ke depan. Kasus markus di perpajakan yang melibatkan para pejabat tinggi Negara dari berbagai instansi membuka mata kita bersama. Dugaan korupsi dari para pejabat yang merugikan Negara milyaran rupiah bahkan trilyun rupiah semakin memprihatinkan kebobrokan mentalitas pejabat-pejabat kita.
Budaya kekerasan seringkali kita lihat belakangan ini. Salah satu yang membuat bangsa kita diklaim sedang kehilangan karakter adalah terjadinya kerusuhan yang melanda Koja Tanjung Priok. Terjadi tontonan yang menonjol kekerasan antara masyarakat di sekitar Koja Tanjung Priok dengan ratusan aparat Satpol PP dan amuk ribuan masa PT Drydock world. Memang selama ini bentrok antara warga negara dengan aparat pemerintah, apakah satpol PP, TNI, Polri sudah seringkali terjadi. Salah satu faktor penyebab adalah persoalan ekonomi. Masyarakat mengklaim sangat sulit untuk mencari makan. Maka berjualan di tempat umum pun menjadi pilihan. Dapat kita bayangkan apa yang terjadi, yang terjadi adalah kemacetan dan ketidakaturan. Hanya saja jika kita mau jujur, apakah masyarakat mau berjualan di tempat itu kalau memang ada tempat yang lebih baik?
Prof Aan hasanah mensinyalir,Sepertinya karakter masyarakat Indonesia yang santun dalam berperilaku, musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah,, toleransi dan gotong .royong, telah berubah wujud menjadi hegemoni kelompok-kelompok baru yang saling mengalahkan. Apakah pendidikan telah kehilangan sebagian fungsi utamanya? Berkaca pada kondisi ini, sudah sepantasnya jika kita bertanya secara kritis, inikah hasil dari proses pendidikan yang seharusnya menjadi alat transformasi nilai-nilai luhur peradaban? Jangan-jangan pendidikan telah menjadi alat yang secara mekanik hanya menciptakan anak didik yang pintar menguasai bahan ajar untuk sekedar lulus ujian nasional. Kalau betul begitu, pendidikan sedang memperlihatkan sisi gelapnya.
Padahal, pendidikan merupakan proses yang paling bertanggung jawab dalam melahirkan warga negara indonesia yang memiliki karakter kuat sebagai modal dalam membangun peradaban tinggi dan unggul. Karakter bangsa yang kuat merupakan produk dari pendidikan yang bagus dan mengembangkan karakter. Ketika mayoritas karakter masyarakat kuat, positif, tangguh peradaban yang tinggi dapat dibangun dengan baik dan sukses. Sebaliknya, jika mayoritas karakter masyarakat negatif, karakter negatif dan lemah mengakibatkan peradaban yang dibangun pun menjadi lemah sebab peradaban tersebut dibangun dalam fondasi yang amat lemah.
Kenapa Pendidikan?
Pendidikan merupakan hal terpenting membentuk kepribadian. Pendidikan itu tidak selalu berasal dari pendidikan formal seperti sekolah atau perguruan tinggi. Pendidikan informal dan non formal pun memiliki peran yang sama untuk membentuk kepribadian, terutama anak atau peserta didik. Dalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 kita dapat melihat ketiga perbedaan model lembaga pendidikan tersebut.
Menurut Prof Suyanto Memperhatikan ketiga jenis pendidikan di atas, ada kecenderungan bahwa pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal yang selama ini berjalan terpisah satu dengan yang lainnya. Mereka tidak saling mendukung untuk peningkatan pembentukan kepribadian peserta didik. Setiap lembaga pendidikan tersebut berjalan masing-masing sehingga yang terjadi sekarang adalah pembentukan pribadi peserta didik menjadi parsial, misalnya anak bersikap baik di rumah, namun ketika keluar rumah atau berada di sekolah ia melakukan perkelahian antarpelajar, memiliki ‘ketertarikan’ bergaul dengan WTS atau melakukan perampokan. Sikap-sikap seperti ini merupakan bagian dari penyimpangan moralitas dan perilaku sosial pelajar
Oleh karena itu, ke depan dalam rangka membangun dan melakukan penguatan peserta didik perlu menyinergiskan ketiga komponen lembaga pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan salah satunya adalah pendidik dan orangtua berkumpul bersama mencoba memahami gejala-gejala anak pada fase negatif, ada rasa kegelisahan, ada pertentangan sial, ada kepekaan emosiaonal, kurang percaya diri, mulai timbul minat pada lawan jenis, adanya perasaan malu yang berlebihan, dan kesukaan berkhayal. Dengan mempelajari gejala-gejala negatif yang dimiliki anak remaja pada umumnya, orangtua dan pendidik akan dapat menyadari dan melakukan upaya perbaikan perlakuan sikap terhadap anak dalam proses pendidikan.

Revitalisasi pendidikan carakter

Mengapa Pendidikan karakter begitu penting? Menurut Badjoeri Widagdo Kepentingan nasional Indonesia merupakan kepentingan bangsa dan negara dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional Indonesia yang di dalamnya mencakup usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Implementasinya apa? Rumusan mencerdasakan kehidupan bangsa itu memiliki 2 (dua) arti penting yaitu membangun manusia Indonesia yang cerdas dan berbudaya. Pengertian cerdas harus dimaknai, bukan saja sebagai kemampuan dan kapasitas untuk menguasai ilmu pengetahuan dan kapasitas untuk menguasai ilmu pengetahuan, seni dan teknologi yang manusiawi, tetapi cerdas emosional artinya memiliki kecerdasan emosional yang dengan bahasa umum disebut sebagai berkarakter mulia atau berbudi luhur, berakhlak mulia. Sedangkan berbudaya memiliki makna sebagai kemampuan dan kapasitas untuk menangkap dan mengembangkan nilai-nilai moral dan kemanusiaan yang beradab dalam sikap dan tindakan berbangsa dan bernegara
Arti penting dari pendidikan karakter. Mengoptimalkan muatan-muatan karakter baik dan kuat (sifat, sikap, dan perilaku budi luhur, akhlak mulia) yang menjadi pegangan kuat dan modal dasar pengembangan individu dan bangsa nantinya. Dunia barat pun sudah sejak lama menyadari betapa ilmu pengetahuan tanpa karakter menjadi tidak berarti. Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Inteligence menyatakan betapa kepribadian manusia mendominasi 80 persen dari kehidupan seseorang, dibanding dengan 20 persen kecerdasan otaknya semata-mata. Para teknokrat di dunia barat sudah sadar bahwa betapa pun sebuah kemajuan dicapai, dapat menjadi perusak bila tidak dibekali dengan perimbangan karakter yang di dalamnya menggabungkan kaidah-kaidah etika, moral dan agama. Karena itu, pendidikan yang sekarang ini dijalankan oleh bangsa Indonesia, harus dapat memberikan andil dalam pembentukan karakter bangsa, akan lebih mudah jika pembelajaran karakter itu direvitalisasi melalui agama.
Untuk itu sudah saatnya dilakukan perubahan mendasar dalam dunia pendidikan. Bagaimana membuat bangunan pendidikan yang didalamnya ditanamkan karakter bangsa dan masyarakat yang membangun. Artinya budaya kekerasan jangan lagi menonjol dan kalau bisa dibabat habis. Dialog yang mengedepankan etika dan saling menghargai sudah saatnya ditanamkan melalui pendidikan. Jika tidak budaya barbarisme yang lebih besar dari masalah tanjung priok bisa terjadi
Di samping itu menurut Prof Didin hafidhuddin perbaikan sistem pendidikan secara totalitas merupakan sebuah kebutuhan sekaligus keniscayaan. Praktik pendidikan, baik dalam proses pembelajaran maupun evaluasi yang hanya mengedepankan aspek kognitif harus segera di perbaharui kea rah yang lebih menyatukan dengan aspek afektif (sikap) dan aspek psikomotorik(ketrampilan beramal saleh). Demikian integrasi nilai agama pada seluruh batang tubuh dan materi pelajaran harus segera di wujudkan. Tidak ada pemisahan antara pendidikan agama pada satu sisi dengan pendidikan umum pada sisi lainnya meskipun materi ajarnya dapat di bedakan dan di pisahkan.
Ke depan, kita berharap bahwa pemerintah mampu mengembalikan fungsi pendidikan tidak untuk membangun kecerdasan intelektual saja, tetapi juga untuk menjadikan manusia Indonesia yang berkarakter mulia dan menjadikan pendidikan karakter sebagai salah satu prioritas utama dalam pembangunan bangsa. Untuk merevitalisasi pendidikan karakter bangsa itu, idealnya substansi karakter dan jati diri bangsa termuat dalam UU Diknas.
Dan tentu kita sepakat dengan character education quality standards yang merekomendasikan bahwa pendidikan akan secara efektif mengembangkan karakter anak didik ketika nilai-nilai dasar etika dijadikan sebagai basis pendidikan, menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif dalam membangun dan mengembangkan karakter anak didik serta menciptakan komunitas yang peduli, baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat sebagai komunitas moral yang berbagi panggung jawab untuk pendidikan yang mengembangkan karakter dan setia dan konsisten kepada nilai dasar yang diusung bersama-sama
Dan terakhir,Mari kita jadikan rumah tangga dan sekolah sebagai -school of love-mendidik dengan kasih sayang karena sesungguhnya anak adalah amanah. Orangtua dan guru dengan penuh tanggungjawab bekerjasama mengarahkan anak menuju kehidupan yang lebih baik. Selamat hari pendidikan Nasional, bangkitlah Pendidikan Indonesia…!

Tidak ada komentar: