Selasa, 21 Juli 2009

"Mendesain Ramadhan Untuk anak"

“Mendesain Ramadhan untuk anak”
Oleh Abdul Qohin

Melatih Puasa sejak dini
Marhaban ya Ramadhan! Ya Syahrut Tarbiyah, Ya syahrul Magfiroh!Bagi Kaum Muslimin, pengidentifikasian nama-nama bulan Ramadhan dengan berbagai sinonimnya sebenarnya mengandung maksud. Nama-nama itu diungkapkan dengan singkat dan tepat sebagai “pengingat cepat atau penggugah” dan “keywords” tentang apa yang sebaiknya dilakukan di bulan tersebut. Selain itu, nama-nama bulan Ramadhan juga menyatakan berkah dan maghfirah yang dapat diraih pada kondisi dan suasana paling baik selama satu tahun ke belakang dan ke depan (Ramadhan tahun depan seandainya masih bisa diberi umur). Bagi para orang tua, yang telah berpuluh kali menjalani puasa tentu sudah tahu apa tujuan, makna dan manfaat puasa, tapi bagaimana dengan anak-anak kita? Sudahkah mereka mengerti dan faham arti bulan tersebut?
Dalam beberapa tahun terakhir banyak sekali peristiwa yang memilukan yang terjadi pada anak-anak kita. Ini semua tentunya mendorong kita untuk semakin memperhatikan pendidikan anak-anak kita agar mereka bisa menjadi anak-anak yang sholeh dan solihah . Untuk itu kita -sebagai guru- harus manfaatkan semaksimal mungkin kesempatan emas dengan datangnya Ramadhan yang mulia ini untuk memberikan latihan-latihan ruhiyah bagi anak-anak kita baik di sekolah maupun di rumah, dengan mempersiapkan dan melatih mereka menjalankan ibadah puasa agar lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Kapan anak-anak berlatih berpuasa? Mendidik anak tidak sama dengan mengajar. Mendidik anak adalah membantu anak mencapai kedewasaan baik dari segi akal, ruhiyah dan fisik. Jadi apa yang kita lakukan adalah membantu anak untuk kenal dan tahu sesuatu, kemudian dia mau dan bisa kemudian menjadi biasa dan terampil mengamalkannya. Hal ini bukan saja membutuhkan waktu yang lama tetapi juga kemauan yang kuat, kasabaran, keuletan dan semakin awal memulainya semakin baik.Untuk menjawab pertanyaan ini marilah kita simak sebuah hadits ketika seseorang bertanya kepada Rosulullah tentang : Kapan seorang anak dilatih untuk shalat? Rosulullah menjawab: Jika ia sudah dapat membedakan tangan kanan dan tangan kirinya. Kalau kita memperhatikan hadits di atas, tentunya kita dapat memprediksi usia anak yang bisa membedakan tangan kanan dan tangan kiri. Tentunya sekitar 2 sampai 3 tahun. Pada hadits masyhur yang lain Rosulullah saw bersabda: Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat pada usia 7 tahun dan pukulah ia pada usia 10 tahun (jika meninggalkannya ).
Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya Tarbiyatul Aulad fil Islam mengatakan bahwa perintah mengajar shalat ini dapat disamakan untuk ibadah lainnya seperti puasa dan haji bila telah mampu. Mengikuti kedua hadits dan pendapat di atas,dapat dikatakan bahwa seperti halnya shalat maka puasapun sudah dapat diperkenalkan pada anak sejak mereka berusia dua atau tiga tahun, yaitu ketika mereka sudah tahu membedakan tangan kanan dan tangan kirinya..
Landasan di atas di perkuat dengan penemuan ilmiah tentang otak yang dipublikasikan bulan Oktober tahun 1997 di Amerika. Dalam penemuan itu menunjukkan bahwa pada saat lahir Allah iu membekali manusia dengan 1 milyar sel-sel otak yang belum terhubungkan satu dengan yang lainnya. Sel-sel ini akan saling berhubungan bila anak mendapat perlakuan yang penuh kasih sayang, perhatian, belaian bahkan bau keringat orang tuanya. Hubungnan sel-sel tersebut mencapai trilliun begitu anak berusia 3 tahun.
Dari usia 3 sampai 11 tahun terjadi apa yang disebut proses Restrukturisasi atau pembentukan kembali sambungan-sambungan tersebut. Hal-hal yang tidak diulang-ulang akan menjadi lapuk dan gugur. Bila temuan ini kita hubungkan dengan hadits di atas, maka benar Rosulullah bahwa kita perlu memperkenalkan berbagai hal kepada anak kita termasuk di dalamnya masalah beribadah sedini mungkin dan mengulang-ulangnya selama 7 tahun, sehingga pada usia 10 tahun anak kita bukan saja sudah mampu melakukannya dengan baik tapi juga telah memahami makna pentingnya ibadah tersebut sehingga ia rela menerima sanksi bila ia tidak menunaikan ibadah tersebut dengan baik.
Membangun kreativitas dan inovatif.
Kreatifitas itu dimulai dari suatu gagasan yang interaktif, maka dorongan dari luar juga diperlukan untuk memunculkan suatu gagasan. Dalam hal ini para orangtua banyak berperan. Dengan komunikasi dialogis dan kemampuan mendengar aktif maka anak akan merasa dipercaya, dihargaai, diperhatikan, dikasihi, didengarkan, dimengerti, didukung, dilibatkan dan diterima segala kelemahan dan keterbatasannya. Dengan ini anak akan memiliki dorongan yang kuat untuk secara berani dan lancar mengemukakan gagasan-gagasannya. Selain komunikasi dialogis dan mengdengar aktif, untuk memotivasi anak agar lebih kreatif, sudah seharusnya kita memberikan perhatian serius kepada aktifitas yang tengah dilakukan oleh anak kita. Seperti misalnya melakukan aktifitas bersama-sama mereka. Kalau kita biasa melakukan shoum dan shalat bersama anak-anak kita, mengapa untuk aktifitas yang lain kita tidak dapat melakukannya ? Bukanlah lebih mudah untuk mentransfer suatu kebiasaan yang sama ketimbang harus memulai suatu kebiasaan yang sama sekali baru ? Dengan demikian sesungguhnya seorang muslim memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadikan anak-anak mereka kreatif. Tinggallah sekarang bagaimana kita sebagai orangtua muslim senantiasa berusaha untuk memperkenalkan anak-anak kita dengan berbagai hal dan sesuatu yang baru untuk memenuhi aspek kognitif mereka. Agar mereka lebih terdorong lagi untuk berpikir dan berbuat secara kreatif.
Mengantarkan anak untuk berpuasa dan memahami maknanya, bukanlah pekerjaan mudah. Keberhasilan yang kita harapkan memerlukan persiapan sejak jauh hari. Meskipun Idul Fitri masih jauh karena baru mulai Ramadan, bagus juga mendorong anak-anak untuk berkreasi menyambut hari kemenangan itu. Bisa dengan membuat kartu-kartu ucapan yang indah, atau mengajak mereka mengatur rumah agar lebih terasa nyaman untuk menerima tamu-tamu.
Menurut Psikolag anak Ekorini Kuntowati, Untuk mengalihkan perhatian anak-anak dari rasa lapar, juga bisa menggunakan berbagai jenis permainan. Buku-buku yang berisi permainan yang bisa kita rancang sendiri banyak tersedia di toko buku. Jenis-jenis kerajinan tangan pun bukan main banyaknya. Dengan bahan kertas aneka jenis dan aneka warna, dengan kain, dengan pelepah pisang, daun, ranting hingga biji. Dengan monte, manik-manik, atau sekedar spidol dan pensil warna.
Segala sesuatu bisa digunting, dirobek, dibakar, dilem atau dibentuk menjadi sebuah hasil karya menarik. Kegiatan istimewa lainnya selain bermain juga bisa dirancang sejak dini. Misalnya memasak kue-kue ringan untuk dibawa berkunjung ke panti asuhan, atau untuk berbuka puasa di rumah, berkebun dan banyak lagi.
Sejak di jaman kehidupan Rasulullah saw, para sahabat muslimah telah merancang kreativitas bagi putra-putrinya, khusus untuk menggembirakan hati mereka agar melupakan waktu yang terasa berjalan lambat selama saum. Hal ini nampak dalam sebuah kisah, ketika Rasulullah Saw mengutus seseorang pada hari Asyura ke perkampungan orang-orang Anshar dan berkata, “Siapa yang pagi ini berpuasa hendaklah ia berpuasa dan menyempurnakan puasanya. Maka kami pun menyempurnakan puasa hari itu dan kami mengajak anak-anak kami puasa. Mereka kami ajak ke masjid, lalu kami beri mereka mainan dari benang sutra. Jika mereka menangis minta makan kami berikan mainan itu. sampai datang waktu berbuka.” (HR Bukhari-Muslim)
Amaliah dan Reward Ramadhan
Memperbanyak amaliah bulan Ramadhan akan memberikan suasana khas keceriaan
Ramadhan yang turut membantu membangkitkan semangat berpuasa anak-anak. Mempersering
membaca al-Qur'an, shalat tarawih dan mengikuti pengajian harian, misalnya. Juga
memperbanyak sedekah, saling berkirim makanan buka puasa antar tetangga. Dan khusus di sekolah bisa di ciptakan lingkungan yang kondusif melalui berbagai aktifitas yang bisa berupa semarak ramadhan, gebyar ramadhan, pesantren ramadhan dan kegiatan-kegiatan lain yang mendukung itu semua. Semua itu akan membuat anak merasakan kehadiran ramadhan dengan penuh semangat.
Dan tidak kalah penting adalah Memberi hadiah atas usaha anak untuk berpuasa sehingga bisa menambah motivasi. Kepada anak berusia di atas tujuh tahun, imbalan hadiah di akhir bulan
Ramadhan akan cukup membuat mereka bersemangat. Akan tetapi bagi anak yang
lebih kecil, akan lebih efektif jika hadiah harian pun mereka terima. Hadiah harian bisa berupa barang sederhana, atau bahkan hanya berupa bintang dari kertas emas yang ditempel di dinding.
Janjikan sebuah hadiah jika bintang mereka mencapai sepuluh, dua puluh, atau tiga puluh. Hadiah bulanan bisa merupakan kelanjutan dari hadiah harian, dan merupakan satu jenis kebutuhan yang sangat diharap-harapkan anak-anak. Katakan bahwa hadiah itu adalah pertanda kemenangan bagi usaha mereka mengalahkan hawa nafsu.
Waspadai saat-saat kritis
Sebelum saya akhiri, yang perlu di perhatikan oleh orang tua adalah Ada saat di mana biasanya anak begitu bergairah untuk berpuasa dan melakukan ibadah lain di bulan Ramadan. Biasanya ini terjadi di awal-awal, tetapi menjelang pertengahan bulan, anak mungkin sudah merasa lelah, sehingga enggan berpuasa. Orang tua harus mengantisipasi saat-saat kritis ini justru dengan memberikan kegiatan dan kreativitas yang paling menarik bagi anak.
Dan tidak kalah penting adalah -Menurut Ekorini Kuntowati - Berhati-hati pula dengan saat-saat usai Ashar setiap harinya. Di sore hari seperti ini anak mungkin merasa sangat lapar, lelah, dan jemu menunggu. Di saat-saat ini mereka sangat membutuhkan perhatian dan dorongan dari ayah dan ibunya. Jangan hanya sibuk menyiapkan buka puasa sehingga menelantarkan mereka. Justru di saat-saat inilah orang tua perlu mengajak anak untuk melakukan berbagai jenis kegiatan yang tidak membutuhkan bayak kekuatan fisik.

Tidak ada komentar: